Mohon tunggu...
Aulya Salsabila
Aulya Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IAIN Pekalongan

Mahasiswa IAIN Pekalongan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berpikir Kritis

13 Juli 2021   11:42 Diperbarui: 13 Juli 2021   11:48 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kritis tidak bermakna kita selalu mencari kesalahan-kesalahan orang lain, mengajak orang berdebat titik kritis bermakna pikir secara teliti, cermat dan seksama. Filsafat memang dianggap mampu mengambil peranan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan karena itu sangat berguna untuk Tarbiyah tapi kenyataannya tidak selalu demikian. Banyak aliran filsafat, tapi tidak semua aliran filsafat itu betul-betul berfaedah. Mengapa? karena sebagian corak filsafat yang berkembang dewasa ini sudah keluar dari khittahnya, yakni sebagai sarana bagi pencari kebijaksanaan dan cinta kebenaran. Praktik filsafat modern misalnya tidak lagi dimaknai cinta kebijaksanaan atau "philosophia, melainkan kebijaksanaan atau "misosophia". 

Sebagai contoh, ada orang yang mengatakan "tidak ada kebenaran, kebenaran adalah ilusi ", atau "tidak ada realitas dunia kecuali dalam benak manusia", jija ada skandal dalan filsafat, maka skandal terbesar dalam filsafat adalah yang keluar dari khittahnya. 

Kita harus keluar dari "misoshophia " semacam itu dan kembali pada "philosophia" yakni ikhtiyar untuk mencari kebijaksanaan dan meraih kebenaran. Hasil ikhtiyar episterik ini bisa keliru, karena itu orang juga dituntut untuk punya "intelektual humanity ". 

Dunia ini real, kita tidak bisa menyangkalnya. Dunia ini terdiri dari banyak hal. Tetumbuhan, binatang, manusia, bebatuan, matahari, bulan, galaksi-galaksi benar-benar real. Begitu juga kebudayaan,struktur sosial, norma, nilai, filsafat, ideologi, sains, Ilusi-ilusi atau error error, dan lain-lainnya juga real. Kita menyebut real karena 1) bisa di indra atau 2) punya efek. Yang punya efek tidak selalu bisa di Indra. Kita hidup di dunia yang semacam itu. 

Manusia adalah bagian dari dunia ini. Saat kita berpikir, kita berpikir di dunia ini (dunia dimana kita hidup dan berada sekarang). Kita tidak bisa lari dari kenyataan ini. Kita berada di dunia ini dan harus bisa menghadapi dunia yang selalu berubah. Jadi, penting artinya kita menyadari keberadaan kita di dunia ini saat berpikir Kita mesti punya kepekaan. 

Karena kita bagian dari dunia ini dan mengahadapi dunia ini, saat berpikir kita juga harus benar-benar memperhitungkan realitas dunia ini. Dunia ini real dan kita tidak bisa menyangkalnya apalagi berpikir untuk lari dari dunia. 

Berpikir di dunia ini berarti kita menyadari bahwa pikiran kita (a) akan dikonfrontasikan dengan realitas, atau diuji di hadapan realitas, dan (b) akan punya efek-efek atau dampak-dampak sejauh sang pemikir dan orang-orang yang lain juga mempercayainya dan membimbing tindakan mereka di dunia. 

Itulah mengapa berpikir juga menuntut suatu tanggung jawab. Untuk berpikir di dunia dan tentang dunia ini, kita bisa belajar dari praktik para ilmuwan atau saintis sebagaimana yang direnungkan oleh para filsuf, khususnya filsuf sains. Para filsuf berpikir di dunia ini, dan sebetulnya berpikir tentang dunia ini. Manusia dianugerahi potensi dan kapasitas. 

Sebagian kapasitas manusia bersifat Sebagian kapasitas manusia bersifat "emergent", yakni terbentuk dari gabungan kapasitas-kapasitas yang sudah dimilikinya.

 Para ilmuwan "ditraining" agar punya kapasitas dan kapabilitas untuk memproduksi sains. Tidak semua potensi manusia berkembang dengan baik menjadi kapasitas, lalu menjadi kapabilitas. Lingkungan dan konteks (sosial dan alam) sangat berpengaruh. Ada lingkungan yang menghambat, atau sebaliknya yang memungkinkan tumbuh kembangnya 2 potensi tersebut. Ilmu/ sains membantu kita mengenali diri sendiri. 

Siapa yang mengenali diri sendiri akan mengenali potensi-potensi, kapasitas-kapasitas dan kekuatan-kekuatan yang dianugerahkan pada kita. Siapa yang tidak mampu mengontrol dirinya sendiri akan dikontrol oleh sesuatu atau kondisi-kondisi (prestise, gelar, jabatan, ideologi politik maupun ideologi filsafat, dll) yang mungkin akan membuat kita jatuh dan lupa diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun