Secara administratif, Podokoyo termasuk dalam wilayah Kecamatan  Tosari, Kabupaten Pasuruan. Dengan ketinggian lebih dari 2.300 mdpl,  desa ini memiliki temperatur yang rendah dan tingkat kesuburan tanah  yang tinggi. Berbagai macam sayur-sayuran dan buah-buahan banyak  dibudidayakan oleh masyarakatnya. Tidak hanya itu, desa ini juga terdiri  dari latar belakang masyarakat yang beragam.
"Pada jaman dahulu kala di sebelah selatan Kabupaten  Pasuruan terdapat sebuah Pegunungan yang bernama Gunung Lejar, disitu  hiduplah sepasang suami istri yang bernama joko seger dan roro anteng  (cikal bakal Masyarakat Tengger). Setelah lama hidup berumah tangga  mereka belum dikaruniai anak sehingga keduanya bertapa di Gunung Lejar  memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk diberikan keturunan. Berkat  kerja keras dan doa mereka akhirnya Tuhan Yang Maha Esa mengabulkannya  dengan memberikan 25 anak .
Itulah kisah singkat adanya Suku Tengger, pada suatu hari Joko  Seger berjalan-jalan di suatu bukit, ia menemukan sebuah tumbuh-tumbuhan  yang aneh karena mulai dari akar batang, daun dan bunganya berwarna  putih. Joko Seger memperhatikan tumbuhan tersebut kesemuanya sama "PADA"  dan kesemuanya sama "KAYA". Maka daerah tersebut diberi nama Padakaya  dalam Bahasa Tengger atau diartikan dalam bahasa jawa berarti Podokoyo."
(Sumber; http://kimrajawali.blogspot.co.id/2017/03/profil-desa-podokoyo.html)
Menurut penuturan Edi Priyanto, Kepala Desa Podokoyo, masyarakat  Podokoyo memiliki tiga agama yang berbeda. "Disini itu masyarakatnya  beragam. Ada yang beragama Hindu, Islam dan Kristen. Hindu sebesar 75%,  Islam 15% dan sisanya beragama Kristen," katanya.
Perbedaan tersebut merupakan hal yang lumrah dan sudah sekian lama  ada di Podokoyo. Namun begitu, perbedaan tersebut tidaklah menjadi  perpecahan atau konflik di desa. Masyarakat memiliki toleransi yang  tinggi akan perbedaan agama yang ada. Hal tersebut dapat dilihat dari  kebiasaan menghadiri undangan acara atau ritual dari pemeluk agama lain.
Menurut Edi, pemersatu perbedaan tersebut ialah latar belakang sosial  masyarakat yang berasal dari Suku Tengger. Hampir 97% masyarakat  merupakan keturunan Suku Tengger, selebihnya ialah pendatang yang  menetap di Podokoyo. "Suku Tengger dan sejarahnya adalah hal yang dijaga  dan terus dilestarikan disini. Kami semua tau bahwa kebiasaan,  kebudayaan dan ritual yang dimiliki oleh Suku Tengger harus dan pasti  dilepaskan dari perbedaan agama. Karenanya, desa kami selalu aman dan  nyaman," terangnya.
Karena toleransi dan kerukunan umat antar-agama yang tinggi,  Pemerintah Kabupaten Pasuruan memasukkan Podokoyo sebagai salah satu  nominator kategori bidang pembinaan kerukunan antar umat beragama dalam  Event Anugerah Bangkit Desaku 2017. Hal yang memang seharusnya dilakukan  dan diberikan kepada Podokoyo. "Jadi kemarin kita didatangi juri dari  Pemkab untuk kategori bidang pembinaan kerukunan umat beragama. Ya  memang seharusnya begitu, karena sejak kecil disini, saya tidak pernah  merasakan atau mengetahui ada konflik karena perbedaan tersebut  (agama)," ungkap Witono, tokoh penggerak pemuda sekaligus Ketua Kelompok  Informasi Masyarakat (KIM) Podokoyo.
Dengan udara yang dingin dan jauh dari bisingnya keramaian kehidupan  kota, Podokoyo memiliki banyak hal untuk diceriterakan. Pun begitu,  ramahnya masyarakat Tengger dan tingginya toleransi antar umat beragama  membuat desa ini kian nyaman dan tenteram. Barangkali istilah yang  paling tepat untuk menggambarkan Podokoyo ialah teduh nan meneduhkan.  Benar, teduh nan meneduhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H