Pada tahun 2025, Indonesia akan mengalami perubahan signifikan dalam kebijakan perpajakan, khususnya terkait dengan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan dipatok sebesar 12%. Kenaikan ini tentu bukan tanpa alasan. Pemerintah beralasan bahwa langkah ini penting untuk mendukung pembangunan dan kesejahteraan negara, di tengah kebutuhan akan dana yang semakin besar untuk sektor-sektor vital seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.Â
Kelompok menengah ke bawah cenderung lebih banyak menghabiskan pendapatannya untuk kebutuhan konsumsi. Artinya, kenaikan PPN akan langsung berpengaruh pada pengeluaran mereka, bahkan bisa mengurangi kemampuan mereka untuk membeli barang dan jasa yang mereka butuhkan. Di sisi lain, kelompok menengah ke atas mungkin tidak terlalu terpengaruh karena proporsi pengeluaran mereka untuk konsumsi relatif lebih kecil dibandingkan kelompok bawah.
Faktor pendorong pemerintah tentu memiliki alasan rasional di balik kebijakan ini. Dalam konteks fiskal, PPN adalah salah satu sumber pendapatan negara yang sangat penting. Dengan naiknya tarif PPN, pemerintah berharap dapat meningkatkan pendapatan negara untuk membiayai berbagai program pembangunan, khususnya di sektor-sektor yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat, seperti pendidikan dan kesehatan.
Selain itu, Indonesia kini tengah berusaha memperbaiki defisit anggaran dan mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri. Kenaikan PPN bisa dianggap sebagai langkah untuk memperbaiki stabilitas keuangan negara. Ini tentu akan mengurangi beban negara di masa depan, yang pada gilirannya bisa memberikan manfaat lebih besar bagi pembangunan infrastruktur dan peningkatan layanan publik.
Namun, kenaikan PPN ini harus diimbangi dengan kebijakan pendamping yang bisa mengurangi beban masyarakat, terutama kelompok rentan. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan memberikan bantuan langsung kepada keluarga miskin atau kelas pekerja yang akan merasakan dampak langsung dari kenaikan tarif ini. Selain itu, pemerintah juga bisa mendorong program-program subsidi atau pengurangan pajak untuk barang-barang kebutuhan pokok agar tidak membebani masyarakat lebih jauh.
Selain itu, penting untuk pemerintah memprioritaskan transparansi dalam penggunaan dana hasil dari kenaikan PPN. Masyarakat perlu diyakinkan bahwa kenaikan ini benar-benar akan digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi mereka, seperti pembangunan infrastruktur, penguatan sektor kesehatan, dan perbaikan kualitas pendidikan. Tanpa kejelasan dalam hal ini, kebijakan semacam ini bisa menimbulkan rasa ketidakpercayaan di kalangan publik, yang berpotensi menyebabkan penolakan terhadap kebijakan perpajakan secara keseluruhan.
Kenaikan tarif PPN menjadi 12% di tahun 2025 adalah kebijakan yang memiliki pro dan kontra. Di satu sisi, kebijakan ini dapat membantu meningkatkan pendapatan negara untuk mendanai program-program pembangunan yang sangat dibutuhkan. Di sisi lain, kenaikan ini berpotensi membebani daya beli masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah, yang akan merasakan dampak langsung dari harga barang dan jasa yang lebih ma
Untuk itu, kebijakan ini harus diimbangi dengan kebijakan sosial yang mampu melindungi kelompok-kelompok rentan. Keterbukaan dalam pengelolaan dana hasil pajak juga sangat penting agar masyarakat bisa merasakan manfaat nyata dari kebijakan ini. Dengan pendekatan yang bijak dan transparan, kenaikan PPN bisa menjadi langkah positif dalam mencapai tujuan pembangunan nasional yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Aura FirdausÂ
013241027