Mohon tunggu...
Aurellia Shinta
Aurellia Shinta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

polscience student

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perpecahan Partai Politik: Studi Kasus Konflik Internal Partai Demokrat

12 April 2022   02:00 Diperbarui: 12 April 2022   02:31 1483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perpecahan partai politik di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang umum. Hal tersebut kebanyakan dipengaruhi oleh perebutan kekuasaan. Sejatinya, terdapat dua faktor penyebab perpecahan partai politik, yakni secara internal dan eksternal. Perbedaan pendapat, ideologi, dan kepentingan dalam partai politik merupakan hal yang wajar. Namun, resolusi atas permasalahan tersebut menjadi penting karena mempengaruhi soliditas internal dan citra partai politik yang menentukan kepercayaan masyarakat. Analisis ini akan membahas mengenai konflik internal dalam Partai Demokrat yang terjadi beberapa waktu lalu. Meskipun perpecahan tersebut hanya berlangsung di waktu yang singkat karena kemenangan jelas bagi kubu yang dekat dengan kekuasaan, fenomena tersebut cukup berpengaruh terhadap citra partai biru hingga saat ini.

Konflik yang menimpa Partai Demokrat mengalami eskalasi semenjak periode kedua kepemimpinan SBY, di mana banyak petugas partai yang tersandung kasus korupsi. Ditambah dengan, adanya kasus kudeta yang dilakukan oleh kubu Moeldoko terhadap AHY. Keterpilihan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat sempat menyita perhatian masyarakat karena ia bukan merupakan kader Demokrat, pun ditemui indikasi keterlibatan istana. Secara garis besar, kudeta terjadi sebagai reaksi atas kekecewaan beberapa kader terhadap kepemimpinan dan resolusi konflik ala AHY.

Mengacu pada beberapa indikator manajemen partai politik, terdapat beberapa alasan mengapa AHY dianggap belum memadai untuk menjabat sebagai ketua umum dan menjadikan Partai Demokrat rentan terpaan konflik atau intervensi eksternal, hingga akhirnya dilihat sebagai peluang untuk melemahkan fungsinya sebagai oposisi. Pertama, AHY dicap sebagai politikus karbit. Hal ini dilatarbelakangi oleh indikasi kepemimpinan AHY yang belum matang dalam mengelola partai, termasuk dalam resolusi konflik. Kepemimpinan AHY relatif lemah karena ia belum mampu merangkul dan menjalin kedekatan dengan tokoh senior partai ataupun eksternal. Kedua, kuatnya kepentingan pragmatis dan tradisi kekerabatan dalam menentukan jabatan strategis di Partai Demokrat. Sejak lama, SBY terlihat selalu menjadikan keluarga ataupun kerabat terdekatnya sebagai kandidat untuk menduduki kursi kepemimpinan dalam partai. Ketiga, perpecahan internal Partai Demokrat. Konsolidasi dalam Partai Demokrat belum cukup kuat karena cenderung bergantung terhadap sosok SBY. Pun, adanya kubu dalam internal Demokrat menjadikan citra Demokrat di masyarakat menurun.

Beberapa kasus di atas menandakan adanya kegagalan pemahaman makna konsolidasi dan kaderisasi, baik secara etika dan moral. Pun, keterlibatan pihak eksternal dalam kudeta menunjukkan adanya ketergantungan anggota partai terhadap sosok di luar partai yang dianggap lebih sesuai dengan apa yang dibutuhkan, dalam partai personal seperti Demokrat, dimana kekuatan suatu individu dapat menggantikan pengaruh ideologi. Dengan begitu, Demokrat perlu menekankan kembali demokrasi internal partai, ideologi, dan pendidikan politik melalui kaderisasi dan konsolidasi yang efektif, serta melakukan perbaikan pola komunikasi secara internal maupun eksternal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun