Mohon tunggu...
Aurelius Teluma
Aurelius Teluma Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Lahir di Lato, Flores Timur, NTT, Belajar Filsafat & Teologi Sosial-Politik di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pascasarjana Ilmu Komunikasi di Fisipol UGM Yogyakarta. Cinta NKRI tanpa kaum oportunis!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bangsa Anti-Klimaks?

10 Maret 2012   02:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:16 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sekali lagi, sepak bola Indonesia kandas di partai final! Kanvas prestasi olahraga bangsa ini kembali mendapat torehan tinta pucat. Pertanda apakah ini? Hanya sekedar hasil akhir sebuah pertandingan sepak bola bahwa harus ada yang menang dan kalah? Mungkin terlalu naif untuk segera menjawab kekecewaan rakyat negeri ini dengan jawaban: menang atau kalah adalah hal yang wajar dalam sebuah pertandingan.

Betapa tidak, grafik dengan panah menghujam bumi itulah yang terpampang di statistik prestasi sepak bola negeri ini. Energi dan euforia di awal kompetisi begitu membuncah hingga melecut optimisme seluruh rakyat bangsa ini melambung tinggi. Tentu masih segar dalam ingatan kita gelegar harapan dan optimisme begitu menggelora ketika timnas senior berhasil melaju ke babak ketiga kualifikasi piala dunia zona Asia. Sampai-sampai, tiga kekalahan beruntun pun masih belum mampu membuka mata para penggila sepak bola tanah air akan realitas menukiknya grafik prestasi timnas. Kesadaran akan kegagalan baru datang setelah kekalahan keempat, kelima dan seterusnya hingga diyakinkan dengan skor telak, 10-0!

Saat euforia itu meredup, nyala optimisme kembali disulut oleh kiprah gemilang timnas U-23 hingga menembus final SEA Games 2011. Tetapi, kembali, di partai puncak, justru anti-klimaks yang diwacanakan. Bahkan, sesaat setelah itu, punggawa-punggawa utama PSSI resmi tercerai berai hingga melahirkan dualisme liga dengan akibat: timnas U-23 yang sudah solid pun berantakan! Akhirnya, 9 Maret 2012, kekalahan 0-2 timnas U-21 dari tuan rumah Brunai Darussalam menambah tebal wacana anti-klimaks itu. Pertanyaan pun menghantui, apakah kita sedang berjalan menuju identitas ‘bangsa anti-klimaks’?

Pertanyaan tersebut datang bukan saja karena anjloknya prestasi kesebelasan timnas Indonesia. Bukan! Pertanyaan itu datang karena hampir di semua lini kehidupan berbangsa kita seakan kedodoran. Di bidang politik, puncak perlawanan terhadap kediktatoran Orba dengan tumbangnya rezim Soeharto dan lahirnya pemerintahan reformasi pada lebih dari satu dasawarsa silam memercikkan harapan akan lahirnya Indonesia baru yang benar-benar merdeka dari penjajahan apa pun! Namun hingga kini pemerintahan reformasi itu belum juga menampakkan tajamnya taring watak reformis. Korupsi justru semakin canggih dan sistemik dalam tubuh birokrasi negara sendiri. Kerukunan dan kesatuan semakin sering tercabik.

Coba saja lihat juga di lini yang lain seperti ekonomi, budaya, pertahanan-keamanan dan sebagainya! Ah, kita tidak pernah terlahir sebagai bangsa pecundang! Apalagi bangsa anti-klimaks. Tak pernah ada manusia yang dilahirkan untuk tidak bertumbuh dan berkembang! Maka bangsa ini pun tak pernah ditakdirkan untuk menjadi bangsa kaum kalah! Ingat itu, bro!

Aurelius Teluma

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun