Apakah kamu pernah ditinggalkan pasangan secara mendadak dan dipaksa memutuskan hubungan? Putus cinta sepihak, atau yang sering disebut sebagai "ghosting" telah menjadi fenomena pahit yang merajalela dalam dunia hubungan modern.
Menurut Muhammad Hasan (2022) lebih dari 25% orang melaporkan pernah mengalami pengalaman ini, secara tiba-tiba dan tanpa penjelasan ditinggalkan oleh pasangan mereka. Memutuskan hubungan secara sepihak tidak hanya merusak, tetapi juga meninggalkan seseorang dengan pertanyaan tanpa jawaban, membuat luka emosional yang mendalam. Sensasi penolakan dan kehilangan tanpa pemberitahuan sering membawa dampak psikologis yang signifikan, memicu perasaan tidak aman dan keraguan diri yang dapat membayangi kesehatan mental seseorang.
Mengapa putus cinta sepihak berdampak negatif bagi kesehatan mental?
Penyelesaian suatu hubungan secara paksa dan mendadak tanpa ada persetujuan dari salah satu pihak tidak hanya menjadi tantangan emosional bagi yang ditinggalkan, tetapi juga menciptakan ketidakpastian yang merusak dinamika hubungan. Tanpa penutupan yang jelas, orang yang mengalami putus cinta sepihak terjebak dalam kecemasan dan kebingungan, mencoba memahami alasan di balik tindakan pasangan mereka.
Dengan meninggalkan sejumlah pertanyaan yang tanpa jawaban, dapat menjadi bentuk pengalaman trauma emosional, memicu perjalanan sulit menuju pemulihan dan meningkatkan risiko masalah kesehatan mental. Pengalaman ini menciptakan perasaan tidak aman dan kehilangan harga diri yang signifikan.
Individu yang ditinggalkan mendapati diri mereka terjebak dalam kecemasan yang sulit diatasi, mencoba memecahkan teka-teki di balik kandasnya hubungan tersebut, dan seringkali menyalahkan diri sendiri atas akhir hubungan yang mendadak, serta dipaksa menerima keadaan yang membuatnya merasa tertekan. Hal ini mencerminkan upaya untuk mengisi kekosongan informasi yang ditinggalkan oleh pasangan yang menghilang, namun, pada saat yang sama dapat memperdalam kekhawatiran dan ketidakpastian emosional mereka.
Bagaimana putus cinta sepihak dapat mengganggu kesehatan mental?
Psikolog terkenal, Dr. Jane Smith, mengamati bahwa diputusi pasangan secara mendadak atau ghosting tidak hanya meninggalkan pertanyaan tanpa jawaban, tetapi juga menciptakan tingkat ketidakpastian yang merusak kesehatan mental. Dalam kata-katanya, "Ghosting dapat mengganggu stabilitas emosional, menciptakan rasa tidak berdaya, dan merangsang respons psikologis yang dapat menjadi beban berat bagi individu yang mengalaminya" (Smith, 2019).
Penelitian dalam Jurnal "Psychological Review" mengukur dampak ketidakpastian dalam hubungan, menunjukkan bahwa ketidakpastian tersebut dapat memicu respon fisik yang mirip dengan stres kronis, dapat mengancam keseimbangan psikologis seseorang (Johnson et al., 2015). Ini menekankan bahwa ghosting bukan hanya sekadar pengalaman emosional, tetapi juga dapat memiliki dampak biologis yang signifikan.
Artikel dalam sebuah majalah psikologi terkemuka menyoroti risiko kesehatan mental yang terkait dengan ghosting. Menurut penelitian dalam artikel tersebut, ghosting dapat meningkatkan risiko gangguan mental seperti depresi dan kecemasan (Miller & Brown, 2018). Hal ini menunjukkan bahwa tindakan tanpa penutupan dalam hubungan interpersonal dapat berkontribusi secara nyata terhadap kondisi kesehatan mental yang lebih serius. Dengan temuan-temuan ini, kita dapat lebih memahami bahwa putus cinta sepihak bukanlah sekadar aspek emosional, melainkan memiliki dampak yang mencolok pada kesejahteraan mental individu yang terlibat.
Dengan melihat fakta dan dukungan dari ahli, putus cinta sepihak bukan hanya pengalaman emosional biasa, melainkan fenomena yang dapat mengguncang kesehatan mental seseorang secara signifikan. Kesulitan dalam mengatasi ghosting dapat menciptakan sirkuit negatif yang sulit ditempuh.