Mohon tunggu...
Aurellia Virgie Andjani
Aurellia Virgie Andjani Mohon Tunggu... Editor - Student

An undergraduate Dutch Studies student at Universitas Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Pesan Rasisme di Balik Kenikmatan Camilan Marshmallow Berlapis Cokelat Asal Belanda

16 Desember 2023   02:08 Diperbarui: 7 Agustus 2024   23:13 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak hanya berfungsi sebagai penopang kebutuhan biologis untuk memenuhi kebutuhan gizi dan energi tubuh, makanan juga merupakan produk budaya yang sarat akan makna dan nilai-nilai mendalam. Seperti halnya kekayaan kuliner Belanda yang tercermin melalui beragam jenis kudapan, termasuk yang terkenal Negerzoenen.

Sumber: Vroegert
Sumber: Vroegert

Negerzoenen merupakan sejenis kudapan Belanda berupa biskuit yang di atasnya terdapat marshmallow dan kemudian dilapisi dengan cokelat. Tidak ada aturan khusus mengenai kapan harus memakannya sehingga Negerzoenen dapat dinikmati kapan pun di berbagai kesempatan.

Menurut floedebolle.com, kudapan ini pertama kali ditemukan di Denmark pada abad ke-19 dan mulanya dibuat menggunakan krim. Oleh karena itu, kudapan ini dikenal dengan nama “Flodeboller” (cream buns) di Denmark. Bagian isinya kemudian dibuat dari putih telur untuk meningkatkan umur simpan. Popularitas kudapan ini terbukti dengan banyaknya variasi di berbagai negara, salah satunya Belanda dengan Negerzoenen.

Sumber: Gastropedia
Sumber: Gastropedia

Di Belanda sendiri, perusahaan Bakker Buijs yang dikelola oleh keluarga Buijs sudah memproduksi Negerzoenen pada tahun 1920 di Oudenbosch. Pada 1997, perusahaan diambil alih dan memindahkan lokasi produksi ke Tilburg tahun 2003.

Namun, nama “Negerzoenen” yang jika diterjemahkan menjadi “ciuman negro” menuai kontroversi terkait rasisme. Hal ini dikarenakan nama ini dianggap merendahkan dan tidak sesuai dengan norma-norma modern terkait ras dan etnis. 

Ketua Komisi Suriname untuk Penanganan Masalah Perbudakan menganggap istilah tersebut agak menyakitkan karena banyak orang Suriname yang masih terbebani dengan masa lalu perbudakan mereka. Akhirnya pada November 2005, dilakukan penyelidikan atas sensitivitas nama “Negerzoen”.

Pada tahun 2006, perusahaan Buys muncul dengan berita bahwa nama “Negerzoenen” akan berubah menjadi “Buys Zoenen”. Van der Breggen, perusahaan yang mengambil alih Bakker Buijs, menjelaskan pada surat kabar harian Belanda, Trouw,  bahwa selain karena isu rasisme, perubahan itu dilakukan sebagai strategi pemasaran. 

Kontroversi mengenai rasisme dalam Negerzoenen, memberikan dampak signifikan terhadap kesadaran budaya di masyarakat. Oleh karena itu, tercipta ruang untuk refleksi mendalam mengenai nilai-nilai inklusivitas dan pengakuan terhadap keragaman. Tak hanya menciptakan perdebatan publik, hal ini juga memperlihatkan bagaimana bahasa dalam konteks kuliner dapat menjadi cermin nilai-nilai sosial dan budaya yang berkembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun