tidak ingin terlalu spoiler namun pada intinya atas hasil usaha para detektif yang bertugas menangani kasus perkosaan tersebut hingga ditemukannya bukti di TKP pelaku mengenai Marie Adler lah yang membuat fakta yang sebenarnya bahwa ternyata benar adanya bahwa Marie adalah korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh pelaku yang sama tersebut.
Menonton kisah yang “Luar Biasa“ tentang betapa buruknya pihak kepolisian di Washington pada saat itu dalam menangani kasus Marie membuat kita sedikit banyak menjadi berkaca melihat realitas yang sama dengan apa yang terjadi di negeri kita saat ini. selain itu poin yang menarik untuk di bahas juga tentang bagaimana kedua detektif perempuan duval dan grace dalam melakukan pekerjaanya sebagai detektif benar benar berbeda dari yang dilakukan oleh detective yang menangani kasus marie.
Perspektif keduanya dalam menyelsaikan kasus merupakan salah satu bukti bahwa seharusnya mungkin kedepannya peran peran perempuan di perbanyak dalam kasus kasus seperti ini. Pernyataan ini bukan semata mata “Propaganda Feminisme” seperti apa yang dipahami masyarakat awam pada umumnya Bukan pula semacamauntuk meninggikan salah satu gender tertentu, tentu tidak, melainkan memang kita butuh banyak persepktif dari perempuan dalam memahami kasus kasus berbasis gender seperti ini.
Belajar dari kisah nyata ini juga, tentu timbul harapan semoga apa yang dialami Marie tidak dialami lagi oleh kita diluar sana. Tentu menjadi sebuah pembelajaran kedepannya untuk aparat kepolisian dalam menangani kasus dan bagaimana seharusnya kita selalu ada di pihak korban bukannya malah melakukan victim blaming dan menginvestigasi korban dengan cara yang salah, biarkan juga korban memilih menceritakan kejadiannya kepada siapa bukanya dipaksa menceritakanya kesemua pihak yang merasa bertanggung jawab.
Selain itu penanganan kasus kasus pelecehan seksual benar benar harus ditangani dengan tuntas dan sedetail mungkin, apalagi akhir akhir ini realitasnya di Indonesia sendiri kasus kasus pelecehan seksual sepertinya tidak ditangani sebagaimana mestinya bahkan harus menunggu viral dulu barulah kemudian kasusnya ditangani aparat.
Itupun kalau setelah viral dan pada akhirnya pelaku mendapatkan hukumanya, kalau tidak? Mereka tetap saja berkeliaran bebas diluar sana. Hal ini yang memang fakta dilapangan , jelas saja karena hukum di Indonesia masih belum adanya undang undang yang mengatur mengenai pelecehan seksual dengan benar. bagaimana dengan RUU PKS? mengutip seperti apa yang dikatakan DPR bahwa pembahasan RUU PKS itu “sulit” jadi sampai sekarang pun tidak adanya undang undang yang benar benar berpihak kepada korban.
bagaimana pelaku bisa dituntut dan korban bisa mendapatkan perlindungan dan keadilan sebagaimana mestinya kalau tidak ada UU yang mengatur itu sebagaimana RUU PKS, padahal isi dari RUU PKS benar benar bermaksud untuk melindungi para korban dan hal inilah yang harus segala diatur segera mungkin, tapi nyatnya pembahasanya dari dulu tidak pernah usai bahkan seperti hilang ditelan bumi hingga DPR lebih memilih Omnibus law yang mungkin pembahasanya lebih mudah dibandingkan RUU PKS?
Terakhir sebagai renungan dari kisahnya Marie, berhentilah menyalahkan korban, berhentilah menyalahkan apa yang yang korban kenakan atau bagaimana mereka berperilaku, rangkulah mereka, beradalah di pihak korban ketika mereka berani bersuara, ketika mereka berani melapor, ketika mereka menjadi korban, juga yang paling penting semoga aparat aparat yang berkepentingan bisa menjalankan tugasnya dengan benar benar sebagaimana mestinya,
masyarakat sendiri pun juga seharusnya ada selalu berada di pihak korban supaya tidak ada lagi kasus kasus yang justru merugikan korban itu sendiri. karena kenyataanya seperti apa yang dikatakan marie “If the truth is inconvenient, they don’t believe it”, semoga Marie menjalani kehidupanya dengan kedamaian dan kalau kalian udah nonton series ini, yuk terus bersuara dan lakukan aksi atau seruan untuk menuntut terus pengesahan RUU PKS agar nggak ada lagi korban yang takut bersuara di luar sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H