Panas
Peluh menetes ragu
Rupa memasam merahkan amarah
Mata berair tak kenal kendali
Sedang akal sehat lari kebut takut dikebiri
Gerah
Darah bak henti lalui otak
Terkumpul di tangan hingga membiru
Gemetar kepal tak pandai sembunyi
Pendapa maha guru jadi saksi
Si biang brutal tak lantas kehilangan api
Sebatang mawar hitam
Berdiri angkuh selayak Socrates
Banggakan duri
Sombongkan diri
Puas dan congkak punyai wangi
Lupa diri bahwa dia cuma makhluk
Bukan dewa
Apalagi Tuhan
Bodoh!
Kutampar mukamu
Di tengah riuh ramainya matahari dan daisy
Kutampar mukamu
Di depan edelweis yang berjibaku hendak layu karenamu
Kutampar mukamu
Di tengah teriakan anggrek bulan dan teratai bakung, membakar semangatku
Ya!
Kau mawar hitam itu
Kau bukan dewa
Bahkan kau salah menyebut diri
Hello... Kau ini sebuah Lili
Sungguh!
Pandanglah kawan-kawan sekelilingmu
Tapi, kenali dini dirimu sendiri
Ingat aku
Satu-satunya yang menamparmu!
INGAT AKU!
AMARILIS!
Â
(Kebumen, 2010)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H