Jeru, Turen (3/1/24)- Di tengah perjuangan untuk bangkit dalam dunia UMKM Batu Bata, cerita Bu Mutmainah dari Dusun Jeru Barat menjadi sorotan utama. Meski karyanya menarik perhatian, ia menegaskan sikap "kontra feminisme" dalam pendekatannya terhadap peran dan gerakan feminisme di tengah-tengah pekerjaannya yang menuntut.
Bu Mutmainah, pemilik salah satu UMKM batu bata di desa tersebut, bukanlah nama asing di komunitasnya. Ia memimpin usahanya dari pagi bahkan sejak jam 3 subuh, menunjukkan dedikasi luar biasa dalam mengejar kesuksesan, walaupun usahanya belum dapat disebut sebagai sukses sejati.
Proses pembuatan batu bata merah menjadi aktivitas utama Bu Mutmainah. Dalam pembicaraan eksklusif, ia membagikan rahasia di balik langkah-langkah tersebut. Proses dimulai dengan pemilihan tanah liat berkualitas tinggi sebagai bahan dasar. Tanah liat kemudian dicampur dengan air dan dipadatkan menggunakan mesin cetak manual. Bu Mutmainah dan timnya menjalankan teknik khusus untuk memastikan setiap batu bata memiliki kepadatan yang optimal.
Tantangan nyata datang dalam wujud cuaca yang tak menentu. Terik matahari yang panas kadang-kadang diikuti oleh hujan deras tanpa peringatan. "Cuaca panas bisa mempercepat proses pengeringan, tetapi hujan bisa merusak hasil kerja keras kami," ungkap Bu Mutmainah, dengan tatapan penuh semangat.
UMKM ini, meski mengusung semangat kerja yang tinggi, masih tergolong kecil dan bergantung pada penjualan ke juragan kayu di sekitar desa. Meskipun belum mencapai puncak keberhasilan, Bu Mutmainah menyatakan dengan tegas bahwa pendekatannya terhadap pekerjaannya tidak sepenuhnya sejalan dengan gerakan feminisme yang kini marak.
"Saya lebih fokus pada karya keras dan dedikasi saya terhadap pekerjaan, daripada terlibat dalam gerakan feminis," ujarnya. Pandangan ini membuka ruang untuk membahas kompleksitas dalam menghadapi isu-isu gender di dunia UMKM.
Sikap "kontra feminisme" Bu Mutmainah mencerminkan realitas kompleks di mana wanita dalam dunia UMKM tidak selalu mengidentifikasi diri sebagai aktivis feminis. Beberapa melihat perjuangan mereka sebagai bukti kesetaraan tanpa harus terlibat dalam gerakan yang tengah tren.
Namun, penting untuk diingat bahwa ketergantungan UMKM seperti ini pada penjualan ke juragan kayu juga mengangkat isu kesenjangan ekonomi yang perlu mendapat perhatian lebih. Ini mengingatkan kita bahwa perjuangan wanita dalam dunia kerja sering kali terjebak dalam dinamika ekonomi dan sosial yang lebih besar.
Dengan pendekatan yang khas dan pendirian "kontra feminisme", Bu Mutmainah menciptakan narasi uniknya sendiri di tengah kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh wanita pekerja di Dusun Jeru Barat. Meskipun belum mencapai sukses yang diimpikan, cerita ini menjadi panggilan untuk merenung tentang peran wanita dalam UMKM dan peran gerakan feminisme di dalamnya.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H