Mohon tunggu...
Lizz
Lizz Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Now only @ www.fiksilizz.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Anak Gue Cuma Satu, Masalah Buat Lo?

12 Maret 2014   23:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:00 1331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini saya tujukan buat semua orang yang sudah begitu rajin 'moyoki' (=mendesak) saya untuk punya anak lagi. Baik yang pernah menyampaikan dengan cara guyon maupun level serius. Baik yang berargumen maupun yang asal mangap.

Banyak yang sudah mampir ke desk saya soal nambah anak ini. Yang satu anak kuranglah. Yang sepilah. Yang anak butuh temanlah. Yang kurang baik buat perkembangan jiwa anaklah. Yang 'nanti siapa melihara kamu saat hari tua?'-lah... Macem-macem!

Lalu disambung lagi dengan penilaian macam-macam. Yang takut melaratlah. Yang dinilai nggak suka anak kecillah. Yang 'gabug' (=mandul)-lah. Yang inilah. Yang itulah. Meriah!

Jadi begini ya... Urusan punya anak berapa itu sebenarnya adalah urusan tiap orang yang sudah berani memutuskan untuk menikah. Duluuuuu memang suami dan saya sepakat untuk punya anak satu saja. Kenapa? Karena kehidupan makin kejam dan kami nggak mau anak kami hidup susah. Lagipula itung-itungan umur sudah mepet karena kami (terutama saya) sudah masuk usia terlampau matang saat menikah. Takut melarat? Jelas! Munafik kalau saya bilang 'cukuplah hidup hanya dengan cinta'.

Yang jelas, (ini pendapat salah seorang teman saya yang juga punya anak tunggal, dan saya menyetujui pendapat itu) negara nggak pernah menjamin kehidupan seorang anak. Harus orang tua yang menjamin segalanya. Makanya saya benci banget sama orang tua yang asal mancal, asal mlendung, asal mbrojolin, lalu selesai. Gimana dengan kehidupan anak-anak nanti? Itu urusan belakang, Tuhan enggak tidur. Iya bener Tuhan enggak tidur. Tapi apa waktu bikin anak masih inget Tuhan??

Kenyataannya banyak banget anak yang terlantar. Karena orang tuanya nggak mampu untuk mengurus sekian banyak anak yang sudah mereka hasilkan. Kalau sudah kejadian gini, ribut minta orang lain dan pemerintah ikut mikirin anak-anak mereka. Yang punya anak sedikit pun juga banyak yang cuma menganggap anak sebagai pelengkap kehidupan berumah tangga. Tanpa berpikir panjang bahwa nantinya anak-anak itu akan jadi orang yang tentunya memikul tanggung jawab hidup yang nggak ringan.

Anak adalah anugerah. Kebenaran mutlak! Tapi bukan berarti orang nggak boleh berangan-angan punya anak berapa kan? Kalau sudah KB, masih kebrojolan, ya itu memang kuasa Tuhan. Nggak terbantah. Kadang-kadang kebrojolan juga karena kesembronoan diri sendiri kok!

Anak saya sampai saat ini cuma satu. Dan kami sudah terima dengan keadaan itu. Karena ternyata 'beranak' lagi juga nggak gampang buat kami. Lha... Kami nyantai aja kenapa orang lain harus ribut? Menilai ini-itu sesuai asumsinya sendiri. Dan sialnya asumsi itu lebih banyak ngawurnya daripada ilmiahnya. Ada yang bilang kami nggak punya anak lagi karena nggak suka anak kecil. Memang betul itu! Kami nggak suka anak kecil yang 'umbelen' (=ingusnya meler ke mana-mana), kumal, bau pesing karena ngompol nggak diganti sampai kering sendiri. Sialnya, kami tinggal di RSS yang 90% persen anaknya 'ya gitu deh!'. Padahal para emaknya punya waktu sepanjang hari buat nggosip. Sampai lupa ngurusin anak.

Soal siapa yang memelihara kami di hari tua? Maaf ya, kami bermaksud punya anak bukan buat investasi 'pemelihara di hari tua'. Dia akan punya kehidupan sendiri kelak. Dia nggak minta dilahirkan. Tapi kami menginginkan dia ada. Dan Tuhan sudah berkenan memberikannya pada kami. Tugas kami adalah menyiapkan dia sebaik-baiknya untuk menjemput kehidupan terbaiknya kelak. Dan itu dimulai dari dia bayi. Bukan 'ujug-ujug' (=sekonyong-konyong) dia akan jadi orang begitu saja. Semua ada prosesnya. Nggak pernah instan.

Ketika suami dan saya mengubah pikiran untuk menambah anak, ternyata Tuhan tidak merestui (anggap saja begitu kalau mau bawa-bawa nama Tuhan). Terbukti sampai sekarang tetap bertahan anak kami cuma satu. Nah, apakah yang sudah rajin 'moyoki' itu menganggap diri sudah lebih tahu dan berkuasa daripada Tuhan sehingga merasa pantas untuk ngomong macem-macem? 'Prettt!' kalau boleh saya bilang.

Biarpun anak tunggal, anak kami baik-baik saja. Terurus dengan baik. Perkembangan mentalnya juga 'lurus'. Perkembangan intelektualnya juga terdukung. Perkembangan rohaninya juga terfasilitasi. Dia juga nyaman dengan hidupnya. Kami menyayanginya tanpa syarat. Hayo... Mau ngomong apa lagi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun