Penyimpangan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda memunculkan berbagai kritikan dan kecaman atas pelaksanaan cultuurstelsel. Adanya berbagai kecaman maka dibentuklah sebuah kebijakan ,yaitu Politik Etis pada tanggal 17 september 1901. Politik Etis disebut sebagai Politik Balas Budi. Politik Etis memiliki 3 program utama ,yaitu irigasi, edukasi, dan emigrasi.
Edukasi yang diberlakukan pemerintah Hindia Belanda saat dilaksanakannya Politik Etis berkontribusi baik dalam meningkatkan pendidikan untuk rakyat namun, hal ini tidak mencakup seluruh rakyat.
Kaum laki-laki lebih diutamakan dalam mengenyam pendidikan namun sebaliknya kaum perempuan mengalami diskriminasi untuk mendapatkan sebuah pendidikan.
Kondisi sosial yang dirasakan kaum perempuan belum terjadi kemajuan yang signifikan pada saat diberlakukannya Politik Etis. Hal ini didorong karena adanya sistem feodalisme yang dipengaruhi oleh adat istiadat. Adat istiadat ini membentuk sebuah garis pemisah yang tegas antara laki-laki dan perempuan.
Diberlakukannya sistem adat feodal sangat merugikan kaum perempuan karena sistem ini merupakan penindasan bagi kaum perempuan.
Selain adanya feodalisme, adapun budaya patriarki yang berkembang. Perempuan dianggap sebagai makhluk rendahan dibandingkan dengan kaum laki-laki. Perempuan tidak diberi hak untuk melakukan apa yang mereka inginkan sehingga ruang lingkup perempuan menjadi kecil.
Dengan kondisi sosial kaum perempuan yang memprihatinkan dari adanya diskriminasi, sistem adat feodal, dan budaya patriarki maka terbentuklah sebuah cita-cita untuk bangkit dan memperjuangkan hak pendidikan bagi kaum perempuan melalui kesadaran untuk membentuk organisasi-organisasi perempuan Indonesia.
Organisasi perempuan ini memiliki tujuan untuk mengedepankan pendidikan bagi kaum perempuan pribumi untuk menjadi cerdas, kompeten, dan mandiri.
Mengapa sebuah pendidikan begitu penting bagi kaum perempuan?
Karena sebuah pendidikan memiliki fungsi sebagai perantara untuk memanifestasikan kemerdekaan dan menaikan martabat yang harus dikuasai kaum perempuan untuk melawan penindasan dan diskriminasi yang selama ini terjadi pada kaum perempuan.
Pada tahun 1912, pertama kalinya didirikan sebuah perkumpulan perempuan yang bernama Poetri Mardika di Batavia. Organisasi Poetri Mardika memiliki dedikasi yang aktif dalam memotivasi dan menggerakkan untuk kemajuan taraf kehidupan perempuan. Budi Utomo memberikan dukungan dan bantuan kepada Poetri Mardika dalam menekankan pada bidang pendidikan dan kebudayaan.