Mohon tunggu...
Fitri Kusnayanti
Fitri Kusnayanti Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Ex-journalist (persma). Content writer and copywriter. Write articles with random and informative topics [K-pop and hallyu, woman empowerment, education, social and culture].

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dua Sisi Cancel Culture; Perlukah demi Menyelamatkan Moral Generasi Bangsa?

5 Januari 2024   16:00 Diperbarui: 5 Januari 2024   16:08 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cancel culture, sumber: freepik (cookie_studio)

Cancel culture atau budaya pembatalan kurang familiar di telinga masyarakat Indonesia. Istilah ini lebih populer di negara lain. Negara yang paling sering melakukan ini adalah Korea Selatan, sehingga wajar jika tidak semua orang Indonesia mengetahui makna dari cancel culture tersebut. Bahkan, menurut penelitian Altamira, fenomena cancel culture bisa dibilang baru di Indonesia. 

Berdasarkan Dictionary.com dalam jurnal Al-Irsyad Al-Nafs, cancel culture adalah sebuah praktik di media sosial dengan berusaha mengumpulkan dukungan untuk meng-cancel seseorang jika ia telah melakukan atau menyatakan sesuatu yang ofensif maupun tidak menyenangkan. 

Cancel culture juga dapat diartikan sebagai budaya atau tindakan sekelompok besar orang yang berhenti mendukung atau tidak lagi mengizinkan publik figur atau influencer yang melanggar norma untuk tampil di media.

Pelanggaran norma yang biasanya menjadi alasan cancel culture biasanya berupa narkoba, pembulian, kekerasan seksual, perselingkuhan, hingga rasisme.

Cancel culture terus berkembang seiring dengan perkembangan sosial media dan peningkatan jumlah penggunanya. Semakin banyak pengguna media sosial, maka semakin banyak bermunculan influencer atau publik figur dan bertambah pula jumlah penonton konten mereka di media sosial, mulai dari anak-anak hingga dewasa.

Ilustrasi bersosial media, sumber: unspash (Robin Worrall)
Ilustrasi bersosial media, sumber: unspash (Robin Worrall)

Cancel culture sebenarnya memiliki dua sisi, bagai pisau bermata dua. Fungsi Cancel culture salah satunya adalah menjadi kontrol media sosial, sehingga para penggunanya, terutama publik figur dan influencer menjadi lebih hati-hati. Mereka juga menjadi memiliki rasa takut untuk melakukan pelanggaran norma dan hukum atau bahkan memamerkannya di media sosial.

Budaya ini juga menjadi gambaran atau cerminan dari masyarakat yang semakin melek akan pentingnya menjaga moralitas masyarakat pengguna sosial media.

Di sisi lain, cancel culture juga memiliki efek buruk bagi publik figur yang tidak terbukti salah. Di Korea Selatan sendiri, sudah banyak idol dan aktor yang mengalami cancel culture padahal mereka tidak terbukti melakukannya. Misalnya, Kim Garam ex-Lee Serafim yang tersangkut skandal bullying dan aktor Jisoo yang terjerat kasus kekerasan.

Warganet buru-buru menghutan dan menghakimi, melakukan cancel culture sebelum pada akhirnya semua bukti muncul dan membuktikan keduanya tidak bersalah. Sayangnya, nasi sudah menjadi bubur. Baik Garam maupun Jisoo tidak selamat dari cancel culture. Mereka pun tak pernah lagi muncul di media dan karirnya meredup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun