Berberapa hari yang lalu Presiden Trump menyatakan perencanaannya dalam memotong dana cabang-cabang pemerintahan untuk disalurkan kedalam militer Amerika Serikat sebesar 56 Milyar USD. Salah satu cabang yang akan paling terkena dampaknya adalah Kementrian Luar Negeri Amerika Serikat atau state department. Langkah ini banyak dikritisi dan diindikasikan sebagai langkah awal dalam peningkatan agresi militer Amerika Serikat di dunia. Dalam pidatonya sendiri Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat harus mulai memenangkan perang lagi dan ini bisa dicapai dengan meningkatkan dana militer. Namun perencanaan ini dianggap sangat gegabah bahkan bagi pihak militer tersendiri. Pertama karena dana militer Amerika Serikat adalah yang terbesar di dunia, sebesar 600 Milyar USD melebihi China yang penduduknya jauh diatas Amerika Serikat. Ini dianggap cukup wajar karena Amerika Serikat merupakan hegemony dunia yang juga membantu militer berberapa negara seperti Jepang dan Korea Selatan, akan tetapi dana ini sudah sangat besar dan melebihi kebutuhan militer. Kedua karena selama ini Amerika Serikat kalah perang bukan akibat kurangnya dana, namun karena kurangnya strategi serta kompromi antar politisi untuk mendengarkan ahli-ahli perang serta ahli budaya negara-negara yang diajak berperang. Irak adalah salah satu contoh yang menunjukkan bagaimana Amerika Serikat sangat gegabah dalam menilik operasi militer dan ini berlaku di negara-negara mayoritas Islam lainnya yang menjadi target Amerika Seriktat.Â
Upaya pemotongan dana Kemenlu juga cukup mengkhawatirkan bagi seluruh negara di dunia termasuk penduduk Indonesia, ditambah karena Trump disetir oleh orang-orang yang anti globalisasi, anti kerjasama dan anti perdamaian seperti Steve Bannon dan keluarga Mercer. Kemenlu adalah satu-satunya cabang dipemerintah manapun yang memiliki kapasitas untuk diplomasi. Bagi yang belum tahu, diplomas merupakan metode penunda, pencegah maupun penghentian perang. Diplomasi dan pembangunan relasi antar negara meeupakan elemen penting mengapa masa ini merupakan periode paling damai dalam sejarah manusia. Amerika Serikat memegang tonggak penting dalam menjaga kerjasama dan perdamaian yang dimiliki dunia. Namun akhir-akhir ini dengan masuknya partai Republic yang mendukung Trump memiliki sejarah yang selalu enggan menjalin kerjasama damai antar negara dan gemar sekali mendorong perang, perdamaian dunia kian terancam. Partai konservatif atau partai Republik ini di backing oleh perusahaan minyak dan industri militer serta persenjataan, sehingga tidak heran selama ini mereka sangat tidak suka dengan upaya diplomatis Presiden Obama seperti menjalin hubungan damai dengan Iran misalnya dan melalu Presideni Bush mendorong berbagai perang di Timur Tengah. Dengan Trump mereka menggandeng agenda nasionalisme serta medukung Zionisme Israel, karena sampe saat ini penyumbang dana terbesar partai Republik adalah Sheldon Adelson (pemilik Marina Bay Sands) yang merupakan seorang zionist yang mendorong penjajahan Israel di Palestina.Â
Saya sangat khawatir ketika berberapa hari lalu Amerika Serikat menghebuskan isu bahwa mereka ingin keluar dari UN Human Rights Council (Badan HAM PBB) karena badan tersebut mengecam keras penjajahan Israel terhadap masyarakat Palestina. Ini merupakan satu dari berbagai indikasi bahwa Amerika Serikat akan mulai mengisolasikan dirinya dari seluruh dunia selain perencanaan dalam mengurangi dana Kemenlu. Selain itu langkah ini juga akan menandakan bahwa Amerika Serikat akan mampu melakukan kejahatan kemanusiaan karena mereka sudah tidak lagi mengabdi pada HAM dan tidak lagi mendapatkan pengawasan ketat dari badan PBB. Administrasi Trump telah berkali-kali menunjukkan kebenciannya terhadap institusi internasional, pemerintahan dan elemen-elemen asing yang dianggap menggerus keuangan rakyat, karena sebagai negara hegemony, Amerika Serikat memang banyak menyumbang kepada negara-negara lain termasuk Indonesia serta institusi Internasional seperti badan-badan PBB, namun sumbangan ini mencakup 50 Milyar USD, namun ini cukup kecil dibandingkan dana Militer dan juga manfaat yang dibawakannya. Seperti mitos-mitos sumbangan Inggris ke EU (European Union) Â yang akhirnya menghasilkan Brexit, pendukung Trump dan partai Republic menyalahkan semuanya pada negara asing yang berusaha mensedot dana yang dimiliki Amerika Serikat. Disatu sisi nasionalisme Trump ini seperti Prabowo dulu, namun ini jauh lebih parah dengan pandangan yang cukup mengkhawatirkan.Â
Sebenarnya indikasi Trump untuk mengisolasikan Amerika Serikat terhadap dunia sudah terlihat awal, ketika beliau mengkritisi NATO dan bagaimana negara lain tidak mau membayar dan bekerja sesuai porsi yang seharusnya. Namun saat itu tidak banyak yang menanggapi secara serius dan tidak banyak yang yakin Trump akan menang, kini seluruh pemimpin negara Barat terutama yang berada di Eropa Barat mulai khawatir terutama juga karena kedekatan Trump dengan Putin yang dianggap sebagai ancaman besar untuk EU. Putin telah lama memendam keinginan menghancurkan negara barat, demokrasi dan juga globalisasi dan skandal Trump dengan Russia yang kian berkembang, mengindikasikan hal ini bisa tercapai. Ditambah lagi karena Trump didukung oleh Keluarga Mercers yang saya telah sebutkan, yang terkenal akan kemampuan Big Data dan kapasitasnya dalam menggunakan teknologi dan media dalam memanipulasi persepsi masyarakat. Keluarga Mercer juga dicurigai berada dibelakang Brexit dan jatuhnya Eropa pada kelompok politik konservatif yang sangat anti Islam, anti penduduk asing dan nasionalisme yang tinggi.Â
Kekhawatiran saya adalah ketika negara-negara pemimpin seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat menjadi terlalu nasionalis, maka dunia akan kembali pada masa perang dunia dan masa Partai Nazi. Trump sudah sering disamakan dengan Hitler dan Steve Bannon yang didukung oleh keluarga Mercer serta kelompok konservatif memiliki agenda yang sering diejek sebagai  Syariah Yahudi-Nasrani. Ini bukan konspirasi, TAPI FAKTA yang diindikasikan semakin kuat ketika Bannon menyusun perintah eksekutif yang disetujui oleh Trump mengenai pelarangan masuknya penduduk dari tujuh negara mayoritas Islam. Selain itu Trump juga merupakan corong kuat untuk membawakan kepentingan Netanyahu dan Israel di Palestina yang ditandai dengan dukungan perpindahan kedutaan Amerika Serikat untuk Israel ke Jerusalem yang akan memicu konflik besar di Palestina.  Selain itu Trump juga mengecam keras masuknya pengungsi dari Timur Tengah ke Amerika Serikat, upaya yang didorong Obama serta partai Democrat namun selalu dihadang oleh partai Republic. Perseteruan yang sudah membuat negara seperti Australia tidak senang karena Obama sudah berjanji membantu Australia dalam menampung pengungsi, tapi bagi Trump, membuat kesal pemimpin negara-negara di dunia di bulan pertama menjabat sudah hal yang biasa. Kita tidak tahu bagaimana tindakan Trump dalam membawa Amerika Serikat selanjutnya, namun saya sarankan agar kita semua siap-siap. Bagi Jokowi dan teman-teman yang bekerja di badan-badan milik Amerika Serikat maupun badan yang menerima bantuan dari Amerika Serikat perhatikan bunyi gendrang perang ini sebelum terlambat.             Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H