Mohon tunggu...
Aura Devina Putri
Aura Devina Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Writers

Halo! Saya menyukai hal-hal yang berbau fiksi dan edukasi.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Belajar Pragmatik itu Seni

26 Desember 2024   00:27 Diperbarui: 26 Desember 2024   00:27 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Apa itu pragmatik?

Pragmatik adalah suatu cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang hubungan bahasa dan konteks yang digunakan dalam keseharian. Ilmu pragmatik memiliki cabang kajian seperti praanggapan, tindak tutur, deiksis, dan struktur wacana. Pada dasarnya, di kehidupan ini sering melibatkan pragmatik dalam tiap ucapan yang dikemukakan. Saat Ani tiba-tiba mengatakan, “Ruangannya panas sekali!” kemudian datang Brian yang mendengar ucapannya itu, maka ia akan mencerna ucapan dari Ani tersebut. Ia menangkap makna ucapan itu bahwa Ani mengeluh kepanasan, sehingga Brian berinisiatif menyalakan air conditioner agar Ani tidak kepanasan lagi. Ani yang hanya mengeluh kemudian terkejut, tetapi ia senang bahwa Brian peka terhadap kondisi ruangan yang panas tersebut.

Contoh di atas merupakan tindak dari pragmatik, mengapa demikian? Ani menyatakan bahwa ia mengeluh karena ruangannya terasa panas; kemudian Brian mencerna ucapan Ani dengan mempertimbangkan maksud dari ucapan itu; sebagai hasil dari pemahaman Brian, ia mendapat pengaruh untuk melakukan sesuatu dengan menyalakan air conditioner supaya Ani tidak kepanasan lagi. Inilah yang dinamakan sebagai seni dalam pragmatik. Austin (1962) dalam bukunya berjudul How to Do Things with Words membahas mengenai peristiwa tersebut yang dikenal dengan lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

Seseorang yang memahami pragmatik akan mampu beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. Maksudnya adalah menjadi orang yang lebih peka terhadap keadaan di luar sana. Menjadi orang yang melek dan peka terhadap kehidupan adalah sebuah seni yang tidak bisa ditukar dengan apapun. Dorongan menjadi manusia yang humanis itu adalah seni yang tidak semua orang mampu memilikinya karena manusia cenderung sering membaca situasi yang menimbulkan perdebatan pada diri sendiri. Misalnya terdapat orang yang mengalami kesulitan, lalu pada diri muncul perdebatan antara menolong dan tak acuh. Namun diri memilih untuk tak acuh dan pergi. Itulah sebabnya humanisme itu tidak semua orang mampu memilikinya.

Seseorang yang mempelajari pragmatik lebih paham konteks akan sesuatu. Bahkan sekadar decakan, lirikan, anggukan, dan helaan nafas pun dapat dipahami maknanya walaupun tidak ada sepatah kata yang keluar. Konteks dapat dipahami melalui gestur tubuh. Ketika seseorang marah, lirikan mata, helaan nafas, dan gesturnya akan berubah. Terkadang, walaupun tidak terlalu kentara pun, seseorang yang peka akan situasi dapat memahaminya dengan baik. Untuk itu, belajar pragmatik sangat diperlukan dalam kehidupan karena selain dapat memahami makna, juga menjadi sosok yang peka dan humanis. Itulah mengapa penting untuk mempelajari pragmatik, karena pragmatik adalah seni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun