Mohon tunggu...
Aura Bina Arivia
Aura Bina Arivia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya adalah mahasiswa aktif semester 4 jurusan ekonomi syariah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya memiliki ketertarikan untuk membahas isu-isu ekonomi, khususnya berbasis syariah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Eksistensi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Masih Menjadi Solusi Alternatif untuk Pemenuhan Permodalan bagi Para Pelaku UMKM?

13 Juli 2024   00:33 Diperbarui: 13 Juli 2024   00:36 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Eksistensi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) merupakah suatu entitas yang hadir sebagai bentuk upaya memberdayakan ekonomi masyarakat kecil dan untuk meningkatkan akses keuntungan bagi para usaha kecil mikro dengan prinsip syariah.

Secara harfiah Baitul Maal Wat Tamwil memiliki dua fungsi yaitu sebagai Baitul Mal dan Baitul Tamwil. Sebagai Baitul Mal berfungsi untuk menghimpun dan mengelola dana masyarakat dari zakat, infaq dan shadaqah yang kemudian disalurkan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan orang yang berhak menerimanya. 

Sedangkan Baitul Tamwil berfungsi untuk mengelola dana yang dihimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan, kemudian disalurkan kepada pihak yang membutuhkan berupa pinjaman untuk kegiatan yang produktif dimana dalam hal ini untuk mengembangkan usaha mikro, kecil dan menengah yang ada di masyarakat. 

Pada intinya BMT merupakan suatu lembaga keuangan syariah yang mempunyai fungsi sosial dan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan umat, khususnya untuk masyarakat miskin, kelas kecil dan menengah.

Berdasarkan data dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada tahun 2023 pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mencapai sekitar 66 juta dan berkontribusi sebesar 61% dari Pendapatan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Ini menunjukkan bahwa UMKM di Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan dan dapat memperkuat struktur perekonomian negara. 

Dalam upaya pengembangan tersebut, para pelaku UMKM mengahadapi masalah mendasar yaitu lemahnya struktur modal dan akses memperolehnya, lemahnya manajemen dan sumberdaya manusia, lemahnya untuk memperluas akses pasar, adanya keterbatasan jaringan dan sistem informasi, iklim usaha yang tidak kondusif, ketidakterpaduan pembinaan dan masuknya pesaing bebas dari luar. 

Namun permasalahan utama yang paling krusial dan mendasar yang dihadapi para pelaku UMKM adalah permodalan yang dimiliki UMKM masih kecil dan akses untuk mendapatkannya pun banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Walaupun pemerintah sudah membantu para pelaku UMKM dengan cara memberikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui sistem perbankan, akan tetapi regulasi sistem perbankan mengkondisikan UMKM dengan standar baku prosedur dan persyaratan kredit sampai kinerja keuangan (5C). 

Salah satu kendala syarat yang sulit di penuhi oleh UMKM adalah jaminan/agunan (collateral) dan belum adanya pencatatan keuangan yang mumpuni, sehingga para pelaku UMKM tetap sulit memperoleh kredit, dan adanya suku bunga juga mengakibatkan pelaku UMKM sulit mengembalikan kredit.

Dari permasalahan tersebut, BMT seharusnya hadir menjadi solusi alternatif pendanaan bagi para pelaku UMKM yang mengalami kekurangan modal dan belum terfasilitasi oleh KUR dari perbankan. 

Kehadiran BMT yang memberikan jasa-jasa bagi masyarakat kecil dan UMKM yang membutuhkan modal usaha secara mudah, cepat dan murah melalui sistem syariah dan menawarkan berbagi resiko serta bagi hasil secara adil tanpa melibatkan bunga, memberikan pelayanan pembinaan kepada nasabah bukan pada agunan fisik melainkan ditekankan pada jaminan moral dan kelayakan usaha serta adanya akad Qardul Hasan yang diberikan khusus kepada masyarakat kecil tanpa ada kewajiban untuk mengambalikan modal usahanya ataupun bagi hasil usahanya. Berdasarkan hal tersebut seharusnya kehadiran BMT menjadi daya tarik bagi para pelaku UMKM yang membutuhkan modal. 

Namun sangat disayangkan, kehadiran BMT belum sepenuhnya optimal untuk mengatasi masalah tersebut, dikarenakan kurangnya literasi keuangan masyarakat sehingga BMT jarang dijadikan opsi oleh para pelaku usaha dalam memenuhi permodalannya.  Berdasarkan data yang diperoleh bahwa sudah ada 4.500 lebih BMT yang ada di Indonesia dan selalu mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Meskipun jumlah BMT terus bertambah, pertumbuhannya kurang merata di seluruh wilayah Indonesia, banyak daerah yang masih kurang terlayani oleh BMT, terutama di pedesaan dan wilayah terpencil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun