Judul: Belenggu
Penulis: Armijn Pane
Penerbit: PT. Balai Pustaka (Persero)
Tahun Terbit: 1940 (2011)
Jumlah Halaman: 140 halaman
Sinopsis
Dokter Tono jatuh cinta pada pasiennya, Yah. Barangkali sebuah takdir, Yah ternyata teman lama Tono. Sudah lama Yah menyimpan rasa untuk Tono. Sayang, ia hanya seorang penyanyi. Namun, Dokter Tono justru merasa nyaman jika berada di dekat Yah dibanding dengan Tini (istrinya). Pernikahan mereka tidak berlandaskan rasa cinta, Tini tidak pernah benar-benar mencintai Dokter Tono. Baginya, Dokter Tono merupakan pelarian dari kekecewaannya kepada kekasihnya yang meninggalkan dirinya. Dokter Tono merupakan seorang Dokter yang baik hati dan sangat pengertian kepada para pasiennya, bahkan ketika ada pasien yang tidak memiliki uang ia tidak akan meminta imbalan atas jasa yang diberikan. Karena kesibukannya tersebut, ia mengacuhkan istrinya (Tini) bahkan sikapnya berubah.
Namun, itu semua bukan dikarenakan kesibukannya sebagai seorang dokter, tetapi ia sudah menemukan rumah keduanya, Yah. Seperti sebuah pepatah 'sebaik-baiknya kau menyimpan bangkai pasti akan tercium juga', setelah sekian lama Tono menyimpan rahasia tersebut, pada akhirnya Tini mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Setelah mengetahui hal tersebut, Tini menemui Yah. Mereka berbincang dan akhirnya Tini sadar bahwa ia tidak bisa memberikan kebahagiaan untuk suaminya (Tono). Karena banyaknya tekanan psikologis yang diterima oleh Tini, akhirnya Tini memilih berpisah dari Tono. Setelah berpisah Tono juga ditinggalkan oleh Yah ke Kaledonia Baru, ia hanya meninggalkan secarik surat berisi pernyataan cinta dan kata pamit meninggalkan Tono.
Kelebihan yang ada di novel ini antara lain: novel ini mengangkat tema yang berani, karena pada masa itu belum banyak atau bahkan sangat jarang penulis yang mengangkat tema tentang perselingkuhan dan ketidakpuasan dalam rumah tangga. Selain itu, penggambaran psikologis tiap-tiap tokoh yang dilakukan oleh pengarang sangat mendalam, serta penggunaan bahasa sangat mengekspresikan apa yang terjadi pada pengarang, baik itu konflik batin tokoh maupun, antar tokoh.
Untuk seseorang yang belum memiliki pikiran terbuka, novel ini cenderung bersifat negatif, karena tema yang diangkat cukup kontroversial. Selain itu bagi pembaca modern seperti saya, bahasa yang di gunakan oleh pengarang cukup sulit dipahami dan di cerna sehingga membutuhkan pemahaman dah waktu yang lebih lama untuk memahami alur serta isi novel tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H