Mohon tunggu...
Ausof Ali
Ausof Ali Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Sejarah-Universitas Indonesia, anggota Pandu Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keadaan Islam dalam Perang Dunia I

8 Mei 2012   07:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:33 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada awal abad 20, negara-negara di EropaI mengalami perkembangan dalam bidang teknologi industri dan militer. Menyadari hal itu, Ottoman atas perintah Khalifah Ahmad III (1703-1730) mendatangkan ahli militer dari Eropa untuk pembaharuan militer dalam kerajaan, contohnya pada tahun 1717 M, seorang perwira Prancis, De Rochefort, yang mengembangkan korp Artileri dan mendalami ilmu militer modern. Lalu pada tahun 1729 M Ottoman mendatangkan comte de Bonneval, yang mengajarkan cara menggunnakan meriam.

Islam yang saat itu berada dibawah kekuasaan Kekhalifahan Turki Usmani merupakan kekuatan yang cukup besar pada saat PD 1, meskipun berada dalam kemunduran setelah bertahan selama ratusan tahun namun kuantitas militer yang dimiliki Turki Utsmani  bisa dibilang cukup besar. Dengan pasukan ‘Royal Jannisery’ yang terkenal handal dan kuat Turki Utsmani merupakan kekuatan yang cukup disegani.

Turki Utsmani terlibat dalam PD I atas bujukan Jerman yang khawatir Turki Utsmani akan bergabung dengan blok sekutu. Turki yang kebetulan memiliki hubungan yang kurang baik dengan salah satu anggota blok sekutu, Rusia, karena Perjanjian San Stefano dan Perjanjian Berlin akhirnya bergabung dengan  Poros Utama Jerman, Austro- Hungaria, Bulgaria.

Setelah perang dunia I berakhir  dengan kekalahan blok Jerman, Autro-Hungaria, Bulgaaria, Ottoamn, akhirnya berakhir pulalah sistem pemerintahan Islam yang menggunakan kekhalifahan. Negara-negara yang tadinya bergabung dengan Ottoman akhirnya mendirikan Nasional sendiri karena taktik Lawrene of Arabia dari Inggris, menyebabkan Nasional menjadi lebih dipentingkan dibanding agama. Sebut saja Tunisia, Aljazir, dan Syiria di timur tengah atau Pakistan, Afganisthan, Palestina di Asia. Semua terpecah menjadi negara-negara kecil sendiri. Turki sendiri kemudian menjadi sebuah negara sekuler dibawah pemerintahan Mustafa Kemal Attaturk, Turki Modern.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun