Mohon tunggu...
Muhammad Autad An Nasher
Muhammad Autad An Nasher Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang pembelajar yang tengah menikmati kejombloannya dengan cara menulis. Karena baginya, janganlah menulis bila takut salah. Takutlah sama Tuhan. Doanya setiap hari: "Ya Allah, kulo mboten ngertos urip kulo bade ngopo. sing penting kulo nulis. sebab kulo mboetn anak e pejabat lan kiai." .\r\n\r\nTumblr: http://autad.tumblr.com/ http://ngautad.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Belajar dari Anas Urbaningrum

13 Januari 2014   13:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:52 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini sebenarnya sudah rampung dua hari yang lalu (Sabtu/11/1), akan tetapi baru sempet saya post sekarang. Walaupun tidak masuk aktual, akan tetapi, semoga bermanfaat..hehe

Seperti yang sudah tersebar di media. Kasus Anas Urbaningrum makin hari kian memanas. Dari loyalis Anas dan juga anggapan Anas sendiri kalau kasusnya itu sarat dengan intervensi kekuasaan. Fakta ini dipertegas darinya karena adanya serangkaian-serangkaian peristiwa. Mulai dari bocornya spindik, adanya pakta integritas di tubuh Partai Demokrat, dan kasus Anas sendiri yang sudah satu tahun itu baru dilakukan penahanan oleh KPK. Dari sini, muncul beragam tafsir ditengah masyarakat. Menjadi Abu-abu.

Apalagi sebagaimana kita lihat kemarin, orasi Anas setelah diperiksa oleh KPK selama 5 jam. Di mana Anas seakan “melawan” kekuasaan sekarang ini, siapa lagi kalau bukan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hal ini ditegaskan sendiri dari ucapan Anas yang selalu bermuatan politis. “Di atas semua itu, Saya ucapkan terimakasih kepada Bapak SBY. Semoga hal ini mempunyai arti dan pembelajaran kita semua. Dan juga, terimakasih ini merupakan kado bagi saya di tahun baru ini, 2014”. Kurang lebih seperti itu.

Ucapan terimakasih oleh Anas kepada SBY tengah mengisyaratkan kalau ucapan terimakasih Anas ini bukan sembarang ucapan. Kalau dalam bahasa orang jawa, ucapan Anas tersebut “nyelekit”. Sepertinya memuji, tetapi mengejek. Ngece. Anas terlihat sangat cerdik dalam memilih kosa kata. Dalam kajian pesantren, kalimat yang diucapkan oleh Anas dalam studi balaghah, disebut dengan badi’ dzam syibhu madh (mengejek yang menyerupai memuji). Di sinilah kekuatan bahasa yang digunakan oleh Anas. Metafora hiperbolis, kalau dalam studi linguistik bahasa Indonesianya. (kalau nggak salah, hehehe)

Anas, politisi muda, yang dulunya pernah bergabung, ikut urun rembug bareng di Partai Demokrat, sekarang karirnya dijegal. Perseteruan ini bagaikan menonton film kartun Tom & Jerry. Anak kecil (Jerry), berani-beraninya melawan Tom (orang besar). Anak kecil ini, walaupun dia kecil, masih muda, tapi otaknya lihai dan licin. Sehingga seringkali membuat orang besar kewalahan, sering dibuat kerepotan menghadapinya. Bahkan orang besar itu sering dibuat emosi dan tak jarang dibuat gentar dengan sikap anak kecil yang cerdik itu.

Akan tetapi, yang jelas, di dalam film kartun tersebut, Tom (orang besar) sering kali kalah dengan Jerry. Hal ini sengaja dibuat oleh sutradaranya seperti itu. Walaupun kecil, tapi sering membuat orang gentar. Kalau dalam bahasa filsafat ada semacam will to power. Walaupun Anas yang datang di Demokrat yang tidak apa-apa, sebagai orang biasa dengan bekal karir dan jenjang organisasi sewaktu di HMI, tetapi perilakunya itu bukan biasa.

Seperti yang kita tahu, mulai dari Anas di lorot dari Ketua Umum Partai Demokrat, kemudian terpaut beberapa bulan, Anas mencoba tetap eksis di dunia politik dengan membuat ormas PPI (Perhimpunan Pergerakan Indonesia), yang kata Anas, PPI ini hanya ormas kecil-kecilan, seperti diangkrukan. Tempat berkumpul, njagong-njagong oleh orang-orang yang masih peduli dengan Indonesia.  Walupun begitu, PPI ini sekarang menjadi organisasi yang “namanya besar”, bukan ormasnya yang besar, dalam arti orangnya banyak seperti ormas NU-Muhamadiyah.

Sebab apa? Pada hemat saya, karena PPI itu melawan orang besar. Siapa lagi kalau bukan SBY dan partainya. Jamak kita sudah tahu, orang-orang yang ada di PPI ini bukan orang baru di dunia politik, bahkan rata-rata malah jebolan dari Demokrat. Ada apa dengan Demokrat? Itu yang menjadi pertanyaan. Tokoh-tokohnya kok malah pada hengkang. Atau bahkan tokoh-tokohnya itu sakit hati, tidak dapat bagian, dan atau malah loyalitasnya sudah tidak lagi dibutuhkan. Itu pertanyaan mendasarnya. Gede Pasek, Tri Diyanto, dan lain-lain, diantara nama yang dulu pernah berjuang di partai berlambang mercy tersebut.

Belajar Kepada Anas

Walaupun belum pernah bertemu dengan Anas secara tatap muka, akan tetapi dari beberapa sorot media mengenai track reccord dan banyak pengakuan oleh para kolega dan keluarganya. Kalau Anas orangnya pendiam, cerdas, dan ramah kepada siapapun. Di sini saya tidak melihat Anas dari kacamata apakah dia memang benar-benar melakukan korupsi. Saya tidak ingin membahas itu karena sudah lah itu yang mengurusi KPK.

Akan tetapi, saya ingin menilai dari sikap dan kepribadian Anas itu sendiri. Bagaimana dia belajar beretorika, menuangkan gagasan, dan berhati-hati dalam bersikap. Sangat terlihat dia adalah seorang politikus ulung. Bila kita bandingkan dengan politisi lain yang “oplosan” dan produk instan, sangat jauh berbeda. Anas sepertinya sudah matang dalam berpolitik. Cuma, memang ini ujian yang harus dijalankan oleh Anas, sebagaimana yang dikatakan oleh teman-temannya yang berada di PPI.

Pelajaran yang saya dapatkan dari Anas. Setiap perkataannya menjadi emas. Yang dicari oleh banyak orang. Memanh, orang pendiam cenderung begitu. Ketika berkata, selalu ditunggu-tunggu oleh banyak orang. Berbeda dengan orang yang “ember”. Pepatah mengatakan, ‘diam itu emas’. Kalau tidak tahu sebaiknya diam. Pelajaran ini sebaiknya kita terapkan dalam kehidupan kita. Kalau kita memang tidak tahu dengan permasalahan orang lain, sebaiknya kita diam, dan tidak usah ikut campur. Biarlah orang itu sendiri yang menyelesaikannya.

Toh, ketika ada orang lain yang terkena masalah, kemudian apa yang kita tahu hanya setengah-setengah akan tetapi mulut kita ember, seakan-akan tahu, sok tahu, bahkan tidak mengetahui duduk permasalahannya, hal itu malah yang bisa menjadikan fitnah. Sehingga  menjadi polemik di tengah kehidupan kita.

Sekali lagi, dalam tulisan saya ini, saya mencoba belajar kepada siapapun, entah itu bajingan, kiai, pejabat, bagaimana cara dia bersikap kepada orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun