Pertanyaan demikian dalam konteks-konteks tertentu dapat dijawab dengan meninjau perihal politik kedaruratan.
Politik kedaruratan masih memiliki kaitan dengan demokrasi dan merupakan aspek yang masih termasuk dalam nalar demokrasi, politik kedaruratan dapat terjadi apabila ada masalah eskternal yang berpengaruh terhadap demokrasi.Â
Situasi yang berbeda inilah yang menjadi pengecualian yang dapat menginterupsi proses demokrasi dari yang sebagaimana mustinya.
Politik kedaruratan mengiyakan wewenang pemerintah untuk melaksanakan langkah tertentu dalam mengahadapi masalah urgent walaupun mungkin bertentangan dengan prinsip demokrasi.Â
Maka, pemerintah dimungkinkan untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan demokrasi demi kepentingan umum dan keselamatan publik. Perlu ditegaskan lagi bahwa hal ini hanya berlaku ketika keadaan tidak normal. Jika keadaan sesuai dengan semestinya, demokrasi juga harus kembali berjalan seperti sediakala.
Contoh situasi darurat misalnya pada masa pandemi ada batasan untuk demonstrasi baik jumlah demonstran, jaga jarak, dan penerapan protokol kesehatan.Â
Pembatasan jumlah pendemo dan waktu demonstrasi dapat dikatakan melanggar demokrasi. Namun, dalam keadaan serba terbatas hal tersebut perlu diterapkan.Â
Sekali lagi ditegaskan bahwa hal ini dapat terjadi dalam keadaan yang mendesak. Di luar itu, pelanggaran demokrasi warga negara patut dipertanyakan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H