Mohon tunggu...
Priscilla Aurelia Xena
Priscilla Aurelia Xena Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demo Mengguncang Tahta Raja Thailand, Teriakan Suara "Negara Milik Rakyat"!

11 November 2020   21:09 Diperbarui: 11 November 2020   21:22 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa pekan lalu, ribuan pelajar Thailand melakukan aksi demonstrasi di depan Kantor Perdana Menteri pada Senin (21/9/20). Mereka menuntut dihapuskannya hukum mengenai larangan kritik pada keluarga kerajaan, serta mendesak agar segera diturunkannya Prayut Chan-o-cha dari kursi Perdana Menteri.

Parit Chiwarak (salah satu demonstran) mengatakan, bahwa protes yang dilakukan oleh para aktivis muda tersebut sudah digelar selama kurang lebih dua bulan. Aksi demo kali ini akan memberikan sejarah baru, yakni sebagai aksi demonstrasi terbesar di Thailand setelah 2014 lalu.

Ada beberapa hal mengenai tuntutan rakyat terhadap otoritas Raja Maha Vajiralogkorn, yaitu:

1. Para Demonstran menuntut diubahnya Sistem Monarki Absolut menjadi Konstitusional

Para demonstrasi ingin perilaku politik disesuaikan dengan konstitusi. Selama ini rakyat menyinggung hukum kerjaan (Lese-Majeste) pasal 112 KUHP Thailand yang mengatakan "Apabila seseorang mengkritik, merusak nama baik, menghina, serta mengancam keluarga kerajaan, maka bisa diberi saksi berupa pidana kurungan maksimal hingga 15 tahun."

Sejak dulu warga Thailand dituntut harus menghormati, memuja serta mencintai keluarga kerajaan. Mungkin hal tersebut terdengar sebagai hal yang lumrah. Namun, di sisi lain mereka juga takut terhadap konsekuensi hukum yang berlaku bila ada orang mengatakan isu tabu tersebut. Salah satu aktivis Thailand yang berani melakukan aksi protesnya, yakni Anon Nampa (35) seorang pengacara Hak Asasi Manusia di Thailand. 

Anon Nampa ditindaklanjuti oleh kepolisian Thailand karena melanggar pasal 116 KUHP Thailand dan didakwa karena dianggap menimbulkan keresahan dan ketidakpuasan, menyebabkan gangguan serta melanggar hukum. Ia menuntut adanya pembatasan otoritas kekuasaan di keluarga Kerajaan Thailand.

Selain Anon, aksi protes juga dilakukan oleh salah satu aktivis mahasiswi, Panusaya Sithijiwarattanakul (21). Ia juga menjadi sorotan karena ikut melakukan aksi demonstrasi, yakni menyuarakan tantangan terbuka terhadap monarki.

2. Raja Maha Vajiralogkorn dianggap absen di negaranya selama pandemi berlangsung

Selama pandemi berlangsung, sejumlah orang berjuang demi bertahan hidup. Mereka juga berjuang mempertahankan ekonomi yang sedang tidak stabil. Dimana Thailand berada di ambang resesi karena perekonomian yang minus terus menerus. PDB pada kuartal kedua yakni tahun 2020 menyusut hingga 12,2%.

Di saat kondisi yang kian sulit, Vajiralogkorn terciduk sedang mengisolasi dirinya di sebuah hotel mewah di Eropa. Beberapa media mengatakan bahwa mereka sudah berada disana sejak Maret 2020. Bersama para rekannya ia menggunakan jet pribadi jenis Boeing 737 lalu mengunjungi beberapa kota di Eropa.

Hal tersebut menyebabkan rakyat Thailand semakin memanas. Mereka pun beramai-ramai membuat tagar #whydoweneedaking yang disebarkan melalui media sosial. Dilansir oleh BBC, pemerintah Thailand juga memiliki rencana untuk memblokir aplikasi "Telegram" setelah sebelumnya ditemukan adanya kebocoran sebuah dokumen bertanda "sangat rahasia" yang sudah dibagikan secara luas dalam media sosial. Telegram merupakan sebuah aplikasi pesan aman populer yang telah digunakan oleh para aktivis dalam mengatur protes.

Dokumen tersebut berisi dimana pemerintah Thailand memiliki kewenangan untuk menyensor internet di Thailand.

"Kementerian Ekonomi Digital dan Masyarakat menginginkan adanya kerja sama rakyat untuk menginformasikan Penyedia Layanan Internet dan semua operator jaringan seluler untuk menangguhkan penggunaan aplikasi Telegram," dilansir dari BBC.

Dalam aksi protes tersebut, para demonstran juga telah melakukan aksi mengangkat tangan dengan mengacungkan tiga jari seperti yang dilakukan pada fiksi populer, The Hunger Games dimana simbol tersebut ditunjukkan sebagai simbol pemberontakan rakyat terhadap Presiden Snow dan Capitol yang berkuasa. Hal serupa juga dilakukan oleh para rakyat Thailand sebagai simbol pemberotakan rakyat kepada Raja Vajiralogkorn atas kekuasaanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun