13 tahun berdiri sebagai sebuah provinsi tidak berarti menjadikan Banten sebagai daerah yang merdeka. Banten, sebuah daerah yang paling gencar mengerahkan tenaga dan kekuatannya untuk mengusir lintah-lintah dari Negara lain kini justru harus merasakan hidup dibawah pimpinan para koruptor yang berkedok pemerintah, yang rata-rata masih memiliki darah keturunan Banten.
Banten kini ibarat rumah yang di topang olah tiang yang bobrok dan rapuh. Pemerintah yang diharapkan dapat menjadi tiang dan menjadi penopang bagi Provinsi Banten untuk mencapai kesejahteraan. Kini justru menjadi sosok yang mengahancurkan kesejahtearaan dan mengahancurkan harapan warga Banten yang tertumpu kepada mereka.
Belum lagi setelah politik dinasti di Banten menjadi sorotan. Apakah benar politik dinasti adalah penyebab terjadinya tindak pidana korupsi? Pada kenyataannya sebuah pemerintahan yang di dominasi oleh suatu kelompok memang lebih berpotensi dan rentan untuk melakukan tindak korupsi. Apalagi jika didominasi oleh suatu kelompok dalam ikatan keluarga. Bisa saja hal tersebut masuk kedalam kategori penyelewengan wewenang jabatan di kepemerintahan.
Namun sebenarnya politik dinasti bukanlah pokok masalahnya. Politik dinasti bias dan sah-sah saja dilakukan jika para pelaku politiknya bermoral dan berpotensi di dunia politik serta memiliki jiwa pemimpin. Moral lah yang menajadi pokok masalah di setiap kasus korupsi. Selain itu yang menjadi masalah lainnya adalh, apa tujuan para pendiri dinasti kepemerintahan atau kerajaan tersebut. Sudah tidak sehat jika mereka bertujuan menguasai seluruh jajaran kepemerintahan banten demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Para pelaku korupsi tersebut lupa jika sebenarnya Banten bukanlah milik 1 kelompok. Masih banyak masyarakat Banten yang harus di perhatikan kesejahteraannya. Bahkan setelah 13 tahun merdeka ini, kepemerintahan banten masih harus dipertanyakan. Sudahkah Banten dikatakan sejahtera jika pembangunan hanya dilakukan di beberapa titik saja? Di kota-kota di Provinsi Banten memang pembangunan terjadi dengan pesat, sedangkan orang-orang yang hidup di daerah pedesaan ataupun daerah pinggiran Provinisi Banten hidup dibawah baying-bayang kemiskinan.
Bisakah Banten dikatakan sejahtera jika dibalik kemewahan hidup pemerintahnya masih banyak anak-anak di bawah umur yang harus memperjuangkan pendidikan mereka dengan cara mencari uang sendiri demi bias terus melanjutkan pendidikan mereka?
Bisakah banten dikatakan sejahtera saat alam mereka di eksploitasi tanpa mereka bias mendapatkan hasil apa-apa? Kesenjangan social di daerah dan di kota Provinsi Banten sangat terlihat jelas
Lucunya lagi, mall-mall kini sudah menjamur di Provinsi Banten, kehidupan di Provinsi Banten sudah lebih Modern tapi keadaan bangunan-bangunan sekolah di daerah Banten masih harus dipertanyakan. Bahkan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang katanya merupakan satu-satunya universitas negeri di Provinsi Banten berdiri dengan banyaknya keterbatasan fasilitas yang seharusnya bisa menunjang kegiatan belajar mahasiswanya, baik akademik maupun non-akademik.
Orang-orang yang hidup di dalam kerajaan hidup bahagia sedangkan masyarakat yang hidup di luar tembok kerajaan hidup menderita dan hanya bias berharap hidup mereka bisa berubah dengan keadaan pemerintah mereka yang seperti sekarang ini. Seperti ada parit pembatas antara pemerintah di Banten dengan rakyatnya.
Memang aneh bagaimana bisa orang-orang kotor tersebut duduk sebagai pemimpin daerah. Minimnya pengetahuan masyarakat Banten tentang dunia politiklah penyebabnya. Mayoritas orang yang tinggal di daerah memilih atas dasar asal daerah si calon pemimpin. Karena mereka biasanya menganggap bahwa orang yang berasal dari daerah yang sama dengan mereka akan lebiha memperhatikan kesejahteraan daerah mereka terlebih dahulu. Padahal pada kenyataannya tidak begitu.
Dan mereka akan lebih memilih orang yang paling gencar melakukan kampanye ke tempat mereka apalagi jika kampanye tersebut di sertai dengan hiburan dan janji-janji manis para calon pemerintah. Minimnya pengetahuan mereka tentang dunia politik, kepemerintahan dan tindak korupsi inilah yang kemudian menjadikan hak suara mereka jadi sangat mudah untuk di beli.
Keadaan ini seharusnya bisa di perbaiki. Pemerintah bisa memberikan penyuluhan atau seminar politik tentang pemilihan umum atau pemilihan lainnya sebelum dimulai kegiatan memilih. Ataupun mereka bisa memperkuat pengetahuan tentang politik dan tindak pidana korupsi ddengan cara memasukannya kedalam kurikulum pendidikan sepert pada pelajaran atau mata kuliah pendidikan pancasila dan kewarganegaraam.
Namun pada kenyataannya oknum di pemerintahan malah membiarkan mereka hidup di dalam keminiman pengetahuan tentang dunia politik sehingga mereka mudah di bodohi. Hal tersebut menjadi keuntungan juga untuk oknum di dalam kepemerintahan yang memamg berniat menyalah gunakan kekuasaan dan wewenang mereka.
Apa bedanya keadaan ini dengan keadaan saat kita masih di jajah? Para penjajah dan koruptor sama-sama menggunakan kebodohan dan keminiman pengetahuan rakyat untuk mengeruk keuntungan untuk mereka sendiri. Para penjajah dan koruptor sama- sama perebut kesejahteraan rakyat.
Namun tidak semua masyarakat Banten memiliki pengetahuan yang minim untk hal-hal tersebut. Masih banyak yang peduli dengan urusan politik dan urusan kepemerintah terutama urusankorupsi di Banten. Tugas mereka lah untuk menyuarakan aspirasi rakyat Banten dan tetap berusaha membagi pengetahuan mereka kepada rakyat yang masih minim pengetahuannya.
Tugas kita sebagai generasi penerus jugalah untuk berusaha menghilangkan korupsi yang pelan tapi pasti sudah membudaya di Provinsi kita tercinta ini. Mengambil alih tongkat kepemerintahan dan berusaha membenahi dari jajaran terendah sampai jajaran tertingginya.
13 tahun juga menjadi usia keramat bagi Banten. Di usia ini akhirnya kasus korupsi yang sebenarnya telah lama menjadi perbincangan dikalangan warga dan mahasiswa Banten kini sudah terkuak di media. Dan beberapa ‘orang penting” di jajaran pemerintah BAnten pun di sebut-sebut terkait dengan kasus-kasus tersebut.
Kerajaan yang kokoh terlihat dari luar kini mulai kehilangan tiang-tiang penyangganya. Singgasana utama kerajaan kini di kosong, tak lagi terlihat wajah mulus sang ratu. Para pejabat kerajaan pun hidup dalam kekhawatiran. Sedangkan di luar tembok kerajaan yang di batasi parit, rakyat Banten bergembira
Semoga hal ini menjadi awal yang baik bagi seluruh warga Banten.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H