Mohon tunggu...
Fathu Rohmah
Fathu Rohmah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Interest in applied climatology, mapping, planning, culture, travelling, reading, writing and everything about geography

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mengejar Waktu

17 April 2014   18:08 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:33 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup di Jakarta itu memang banyak buang waktu untuk di perjalanan. Ya mau gimana lagi, macet di sepanjang ruas jalan mulai jalan protokol hingga jalan-jalan lokal menuju kampung-kampung. Bahkan Kereta yang menjadi alternatif transportasi untuk menghindari macet, sering mengalami gangguan. Mau tidak mau, setiap mau melakukan perjalanan harus mengestimasikan waktu jauh-jauh jam sebelumnya agar tidak terlambat, kecuali kalau mau kejar-kejaran menepati deadline waktu yang telah ditentukan.

Seminggu yang lalu saya harus melakukan perjalanan ke Kabupaten Kebumen di Jawa Tengah bagian selatan untuk survei lapang penelitian skripsi saya menggunakan kereta api Gaya Baru Malamdari stasiun Jakarta Kota untuk keberangkatan pukul 11.30 WIB.

Saya tinggal di bilangan Kebagusan, dekat dengan stasiun jalur KRL Tanjung Barat. Dengan kalkulasi waktu setengah jam seharusnya saya sudah sampai di Jakarta Kota dengan asumsi dari stasiun tanjung barat saya langsung naik KRL menuju Jakarta Kota. Maka, saya berangkat pukul 10.00 WIB. Estimasi waktu yang sudah saya kalkulasi matang-matang, saya masih memiliki waktu 1 jam untuk menukar tiket (kebetulan saya beli tiket on line) dan beli cemilan selama di kereta.

Tapilah benar kata orang-orang. Kenyataan tidaklah seindah harapan. Kalkulasi waktu saya berantakan dan saya mulai khawatir. Sesampainya di stasiun Tanjung Barat, KRL menuju Jakarta Kota tidak kunjung datang. Melalui pengeras suara, saya memperoleh informasi KRL Jakarta Kota baru berangkat stasiun Cilebut. Artinya saya harus menunggu sekitar 20 menit KRL Jakara Kota yang di stasiun Cilebut untuk sampai di stasiun Tanjung Barat. Itu artinya saya baru akan sampai di Jakarta Kota pukul 10.50 WIB. Saya tidak sempat mengonfirmasi kepada petugas atau penumpang lain, apakah memang sedang ada gangguan kereta atau kenapa, tapi yang jelas tidak seperti biasanya yang frekuensi kereta menuju Jakarta Kota bisa lewat tiap 5-7 menit menit sekali. Sudah tak terhitung banyaknya kereta dari arah sebaliknya Jakarta Kota-Bogor lewat, tetap kereta menuju Jakarta Kota tidak kunjung lewat, yang duluan lewat malah kereta menuju Jatinegara.

Saya sudah mulai panik, karena kalkulasi waktu saya tambah berantakan. Entah pada saat iu saya merasa kereta berjalan lambat sekali. Waktu tempuh yang seharusnya dari tanjung barat 30 menit, ngaret menjadi 45 menit. Pukul 11.05 WIB posisi kereta saya masih di Manggarai dan menunggu antrian lewat jalur dengan kereta jarak jauh menuju jawa bagian tengah dan timur. Sebenarnya, dari Maggarai menuju Jakarta Kota tidak butuh waktu lama jika kereta berjalan normal, butuh waktu 10-12 menit. Benar saja, pukul 11.18 kereta saya sudah dekat hampir sampai di stasiun Jakarta Kota, kereta tinggal menempatkan posisinya di peron. Tetapi lag-lagi, kereta harus menunggu antrian masuk peron. Butuh waktu sekitar 4 menit untuk menunggu antrian. Artinya saya hanya memiliki waktu 8 menit untuk menukar tiket, belum jika penukaran tiket antri. Saya udah pasrah kalau pada akhirnya saya harus ketinggalan kereta. Saya sudah memikirkan alternatif lain untuk naik bis misalnya. Karena saya harus ke Kebumen hari itu juga demi kelancaran survei lapang saya.

Benar saja, sampai kereta benar-benar menempatkan posisinya di peron hingga pintu kereta di buka, waktu yang saya miliki tinggal 7 menit. Saya berlarian menyibak orang sana-sini dengan membawa tentengan perlengkapan survei, lalu buru-buru minta maaf jika ada orang melototi saya karena saya menabraknya. Dalam kondisi panik, saya mencari loket tempat penukaran tiket. Antrian panjang mengular, tetapi bukan antrian orang-orang yang menukarkan tiket, melainkan antrian pembelian tiket. Saya berlari Tanya penumpang lain yang Cuma dibalas dengan gelengan kepala. Mata awas memandang mencari petugas, dan di arahkah pake jari telunjuk yang samasekali tidak tepat presisinya harus kemana, “ Di Sana Mba…!”

Karena saking panik dan bingungnya, saya masuk ruang penjualan tiket melalui pintu samping. Beruntung ada bapak-bapak petugas yang mengantar saya menuju tempat penukaran tiket. Ternyata tempat penukaran tiketnya bukan ke loket, melainkan ke sebuah mesin seperti layaknya mesin ATM. Beruntungnya lagi ada petugas yang melayani, sehingga tidak perlu input kode booking kereta sendiri untuk cetak tiket.

Pada saat antri pencetakan tiket, saya tidak peduli lagi dengan berapa menit lagi waktu yang saya miliki. Tapi saya cukup lega karena antrian depan saya akan menaiki kereta yang sama dengan saya. Setidaknya kalau pun saya harus ketinggalan kereta, saya tidak sendiri. Entah kenapa, antrian depan saya yang booking untuk tiga tiket, kode bookingnya tidak ditemukan,sehingga harus bertanya dulu ke bagian customer service. Alhasil, antrian beralih ke saya. Kode booking saya juga tidak jelas terbaca, tetapi pada saat beli di salah satu agen tiket kereta, mba-mba petugasnya menulis ulang kode bookingnya dengan pulpen, sehingga tiket saya dengan cepat bisa tercetak.

Pas saya lirik jam, waktu sebenarnya sudah menunjukan pukul 11.35 WIB. Pengeras suara sudah menginformasikan kereta saya akan segera berangkat. Saya langsung lari menuju petugas pengecekan tiket dan memasuki jalur lintasan kereta Gaya Baru Malam lalu masuk kereta. Tidak peduli masuk gerbong berapa, yang penting masuk kereta dulu baru cari tempat duduk sesuai yang tercantum di tiket.

Benar saja, masih dalam kondisi nafas memburu habis lari ke sana kemari, sesaat baru saja saya duduk di bangku saya, kereta jalan. Saya tarik nafas lega sambil kipas-kipas, hffftttt panas!!!! Hampir saja saya ketinggalan kereta, dan agenda penelitian saya akan berantakan jika saya harus berganti moda ransportasi dengan bus.

Kejadian ini membuat saya senyum-senyum sendiri. Tegang-tegang kocak. Lain kali kalau mau melakukan perjalanan dengan moda apa pun, bis, kereta, kapal atau pesawat, pastikan satu jam sebelum keberangkatan sudah stand by di terminal, stasiun, pelabuhan, atau bandara dengan kondisi sudah memegang tiket keberangkatan di tangan sehingga kejadian seperti yang saya alami tidak akan terjadi.

Semoga bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun