Mohon tunggu...
Aura Viani
Aura Viani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa llmu Komunikasi UMM

hanya mahasiswa biasa yang ingin menjadi insan yang bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Media : Edukasi atau Unjuk Diri?

26 April 2021   22:00 Diperbarui: 26 April 2021   22:32 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada zaman perkembangan media di indonesia ini semakin tidak di pergunakan dengan positif. Berawal dari perkembangan televisi yang dahulu banyak channel edukasi yang sudah tidak di tayangkan di televisi indonesia seperti Laptop si unyil, Hitam Putih.Kebanyakan hanya tayangan bernyanyi, joget-joget dan sinetron. Apa lagi pada zaman 4.0 ini banyak nya media sosial yang banyak berkembang seperti Facebook, Twitter, Youtube, TikTok, dll. Konten-konten yang ada di televisi maupun media lainnya sudah tersingkir dengan konten-konten yang tidak jelas. Media yang seharusnya mempertontonkan tayangan-tayangan edukasi atau konten yang positif malah menayangkan konten-konten yang kurang bermanfaat dan tidak ada faedahnya, seperti tayangan "Janji Suci Raffi & Gigi", tayangan pernikahan Atta dan Aurel di semua media, tayangan seperti kunjungan ke rumah-rumah artis lalu menunjukkan barang-barangnya yang mewah, mobil-mobil yang mewah.

Beralih ke media Youtube yang menurut Ade Armando, banyak artis yang beralih ke media ini dan memamerkan kekayaannya tanpa memiki kan kreativitas di dalam konten tersebut. Dampak yang diakibatkan oleh pamer kekayaan ini dapat mengakibatkan radikalisme seperti pembantaian kaum burjois dikarenakan perbedaan harta, dimana orang-orang miskin membantai orang-orang kaya, kasus ini akan terjadi jika media hanya mempertontonkan kekayaan dan media online hanya menyajikan konten-konten tidak edukatif bagi masyarakat. Karena pedulinya terhadap bangsa Indonesia, Ade Armando mengkritik artis-artis yang memamerkan kekayaan. Bukan hanya artis saja, sekarang lagi naik daun di sosial media TikTok, Sisca Kohl, di akun sosial medianya Sisca Kohl juga memamerkan kekayaannya soal tabungan, alat-alat masak sekarga puluhan juta, dan makanan yang seharga jutaan rupiah.

Alasan Ade Armando mengkritik artis yang memamerkan kekayaan karena masih banyaknya mayoritas orang miskin di Indonesia.  Jika di golongakan oleh BPS, seseorang yang gajinya dibawah 400-500rb perbulan sekitar 10-12% dari total penduduk Indonesia, jika dinaikan menjadi 1jt perbulan maka masyarakat Indonesia akan masuk dalam kategori miskin, ini akan menyebabkan kecemburuan sosial dan kemarahan yang menyebabkan penyerangan orang miskin  kepada orang kaya. Menurut Ade Armando, yang menyebabkan orang-orang miskin frustasi bukan karena kemiskinan melainkan rasa marah dan frustasi muncul karena mereka masih miskin padahal sudah bekerja keras dan melihat ada orang yang terlihat sangat mudah mendapatkan uang dan menghamburkannya di depan mata mereka. Orang-orang miskin merasa tidak adil karena melihat perilaku orang-orang kaya yang dilihatnya melalui media. Apalagi artis-artis tersebut mencontohkan bahwa keberhasilan seseorang diukur dari barang-barang mewah yang dimiliki, hal seperti ini merupakan contoh yang salah bagi ekonomi masyarakat Indonesia.

 Pameran kemewahan ini sudah salah secara etika, apalagi dipertontonkan di media-media yang seharusnya mempertontonkan tayangan yang positif dan edukatif, meskipun penonton mereka suka tetapi hal seperti ini tidak dapat dibenarkan. Pameran ini bukan cara utama untuk mencari banyak viewers atau penghasilan. Konten-konten yang berada di media saat ini seharusnya bisa lebih mengajak atau mengedukasi pentontonnya, konten yang lebih kreatif. Apalagi media saat ini dikonsumsi oleh semua generasi, masih banyak konten-konten yang bisa mengedukasi penonton tanpa harus memamerkan kekayaan. Karena efek dari media sendiri bisa membentuk perspektif-perspektif masyarakat dan perilaku masyarakat. Dalam permasalahan ini, isi pesan dari media akan menyebabkan perubahan perasaan atau sikap atau bisa disebut efek afektif yang ditimbulkan orang-orang miskin atau masyarakat yang mengonsumsi konten-konten seperti yang saya sebutkan diatas, selain itu hal ini juga dapat menimbulkan kesenjangan sosial bagi kaum miskin dan kaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun