Mohon tunggu...
Binar Candra
Binar Candra Mohon Tunggu... Administrasi - Warganet

Warganet yang mencoba menumpahkan isi pikirannya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cerpen Kurang Beruntung?

12 Maret 2010   14:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:28 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menurut Anda, berapa panjang karangan cerpen pada umumnya? empat halaman folio?Atau enam?Bagaimana jika 77 halaman?Inilah “Dinihari di Garis Depan” cerpenkarya Bang Hyun-Suk.Cerpen Korea 80’an ini mungkin lebih tepat digolongkan sebagai novelet.Memang sebenarnya tak ada ukuran ‘cerpen sekian halaman’ atau ‘novel sekian halaman’.Namun, biasanya cerpen ditafsirkan sebagai karya pendek yang habis dalam sekali baca.

Karena kuantitas kata dalam cerpen itulah, penulis pemula sering berlatih dengan menciptakan ‘manusia-manusia’ baru lewat penanya.Namun tak jarang, cerpen diartikan sebagai intermezo dari karya sastra lain.Penulisan cerpen belum dianggap sebagai kreativitas yang lengkap, dan membaca cerpen belum dianggap sebagai aktivitas yang cukup.Ada lagi.Dalam penulisan, cerpen juga mempunyai kedudukan yang kurang menyenangkan.Banyak penulis menggunakan cerpen sebagai batu loncatan untuk menulis karya sastra lain.

Dalam bukunya, “Solilokui” , Budi Darma mengatakan, cerpen dianggap sebagai alat untuk membunuh waktu, dan tempatnya diselipkan di antara tulisan-tulisan yang menarik selera umum, seperti pengaturan rumah, info kecantikan, dan sebagainya.

Benar halnya, mulai dari koran hingga majalah dan tabloid umumnya meluangkan tempat untuk rubrik cerita pendek.Entitas cerpen seperti ada-tak ada.Di media cerpen mejadi hal wajib.Tak terhitung banyaknya buku kumpulan cerpen yang beredar, juga jumlah majalah yang di dalamnya memuat cerpen.Namun, seperti yang sudah dikatakan, cerpen hanya dilihat sebagai ‘pelengkap penyegar’.Karena itu pengaruhnya juga tak bertahan untuk jangka panjang.

Walaupun begitu, anggapan tadi bisa saja dipatahkan jika cerpen tersebut memang mengandung virus N-Ach yang tinggi, dengan kata lain bisa merasuki dan membuka mata, bahkan mungkin dapat menggerakkan pembaca untuk melakukan sesuatu.

Inilah tulisan yang dibutuhkan, cerpen, walau bentuknya pendek, bukan hanya alat seni dan estetika, tetapi juga merupakan ‘kamera’ yang mengarsipkan histori, sekaligus sarana untuk memantik semangat kita agar lebih maju.

Di Indonesia ini, akan sangat berguna jika banyak cerpen ber-N-Ach tinggi.Anda akan menjadi pembacanya juga bukan?Atau penulisnya?Yang penting, kesadaran kita untuk menghargai karya selalu ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun