Seringkali terjadinya terorisme yang menimbulkan terbentuknya stereotip terhadap agama tertentu. Terbentuknya stereotip tentang Islam terorisme tidak lain hanyalah pesan-pesan dari media massa. Terorisme adalah serangan terorganisir yang bertujuan untuk menimbulkan rasa takut pada sekelompok orang. Umat Islam, khususnya Wahabi/Salafi, kerap disalahkan atas meningkatnya serangan teroris. Adapula yang berpendapat bahwa terorisme melalui pengeboman di tempat umum merupakan bagian dari jihad fii sabilillah dan tergolong amal shaleh yang paling utama. Oleh karena itu mereka berasumsi bahwa pelaku bom bunuh diri adalah seorang mujahidin dan syahid.
Menurut Islam, Jihad adalah penyempurnaan segala ibadah karena Jihad adalah rukun ibadah sebagai perwujudan cinta kepada Allah. Seorang hamba rela menyerahkan tubuh, jiwa, dan harta bendanya dalam peperangan. Terorisme sebagai kekerasan politik sama sekali tidak sejalan dengan kemanusiaan. Islam mengajarkan humanisme yang mengedepankan kemanusiaan. Islam mendorong pengikutnya untuk memperjuangkan perdamaian, keadilan, dan kehormatan. Namun perjuangan ini tidak serta merta harus dilakukan melalui kekerasan atau teror. Dengan kata lain, Islam tidak menoleransi segala cara, apalagi cara kekerasan, untuk mencapai tujuan yang baik.
Dalam hukum Islam, mereka yang melakukan terorisme dan meneror orang lain akan dihukum berat. Orang-orang yang menyebabkan kerusakan di muka bumi, seperti pencuri dan perampok. Mereka akan dihukum berat agar tidak mengulangi kesalahannya, dan untuk melindungi harta benda, darah dan kehormatan orang lain. Tipe orang seperti ini disebutkan dalam ayat berikut:
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al Maidah: 33).
Islam melarang membunuh orang lain, bahkan jika satu nyawa dibunuh tanpa alasan yang benar, berarti ia telah membunuh manusia seluruhnya. Allah Ta’ala berfirman:
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya” (QS. Al Maidah: 32).
Sejak peristiwa September 2001 yang menggemparkan dunia, ada kecenderungan di Amerika Serikat yang mendefinisikan terorisme seolah-olah identik dengan Islam. Setiap kali seseorang menyebut kata teroris, gambaran “Para Teroris Muslim” lainnya muncul di benak mereka.
Dalam terorisme, bom bunuh diri merupakan bentuk serangan agresif yang mengharuskan pelakunya hidup atau mati agar berhasil melakukan serangan. Bentuk terorisme ini sudah ada dimulai dari bom Bali 1 tahun 2002, bom JW Marriot pada tahun 2003, Bom Kedubes Australia pada tahun 2004, Bom Bali 2 tahun 2005, Bom Sarinah Jakarta tahun 2016, Bom Kampung Melayu tahun 2017, Bom Surabaya tahun 2018 dan yang terbaru Bom Makassar yang terjadi pada Maret 2021.
Pukul 10.30 WITA tanggal 28 Maret 2021 terjadi ledakan bom di depan Gereja Katedral Makassar. Ledakan tersebut merupakan serangan bunuh diri dengan menggunakan jenis bom berdaya ledak tinggi. Berita kejadian ini dengan cepat menyebar ke berbagai media massa, dan nama Indonesia semakin menonjol dalam isu keamanan global. Peristiwa mengerikan tersebut menggegerkan nama Indonesia dan menarik perhatian dunia.