Kegiatan menulis yang sering kita lakukan, sangat mustahil kalau bisa kelar tanpa adanya sebuah ide. Ya, ide adalah hal utama untuk merangkai sebuah tulisan, betul tidak? Tak jarang ketika seseorang sudah masa deadline (untuk menumpuk tulisan ke awak redaksi), fatalnya jika  ide juga belum kunjung datang, deadline pun akhirnya molor. Kayak karet. yang sering molor-modot..mhehe Hal ini pernah saya alami ketika saya menjabat sebagai Pimpinan redaksi (pimred) di sebuah majalah kampus di Semarang. Waktu itu, tema dan job untuk seluruh awak redaksi sudah ditentukan. Ada yang wawancara (liputan), ada yang menulis artikel utama, puisi, cerpen, resensi, dan lain-lain. Setiap awak redaksi sudah tahu mengenai tulisan apa yang nanti akan digarap. Akan tetapi, sudah menjadi kebiasaan, penyakit lama, seorang yang sudah diberi job desk tetapi tidak tepat waktu dalam mengumpulkan tulisan. Nah, ini nih.. alamat kalau orang tersebut tidak mempunyai tanggung jawab dan kesungguhan. Pasti banyak alasan. Pada akhirnya, dampak dari kemoloran itu begitu signifikan, jadwal terbit pun terunda, ikut-ikutan molor. Kalau pun mengejar jadwal tayang, pasti tidak maksimal. Karena orang yang ngerjain majalah/penggarapan, pasti orang-orangnya itu-itu saja. Di manapun LPM (Lembaga Pres Mahasiswa), pasti mengalami hal serupa. Memang, alasan orang yang molor ini sangat klasik. Dan sangat-sangat klasik (saya taukidi biar mantep..hehe). "Maaf, lagi nggak ada ide mas.. Maaf mas, tugas kuliah lagi berjibun nih.. Terus kapan?"tanyaku. "minggu depan ya mas.. "jawabnya simpel. Selalu ada saja kata bunuh diri; Ma'af. Ini dan itu. Hal itu terkadang membuat saya dongkol. Kudune dadi pimred kui ususe pancen dowo" (menjadi seorang pimred itu harus mempunyai usus yang panjang).hehe. Karena memang tugas kita untuk kuliah tidaklah disuruh untuk membuat majalah. Tapi skripsi, iya nggak?hehe. Berhubung, jabatan pimred ini adalah amanah, mau tidak mau harus aku selesaikan. Sudah menjadi tanggung jawab. Oleh sebab itu, di dalam sebuah organisasi pres, lebih khususnya yang tergabung dalam Lembaga Pres Mahasiswa (LPM), dia harus siap menerima resiko. Apapun itu. Harus kompak! Karena kalau kita berjalan sendiri-sendiri, tidak kompak, maka hasil terbitan pun akan parah. Fatal. Kalau sudah begitu, yang bertanggung jawab tak lain adalah Pimpinan redaksi (lagi). Sudah berulang kali saya menuai kritik dari hasil cetak majalah. Sudah berulang kali saya dijatuh bangunkan dalam menggarap sebuah majalah. Apapun itu semua, kalau tidak dinikmati, dan tidak dijalani dengan enjoy, bisa stres. dan kena gangguan jantung, dan timbul jerawat di jidat..hehehe Banyaknya kritikan, adalah awal dari proses untuk intropeksi diri. Nah, ketika disaat saya mendapatkan banyak kritik. akhirnya saya sadar dan mau membenahi kesalahan saya selama ini. Karena life must go on. Dan pada waktu itu saya mendapatkan pesan singkat (sms) dari senior saya, yang berbunyi. "Apapun yang terjadi, jangan sampai kamu menyerah oleh keadaan, justru hal itu yang dapat memacu semangatmu untuk berubah, berevolusi". Dan akhirnya pun, kritikan dan masukan dari teman-teman redaksi, saya jawab dengan sebuah prestasi. Majalah yang saya pegang (pada waktu itu), mendapatkan dua nominasi. Yang pertama gold winner (best magazine kategori regional jawa), dan kedua silver winner (best magazine kategori regional jawa). Akhirnya, saya berucap syukur. Alhamdulillah.. [caption id="attachment_292441" align="aligncenter" width="576" caption="Bersama teman saya, Zulfa, sedang memegang piala dan bingkai penghargaan oleh Serikat Perusahaan Pres (SPS)"][/caption] Selamat sore. Terus berkarya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H