Komunikasi merupakan hal yang penting dalam menjalin sebuah hubungan, tidak terkecuali hubungan antara tenaga medis dan pasien. Komunikasi yang baik dapat memberikan kesembuhan yang lebih optimal dibandingkan dengan komunikasi yang kurang. Komunikasi dilakukan guna menyamakan persepsi tenaga medis dengan pasien yang ditangani, sehingga tidak terjadi miskomunikasi.
Dalam konteks ini, setiap tenaga medis membutuhkan komunikasi holistik untuk dapat memahami kondisi pasien secara menyeluruh. Komunikasi holistik tidak hanya diperlukan oleh tenaga medis yang menangani manusia, tetapi juga diperlukan oleh tenaga medis yang menangani hewan. Komunikasi antara dokter hewan dengan klien perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi pasien dan tindakan apa yang perlu dilakukan. Terlebih, pasien yang ditangani tidak dapat berbicara dan mengutarakan kondisinya. Apabila terjadi kesalahan komunikasi, hewan yang ditangani tidak mendapatkan tindakan medis yang sesuai dan berpotensi memberikan dampak fatal.
Dikutip dari Tempo.co, pada Mei 2018 silam terdapat dugaan malpraktik yang terjadi pada seekor anak anjing berjenis Siberia Husky yang baru berusia 2 Minggu milik wanita bernama Nadhila Utama. Nadhila mengajukan gugatan perdata Rp1,3 miliar terhadap dokter hewan Indhira Kusuma ke Pengadilan Tangerang karena anak anjingnya mati. Anak anjing tersebut sempat dibawa ke dokter hewan lain sebelum akhirnya mati. Nadhila selaku owner anak anjing tersebut menuntut dokter Indhira. Namun pihak tergugat berhasil membuktikan bahwa anak anjing milik Nadhila tidak mati dalam penanganan drh. Indhira melalui keterangan seluruh saksi.
Kasus yang sama kerap terjadi pada dokter hewan yang membuka praktik klinik pribadi. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah miskomunikasi. Setiap klien memiliki karakter yang berbeda, sehingga sangat penting bagi tenaga medis untuk memahami karakter masing-masing klien agar dapat menciptakan komunikasi yang baik dan rasa saling percaya. Itulah mengapa perlu adanya komunikasi holistik dalam proses pengobatan pasien.
Apa itu komunikasi holistik?
Komunikasi holistik adalah sebuah pendekatan yang memperhatikan berbagai aspek komunikasi seperti masalah fisik, psikososial, spiritual dan kultural yang mempengaruhi persepsi sakit, untuk menciptakan pemahaman yang mendalam dan empati antara tenaga medis, klien dan pasien.
Berikut adalah tips yang diberikan oleh drh. Ageng Ilham R., M.Sc. dan drh. Feby Dwi Wisudawati dalam menerapkan komunikasi holistik:
1. Melakukan Anamnesis
Langkah pertama yang perlu diperhatikan adalah melakukan anamnesis kepada pasien dan klien. Anamnesis merupakan proses pengumpulan informasi mengenai riwayat medis dan kondisi kesehatan pasien. Anamnesis penting dilakukan agar saat dokter melakukan diagnosis tidak terjadi kesalahan tindakan, terutama pada saat pemberian resep obat pada pasien. Beberapa pasien memiliki alergi terhadap obat-obatan tertentu.
2. Memberi Lembar Informed Consent saat Akan Dilakukan Tindakan
Lembar informed consent adalah pernyataan persetujuan yang akan diisi oleh klien setelah mendapatkan penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan. Pada tahap ini, tenaga medis wajib memberikan informasi yang transparan mengenai potensi kesembuhan pasien, risiko pengobatan, dan alternatif pengobatan. Setelah adanya penjelasan, klien diperkenankan untuk menanyakan kembali hal yang kurang dipahami. Adanya lembar informed consent dapat menjadi bukti perlindungan hukum bagi tenaga medis maupun klien apabila terjadi dugaan malpraktik. Namun penerapan informed consent belum sepenuhnya dilakukan oleh sebagian besar klinik hewan.