Mohon tunggu...
Avanti DM
Avanti DM Mohon Tunggu... Guru - bukan siapa tak punya apa

tak ada yang lebih menakutkan dari mempertahankan hidup

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ngumbahi

29 Mei 2021   07:47 Diperbarui: 29 Mei 2021   08:08 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengingat kemajuan dalam bidang percucian pakaian. Laundry bertebaran. Dulu namanya buruh cuci pakaian, setiap bulan bayarannya, tambah detergent brand terkenal di jamannya. Sekarang, ganti nama, ganti pula teknik pembiayaannya. Dihitung kiloan, berbungkus pun. 

Yang menggunakan ART, dulu namanya babu, pembantu, sekarang asisten rumah tangga, biar nambah keren jadi Household Assistant, disingkat HA. jadi nggak malu-maluin kalau mudik ditanya, "Sekarang kerja apa?" Jawabnya kan enak, "HA, Household Assistant. " Yang bertanya cukup manggut-manggut. Entah ngerti atau bingung, ga tau juga sih, yang penting udah kena tuh kerennya. 

Nah, salah satu job desc HA ini adalah mencuci pakaian. Gak ada cerita nyuci pakaian pakai tangan tambah papan penggilesan, di halaman depan sambil berghibah. Atau di area MCK sembari antri mandi. Mungkin masih ada di daerah pinggiran, tapi tidak di area perumahan apalagi Pondok Indah. Lupakan adegan tadi.

Dengan segala modernisasi, sudah nggak zaman, orang memproduksi kain yang mudah luntur. Itu asumsi, faktanya, masih ada juga kain yang menggunakan pewarna yang mudah luntur. 

Cerita para HA dalam menunaikan tugas mencuci pakaian, sekarang tinggal cemplungin pakaian sesuai kapasitas mesin cuci, pencet tombol ini itu, tunggu sejam, sudah bersih tinggal jemur. Urusan cemplung ini berbuntut panjang, manakala sang HA tidak aware, jenis kain yang mudah luntur, karena itu tadi, nggak familiar sama kain yang produksinya kurang sejalan sama modernitas. 

Mau warna apa aja cemplungin jadi satu, kasih detergent, giling. Pas di buka, ulalaaaa... Semburat ala tie dye dah itu satu gilingan. Yang coklat ya jadi coklat kebiruan, yang merah ya merah kebiruan, taunya di salah satu saku ada uang lima ribuan, ikut berubah warna dia jadi kebiruan, sayangnya tetep lima ribu, nol nya nggak ikut nambah biar kata tu warna ikutan berubah.

Memilah pakaian berwarna dan tidak adalah cara saya dalam mencuci, sebagai bentuk kehati-hatian kelunturan. Apalagi kain dengan nilai seni meski tak seberapa. Seperti kain songket palembang, batik jogja, batik bali, tenun lombok, tenun troso, kain sejenis ini selain dipisahkan, juga pencuciannya tidak menggunakan detergen tapi menggunakan lerak. Dikucek pelan, tidak disikat, dibanting-banting apalagi diinjak-injak. Tidak dijemur langsung kena sinar matahari, tapi dianginkan untuk menjaga warna. Agak repot sih tapi sepadan dengan hasilnya. 

Cara saya ini didapat dari bibinya nenek buyut saya. Meski beliau berambut putih berjalan dengan tongkat, tapi ingatan, penglihatan, pendengaran masih tajam. Saya suka menunggui beliau mencuci kain batik tulis karya beliau sendiri, saat berusia 5 tahunan. Dan terbukti warna kain tetap cemerlang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun