MENGUAK PROBLEMATIKA KONSTITUSI YANG MARAK DIMEDIA SOSIAL
Membahas tentang problematika konstitusi yang marak dimedia sosial disini saya akan mengulas atau membahas tentang kebebasan pers yang terjadi pada era reformasi. Kebebasan pers disini sangat fundamental dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan di alam demokrasi saat ini tidak lepas dari negara kita Indonesia merupakan negara demokrasi. Kebebasan pers dimana kita diberi kebebasan dalam berpendapat untuk mengenai sesuatu apapun itu baik dimedia sosial atau secara langsung yang mana dalam berpendapat tersebut kita dilindungi dalam konstitusi tidak hanya di Indonesia tetapi hampir diseluruh negara. Dalam melakukan kebebasan pers atau berpendapat harus tetap menjaga kode etik jurnalistik agar tidak terjadi kesalahan dalam berpendapat. Ketika berkebebasan pers tersebut telah diikuti dengan tanggung jawab untuk menghormati hak-hak orang lain dengan serta melengkapi pemberitaan dengan fakta-fakta , data- data, dan bukti-bukti akurat. Mengapa demikian agar supaya tidak melanggar hak asasi manusia dan asas praduga tak bersalah bagi sumber berita. Contoh problematika konstitusi di era reforamsi antara lain yaitu kebebasan pers dan kriminalisasi pers. Pertama yaitu kebebasan pers disini mengulas kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara yaitu bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelanggaran, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin. Pers nasional berkewajiban memberikan informasi atau opini dengan tetap menghormati norma-norma agama dan kesusilaan masyarakat. Tetapi disini kebebasan pers dalam konstitusi dan undang-undang masih belum dapa dirasakan oleh insan pers sepenuhnya dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya. Kedua yaitu kriminalisasi pers yang dimana proses memperliatkan perilaku yang semula tidak dikategorikan sebagai peristiwa pindana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat, Adapun beberapa kasus kriminalisasi pers di era reformasi sebagai berikut.
1. Kriminalisasi The Jakarta Post
Pada tanggal 3 Juli 2014, harian the Jakarta post mengeluarkan atau menampilkan karikatur mengenai sekelompok isis/teroris yang dimana dalam logo karikatur tersebut terdapat kalimat syahadat. Setelah beberapa hari melakukan pengepotsan pimpinan the Jakarta post mendatangi dewan pers bertujuan untuk meminta maaf apa yang telah dilakukan oleh anggotanya dikarenakan banyaknya yang melakukan protes. Namun sejumlah organisasi massa islam melaporkan ke polisi dan ditetapka sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama. Dewan pers menyesali penuduhan itu karna kasus tersebut hanya melanggar kode etik jurnalistik dan sudah selesai permasalahannya. Dari hasil kajian the Jakarta post tidak bermaksud untuk menghina umat islam melalui karikatur tersebut. Melainkan mereka hanya ingin menyampaikan bahwa sekelompok isis adalah sebuah organiasasi yang keji dan menjadi musuh umat islam, pemerintah, dan negara-negara di seluruh dunia.
2. Kriminalisasi Kontributor Metro TV
Pada kasus ini dimana salah seorang bernama Upi Asmaradhana dilaporkan kepolisi oleh kapolda Sulawesi Selatan dan Barat. Dalam kasus ini Upi Asmaradhana dituduh memfitnah dan mencemarkan nama baik dari salah satu seorang pejabat di Sulawesi yaitu Sisno Adiwinoto dengan membuat tulisan yang mengandung penghinaan dimuka umum. Setelah diselidiki ternyata tuduhan tersebut tidak terbukti dan pengadilan Makasar membebaskan Upi Asmaradhana dari hukuman.
Adapun cara mengatasi kriminalisasi kebebasan pers ialah dengan peninjauan kembali undang-undang yang dianggap menghambat kebebaasan pers, penguatan kode etik jurnalistik yaitu dengan mendorong media untuk selalu mematuhi kode etik jurnalistik yang mana nantinya akan membantu mengurangi alasan untuk melakukan kriminalisasi, memberi perlindungan terhadap jurnalis yang mengalami intimidasi, ancaman atau kekerasan akibat pekerjaan mereka serta melindungi hak-hak jurnalis dengan memberikan rasa aman bagi mereka dalam bekerja. Menegaskan kembali kode etik jurnalistik kepada seluruh masyarakat dalam kebebasan berpendapat agar tidak terjadi kesalahan dan melanggar kode etik jurnalistik.
#pbsubuin2024
# pancasila24pbs2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H