"Baik anak-anak, sampai sini dulu pelajaran hari ini. Saya tutup, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Sontak 36 murid yang ada di dalam kelas tersebut menjawab salam dari Bu Nia. Hari ini hari jumat yang berarti sudah memasuki akhir pekan. Beberapa teman-teman berdiskusi tentang apa yang akan mereka lakukan di akhir pekan. Sedangkan aku, terdiam. Aku hanya berangan akan menghabiskan waktuku di rumah dengan membaca beberapa buku yang telah aku beli pekan lalu. Aku memutuskan untuk berpamitan pada Yara, teman sebangkuku dan mulai melangkahkan kaki keluar kelas.
Sepoi angin menyapa kulitku. Awan gelap terlihat di atas sana. Aku mulai melayangkan imajinasiku bagaimana jika hujan? Apakah aku akan kebasahan sampai rumah jika menerobosnya karena aku tidak membawa jas hujan? Tetapi tunggu. Ini bukan tentang hujan. Ini tentang kisahku dan teman-teman di kala hujan. Senang, susah, dan sedih selalu ada hujan yang menemani kita. Hujan di Malang dengan segala ceritanya.
Ketika butiran-butiran air perlahan jatuh ke bumi. Seiring berjalannya waktu mereka akan semakin cepat jatuh dan menimbulkan bunyi yang khas. Dengan bau tanah yang sangat ditunggu-tunggu oleh semua orang saat ini. Saat itu, aku menari-nari di bawahnya. Tanpa beban pikiran sebanyak saat ini. Senyum yang lepas selalu aku lemparkan. Berlarian kesana kemari mengejar teman-temanku yang juga menari di bawah hujan. Kalau aku bisa memutar waktu, aku ingin sekali kembali ke masa itu. Masa putih biruku.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H