Tantangan besar yang sedang dihadapi oleh dunia saat ini adalah krisis energi. Permintaan energi telah meningkat secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir karena pertumbuhan populasi global, perkembangan industri, dan peningkatan standar hidup (Logayah, Mustikasari, Hindami, & Rahmawati, 2023). Bahan bakar fosil merupakan sumber energi utama yang menjadi sumber utama dalam perdagangan global, di mana negara di dunia berkompetisi untuk mendapatkan pendapatan tinggi. sayangnya, keterbatasan sumber daya energi dan penggunaan sumber daya alam yang tidak berkelanjutan seringkali diabaikan sehingga telah membawa sumber energi menuju krisis dan ancaman akan keberlanjutannya. Tantangan yang dihadapi mencakup ketergantungan yang berlebihan pada bahan bakar fosil sehingga dapat mempercepat perubahan iklim serta akses energi di seluruh dunia yang tidak merata.
 Sumber energi berbasis fosil seperti batubara, minyak bumi, dan gas alam telah lama menjadi sumber energi yang banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi manusia (Setiabudi, Kartikasari, & Kusumaningrum, 2024). Energi tersebut kemudian dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain yaitu untuk bahan bakar motor, pembangkit listrik, dan pembangkit energi pada industri. Seiring berjalannya waktu sumber energi fosil semakin terbatas sedangkan tahapan pembentukannya memerlukan waktu yang sangat panjang. Kondisi ini mendorong negara di seluruh dunia termasuk Indonesia mencari serta mengembangkan sumber-sumber energi baru dan terbarukan (EBT). Menurut (Romadhon & Subekti, 2023), penggunaan sumber energi tidak terbarukan seperti batubara dan minyak bumi masih sangat dominan di Indonesia saat ini. Jika ketergantungan terhadap energi tidak terbarukan ini terus berlanjut, dikhawatirkan Indonesia akan menghadapi defisit energi pada tahun 2046. Oleh karena itu, sangat penting untuk mencari dan mengembangkan sumber energi baru untuk mengurangi ketergantungan pada energi tidak terbarukan.
Konsumsi Energi Indonesia
Konsumsi energi Indonesia dapat dilihat melalui proyeksi permintaan energi di Indonesia. Proyeksi permintaan energi untuk periode 2019-2050 dihitung berdasarkan intensitas dan aktivitas per jenis energi di setiap sektor dengan data dasar tahun 2018. Permintaan energi final nasional pada skenario BaU, PB, dan RK diperkirakan akan tumbuh dengan rata-rata pertumbuhan tahunan masing-masing 5,0%, 4,7%, dan 4,3%. Dengan demikian, pada tahun 2050, permintaan energi pada skenario-skenario tersebut diproyeksikan mencapai 548,8 MTOE, 481,1 MTOE, dan 424,2 MTOE. Penghematan energi pada skenario PB dibandingkan BaU pada tahun 2050 adalah 12%, sementara pada skenario RK dibandingkan BaU adalah 23% (Suharyati, Pambudi, Wibowo, & Pratiwi, 2019). Berikut ini gambar yang menunjukkan permintaan energi final.
Hingga tahun 2050, sektor industri dan transportasi diperkirakan akan tetap mendominasi permintaan energi final, seperti pada tahun 2018. Tingginya kegiatan industri dan penggunaan kendaraan bermotor berkontribusi signifikan terhadap kenaikan penggunaan energi pada kedua sektor tersebut. Proyeksi permintaan energi di sektor industri akan mengikuti pertumbuhan industri sesuai dengan "Visi Indonesia 2045", sementara permintaan di sektor transportasi akan dipengaruhi oleh pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, program konversi dari kendaraan konvensional (BBM) ke kendaraan listrik, program wajib biodiesel dan bioetanol, serta peralihan dari kendaraan pribadi ke transportasi massal. Pada tahun 2050, diperkirakan sektor industri akan menjadi yang paling dominan dibandingkan sektor lainnya, dengan pangsa sebesar 42% pada skenario BaU, 40% pada skenario PB, dan 37% pada skenario RK (Suharyati, Pambudi, Wibowo, & Pratiwi, 2019).
Over Supply Pasokan Energi Listrik Dan Penyebabnya
Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dari tahun 2014 hingga 2020 mencapai puncaknya pada tahun 2018 dengan pertumbuhan sebesar 5,17% (Johan & Ginting, 2022). Selama periode yang sama, konsumsi listrik juga mengalami pertumbuhan yang signifikan, dengan rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 5,5% menurut data statistik ketenagalistrikan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan adanya potensi kelebihan pasokan listrik pada tahun 2029, setelah program pembangunan 35.000 MW selesai, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi antara 4,6% hingga 5%. Kelebihan pasokan ini terutama disebabkan oleh penurunan tingkat konsumsi masyarakat dan peningkatan penggunaan pembangkit listrik tenaga surya, serta penambahan pembangkit listrik baru sehingga perlu adanya perencanaan yang baik dalam memprediksi kebutuhan listrik di masa mendatang juga disoroti, sebagai upaya untuk meminimalkan potensi kerugian dalam pemenuhan kebutuhan energi listrik (Johan & Ginting, 2022).
Berbagai faktor yang menyebabkan over supply pasokan energi listrik di Indonesia termasuk pertumbuhan ekonomi dan konsumsi listrik yang berada di bawah proyeksi, dengan data menunjukkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto dan konsumsi listrik yang lebih rendah dari perkiraan. Selain itu, adanya potensi kelebihan pasokan listrik pada tahun 2029 dipicu oleh turunnya tingkat konsumsi masyarakat, meningkatnya penggunaan pembangkit listrik tenaga surya oleh berbagai sektor, serta penambahan realisasi pembangkit baru (Johan & Ginting, 2022). Kurangnya perencanaan yang tepat dalam memprediksi kebutuhan listrik di masa depan juga berkontribusi terhadap situasi ini, mengakibatkan ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan energi listrik.
RUU Energi Baru Terbarukan dan Kendala Penerapan RUU EBT