Perjalananini dimulai kira-kira 2 tahun yang lalu ketika saya mendapatkan informasi dari seorang kakak kelas, bahwa daerah Belitung Timur sedang membutuhkan dokter PTT. Kakak kelas saya ini kemudian menyarankan saya untuk menanyakan masalah ini lebih lanjut langsung kepada direktur RSUD Belitung Timur waktu itu. Ketika menghubungi beliau, niatan saya untuk mendaftar PTT di RSUD Belitung Timur disambut baik. Hanya saja ternyata waktu itu lowongan dokter PTT telah terisi penuh. Namun beliau menyatakan apabila nanti ada lowongan dokter PTT, beliau akan dengan senang hati menerima saya di RSUD tersebut.
Sembilan bulan yang lalu, saya kembali menghubungi direktur RSUD Belitung Timur untuk menanyakan apakah ada lowongan dokter PTT di RSUD Belitung Tmur (Beltim) dan ternyata ada. Jadi beliau meminta saya untuk mengirimkan surat lamaran beserat CV dan kelengkapannya. Saya pun mengirimkan surat-surat tersebut ke RSUD Beltim. Kabar yang saya tunggu mengenai kepastian diterima atau tidaknya saya sebagai seorang dokter PTT di RSUD Beltim tak kunjung datang meski sudah menjelang akhir bulan. Pihak RSUD Beltim memberitahukan bahwa saya pasti akan diterima, hanya saja masih menunggu turunnya SK dari Bupati. Jadi saya pun kembali menunggu. Ketidak jelasan ini membuat saya tidak bisa menerima tawaran lain karena khawatir jika saya menerima tawaran lain, nanti bagaimana saya harus bertanggung jawab terhadap keduanya.
Setelah lewat tanggal 1 oktober, saya sudah mulai pesimis bahwa saya diterima di rumah sakit tersebut. Karena menurut informasi, SK selalu diturunkan per tanggal satu, sedangkan bahkan menginjak hari ketujuh pun masih belum ada kabar mengenai turunnya SK ini. Kemudia via FB saya mengirimkan pesan kepada direktur RSUD Beltim, kurang lebih bertanya mengenai kepastian penerimaan saya. Beliau menjawab, pasti diterima hanya tinggal menunggu SK. Kemudian saya bertanya mengenai akomodasi disana, apakah ADA rumah dinas ataukan saya harus mencari tempat sendiri. Beliau menjawab ada rumah dinas beserta kelengkapannya, jadi saya tidak perlu mencari tempat sendiri. Saya bersyukur karena ternyata saya tidak perlu mencari tempat lagi karena terus terang saya akan bingung setengah mati kemana saya harus mencari, sedangkan daerah yang bernama Beltim ini baru saya dengar namanya.
11 oktober saya menerima kabar bahwa saya diterima menjadi dokter PTT di RSUD Beltim dan karena SK pertanggal 1 oktober, maka dalam minggu itu juga saya harus sudah bekerja di RSUD Beltim. Saya sempat protes dengan pemberitahuan yang begitu mendadak. Maklum saja agak sulit mencari tiket pesawat ke Belitung karena hanya ada 2 penerbangan, belum lagi kondisi keuangan saya waktu itu benar-benar mengenaskan. Tetapi akhirnya, mau tidak mau saya berangkat juga ke Belitung dan alhamdulillah mendapatkan tiket pesawat dengan harga yang tidak terlalu mahal.
Sesampainya di Belitung, panasnya siang hari langsung menyengat, untungnya saya di jemput oleh salah satu karyawan RSUD Beltim, karena dari bandara sampai ke RSUD membutuhkan waktu sekitar 1-1,5 jam. Bapak yang menjemput saya ini dengan baik hati mengantarkan saya berkeliling kota Manggar dan juga mentraktir saya makan sebelum beliau mengantarkan saya ke RSUD Beltim.
Sesampai nya di RS, saya kemudian dipertemukan dengan seorang sejawat PTT lainnya sebut saja VE. Dia menyambut saya dengan ramah dan kemudian mengantarkan saya ke rumah dinas. Sesampainya di Rumah Dinas, dia berkata kepada saya “karena lu datangbelakangan, jadi lu tidurnya di depan TV, soalnya yang si L (sejawat PTT juga) udah request untuk sekamar sendiri dan MJ (sejawat juga) juga tidak mau berbagi kamar, sedang rumah sebelah sudah penuh.. jadi lu ngga punya pilihan lain”. Karena saya tidak bisa tidur di depan TV alias ruang terbuka jadi saya menghubungi bagian kepegawaian dan mempertanyakan soal ini. Saya mengatakan kepadanya bahwa jika memang tidak ada tempat lagi saya ngga papa nyari tempat sendiri tapi tolong kasih tahu dimana saya harus mencari. Kemudian dari pihak kepegawaian menngatakan bahwa mereka masih akan mengusahakan tempat dan tidak akan membiarkan saya mencari tempat sendiri, karena sudah tanggung jawab RS untuk menyediakan tempat bagi saya. Jadi saya pun menunggu mereka menemukan tempat untuk saya.
Tak lama merekapun datang dan mengatakan bahwa ada satu kamar kosong di asrama perawat jika saya tidak keberatan. Saya bilang “OK, saya tidak keberatan tinggal di asrama perawat selama itu punya pintu sendiri yang bisa saya tutup, bukannya tinggal di depan TV”. Jadi kemudianmereka mengantarkan saya ke asrama perawat.
Asrama perawat ini memiliki 5 buah kamar tidur dan satu kamar mandi. 4 kamar tidur telah ada penghuninya, menyisakan satu kamar di ujung kiri asrama. Kamar ini memiliki satu pintu yang tidak bergagang ataupun berengsel pintu. Ada 4 jendela besar yang langsung menghadap ke halaman yang slot engselnya juga tidak ada, raib entah kemana digantikan sebatang paku, tapi syukurlah, jendela-jendela tersebut berteralis. Selain satu buah lemari, kamar itu terlihat kosong. Mereka bilang mereka akan menyediakan sebuah kasur tanpa dipan dan meminta maaf bahwa mereka tidak bisa menyediakan seprainya. Saya bilang ngga papa, saya juga sudah bawa seprai sendiri kok. Jadi semenjak hari itu, saya tinggal di Asrama tersebut.
Selang satu bulan, salah seorang perawat penghuni asrama menikah dan memutuskan untuk mengikuti suaminya ke Palembang. Jadi dia menawarkan kepada saya untuk menempati kamarnya yang notabene memang lebih layak huni ketimbang kamar saya. Ya tentu saja saya menerima tawaran tersebut dengan senang hati, jadi di memasuki bulan ketiga saya bekerja di RSUD Beltim saya pindah ke kamar tersebut.
Karena kamar yang sebelumnya kosong tidak ada yang menempati, maka saya menawarkan kepada teman sejawat saya yang baru datang dan tidak mendapatkan tempat tinggal seperti saya sehingga dia harus menumpang di rumah Sejawat PNS yang memang asli Beltim. Dia berminat tetapi kemudian membatalkan niatnya karena satu dan lain hal. Saya tidak keberatan, toh itu adalah keputusannya sendiri.
Memasuki bulan kelima saya bekerja disini, ada kebijakan dari pihak rumah sakit untuk memberdayakan gedung-gedung yang selama ini belum terpakai sekaligus mengumpulkan dokter-dokter PTT yang berserakan alias belum mendapatkan rumah dinas. Salah satu kebijakan tersebut adalah memberdayakan rumah dinas dokter spesialis yang semenjak dibangun belum pernah di tinggali sehingga sudah rusak disana-sini. Saya dan teman saya yang menumpang di rumah sejwat lain tiupun bersedia tinggal di rumah dinas tersebut dan bersedia merawat serta membersihkan rumah dinas tersebut. Pihak rumah sakit pun membersihkan salah satu dari dua rumah dinas dokter spesialis yang tak terpakai tersebut. Sayanganya sebelum proses kepindahan kami ke rumah dinas tersebut, direktur RSUD Beltim keburu berganti.
Direktur yang baru juga beranggapan bahwa akan baik bagi kami untuk meninggali rumah tersebut, saya ingat betul yang belaiu katakan waktu itu “Tinggal aja di rumah dinas dokter spesialis sampai dokter spsesialisnya datang, dirawat dan dibersihkan ya, jadi nanti kalau dokter spesialisnya datang, dia tidak repot”. Waktu itu terus terang saya dalam hati berkata “waduh, jadi kayak babu donk” tapi saya diam saja biarlah beliau ngomong apa aja, apalagi waktu itu teman sejawat saya yang juga akan tinggal disitu sudah pengen cepet2 pindah ke rumah dinas tersebut karena sudah tidak tahan di tempat yang lama. Sayang-disayang, kami tidak kemudian menempati rumah dinas yang telah dibersihkan dengan baik tetapi menempati rumah dinas yang satunya yang diperbaiki sekedarnya. Tapi kami diam saja, sudah syukur ada rumah untuk tinggal.
Jadi yang pertama kali kami lakukan adalah membersihkan dan membereskan rumah dinas tersebut dalam arti yang sebenarnya. Kami yang melengkapi apa yang tidak ada di rumah tersebut yang sayangnya adalah sesuatu yang krusial. Tirai. Jendela-jendela di Rumah dinas ini adalah jendela-jendela kaca tinggi tanpa teralis dan bahkan tidak memiliki pengait kain tirai sekalipun yang menybabkan kami seperti tinggal di akuarium. Serba repot juga waktu itu,kami mencoba bertanya ke pihak kantor apakah ada tirai yang bisa dipakai? Mereka bilang tidak ada. Tetapi jika membeli pun uang dari mana, karena kami belum juga digaji sampai hampir penghujung bulan berikutnya. Untuk makan saja susah, apalagi buat beli tirai? Akhirnya saya dan sejawat serumah saya ini ngutang ke orang tua masing-masing. Untuk beli tirai dan besi pengaitnya. Tetapi karena tidak banyak uang kami jadi kami hanya membeli tirai untuk kamar kami saja. Sedangkan untuk ruang tamu dan dapur kami memilih menutupnya dengan menggunakan kertasa kado dan pamflet-pamflet obat yang kami dapatkan dari para detailer obat.
Belum lagi masalah air. Rumah dinas ini sama sekali tidak memiliki sumber air yang memadai. Kran air tidak mengeluarkan air setetespun. Ketika kami tanyakan ke pihak rumah sakit, mereka mengatakan ya begitulah keadaanya. Dan tidak ada respon lagi. Ketika kami meminjam tangki air dari rumah sakit mereka bilang tidak ada tangki yang tidak terpakai. Kahirnya dengan sisa uang kami yang menipis, saya dan sejawat serumah saya menyewa tanki air dengan biaya 200rb per bulan.
Kurang dari satu bulan tinggal di rumah dinas dokter spesialis ini, sejawat saya memutuskan untuk mendaftar lagi PTT Pusat karena merasa telah diperlakukan tidak adil oleh sejawat lainnya mengenai jadwal jaga. Kami, dokter PTT yang kebagian sore dan malam memang memiliki jam jaga yang jauh lebih banyak ketimbang mereka yang mendapatkan jaga pagi saja. Dan ketika keberatan ini disampaikan, malah kami para dokter sore dan malam dituding iri dengan mereka yang jaga pagi dan menginginkan kedudukan mereka yang jaga pagi. Astaga... padahal kami ini cuma meminta untuk di rolling saja biar adil...
Berbekal kekecewaan itu dan ketidak jelasan nasib kami karena menurut isu yang beredar akan segera datang dokter spesialis, sejawat serumah saya pun mendaftarkan diri mengikuti PTT Pusat dan diterima. Sedangkan saya, memilih untuk bertahan, karena satu dan lain hal. Terutama karena pesan mama saya untuk tidak berganti-ganti tempat kerja.
Sepeninggal teman sejawat serumah saya, saya menghuni rumah ini sendirian. Sepi sebenarnya,tapi mau apalagi. Saya mencoba menikmatinya saja. Sampai beberapa hari yang lalu ketika direktur yang RS memanggil saya dan membicarakan masalah rumah dinas ini.
Dokter spesialis akan segera datang, langsung dua orang. Sehingga mau tidak mau saya harus segera pindah dari rumah tersebut. Saya tidak keberatan, ketika saya bertanya saya akan dipindahkan kemana? Beliau menjawab bahwa saya akan dipindahkan ke ruang loundry atau ke kamar VIP di belakang yang memang tidak terpakai dan sampai saat ini belum difungsikan. Kemudian saya berkata kepada direktur RS, apakah ada kepastian bahwa setelah ini saya tidak akan dipindah lagi? Karena saya juga tidak mau kerjaan saya direcoki hal-0hal semacam bolak-balik pindahan dan packing. Beliau bilang, kalau di ruang loundry ngga akan dipindah lagi. Dalam benak saya jelas, bahwa beliau menginginkan saya pindah ke ruang loundry, kamar VIP hanya option semu. Saya bilang, saya lihat dulu tempatnya. Beliau bilang Ok dan meminta saya untuk menghubungi seorang keryawan di kantor untuk urusan melihat ruangan tersebut.
FYI, kamar VIP disini bukanlah kamar mewah seperti kamar VIP pada umumnya. VIP ini lebih mirip sebagai paviliun kecil satu kamar yang memiliki satu kamar mandi di dalamnya, that’s it.
Keesokan harinya ketika saya ke kantor menemui karyawan yang ditunjuk untuk memperlihatkan ruanga-ruangan tersebut. Saya mendapati bahwa sekarang option ruangan telah berganti. Bukan lagi ruang loundry atau kamar VIP tetapi ruang loundry atau gudang di belakang kantor, atau bekas dapur di dekat ruang perawatan. Karyawan tersebut mengatakan kepada saya bahwa saya tidak bisa menempati kamar VIP tersebut karena kamar VIP tersebut akan segera dipergunakan dan akan terlalu mencolok jika saya tinggal di tempat tersebut.
Terus terang saya sangat kecewa. Tujuh bulan saya kerja disini, tempat yang pantas untuk saya adalah ruang loundry, bekas dapur, atau gudang. Lebih kecewa lagi ketika ada yang mengatakan bahwa saya tidak rela pindah dari rumah dinas dokter spesialis tersebut karena saya sudahmerasa memiliki rumah tersebut.
Saya hanya tidak mengerti, apa bedanya saya dan sejawat lain yang mendapatakan rumah dinas? Mereka bahkan mendapatkan fasilitas seperti kulkas, TV, bahkan seprei kasur dan tirai saja mereka meminta dari pihak rumah sakit. Sedikitpun mereka tidak pernah mengeluarkan biaya untuk segala fasilitas mereka, bahkan kalaupun ban motor dinas meletus mereka akan meminta ganti beli uang ban tersebut kepada pihak rumah sakit. Status kami sama-sama dokter PTT, gaji sama bahkan untuk ukuran jam kerja, jam kerja saya jauh diatas mereka per bulan.
Terus terang saya tidak meminta untuk difasilitasi TV, Kulkas, Mesin cuci atau apapun... saya hanya meminta tempat yang layak untuk ditinggali. Bukan gudang, ruang loundry, apalagi bekas dapur. Tetapi mereka tidak peduli. Tujuh bulan saya bekerja disini siang malam, sama sekali tidak berarti apa-apa. Pekerjaan saya melayani orang sakit yang bahkan tidak dikenai biaya apapun, tetapi ketika saya sendiri yang sakit, saya tetap harus membayar. Jika memang mereka tidak mampu menyediakan akomodasi untuk dokter umum seperti saya, kenapa mereka masih terus menambah jumlah dokter umum.
RS ini tidak tumbuh bersama dokter spesialis. RS ini tumbuh bersama dokter umum, tetapi bahkan kami sudah dianggap sama sekali tidak berharga dibandingkan dengan dokter spesialis. Saya jadi memahami salah satu alasan kenapa begitu banyak sejawat yang ingin menjadi seorang spesialis adalah karena mereka tidak ingin dipandang sebelah mata, seperti saya saat ini.
RS ini mungkin memang tidak memerlukan saya. Keberadaan saya di tempat ini mungkin tidak memberikan makna apa-apa. Jadi saya pikir, jika keberadaan saya dan ketidakberadaan saya tidak bermakna apa-apa, maka saya memilih untuk tidak ada. Jadi kemarin siang, saya menyerahkan surat pengunduran diri saya dari rumah sakit ini. Semoga dengan ketiadaan saya RS ini akan menjadi lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H