Mulai dari Kekerasan hingga Kesehatan Mental Perempuan
Tanggal 8 Maret diperingati sebagai hari perempuan sedunia atau International Women Day (IWD). Peringatan ini merupakan wujud kesadaran akan kesetaraan perempuan yang perlu diperujuangankan.
Tak dipungkiri, dengan majunya zaman, masyarakat semakin peduli akan isu kesetaraan gender. Melalui sosial media, masyarakat bisa dengan mudah menyebarkan dan menerima informasi seputar isu-isu keperempuanan.
Munculnya influencer atau tokoh-tokoh wanita yang menginspirasi membuat semangat untuk menyuarakan mengenai isu kesetaraan gender semakin membara, misalnya Najwa Shihab, Cinta Laura, dan Maudi Ayunda.
Sayangnya, meskipun awareness sudah mulai terbentuk, slogan “Woman support woman” begitu semarak digaungkan, masalah mengenai kesetaraan gender dan kewanitaan masih bermunculan.
Masalah pertama yang masih terjadi adalah kekerasan terhadap perempuan. Budaya patriarki menjadi salah satu penyebab utama dalam masalah ini.
Patriarki menurut Wikipedia merupakan sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi.
Hal ini seolah menggambarkan laki-laki memiliki kedudukan lebih tinggi dari perempuan. Budaya patriarki ini dapat menjadi penyebab utama kekerasan pada wanita baik fisik, emosional, psikologis, verbal, ekonomi, serta menyebabkan intimidasi dan ancaman pada perempuan (You, 2019).
Dikutip dari Tempo.com, “Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat ada kenaikan 49 pengaduan kasus kekerasan berbasis gender (KBG) dari 2021 ke 2022.”
Selain budaya patriarki, penyebab kekerasan terhadap perempuan adalah rendahnya kesadaran hukum, kemiskinan, dan pernikahan dini (Sulaeman, 2022).