Menurut Sudarminto (2000) kulit merupakan lapisan terluar dari tubuh hewan yang menjadi hasil samping dari pemotongan ternak. Salah satu pemanfaatan kulit sapi yaitu dapat diolah menjadi bahan pangan, misalnya dijadikan kerupuk kulit. Kerupuk kulit atau yang dikenal dengan nama kerupuk rambak adalah kerupuk yang tidak dibuat dari adonan tepung tapioka, melainkan dari kulit sapi, kerbau, kelinci, ayam atau kulit ikan yang dikeringkan.Â
Menurut SNI 01-4308-1996, kerupuk rambak kulit adalah produk makanan ringan yang dibuat dari kulit sapi atau kerbau melalui tahap proses pembuangan bulu, pembersihan kulit, perebusan, pengeringan, perendaman dengan bumbu untuk kerupuk rambak kulit mentah dan dilanjutkan dengan penggorengan untuk kerupuk rambak kulit siap konsumsi.
Amertaningtyas (2011) menyatakan bahwa proses pembuatan kerupuk rambak kulit diawali dengan pemilihan kulit yang sehat, bukan dari ternak yang sakit, kulit bersih dan tidak busuk, kemudian proses pencucian (washing) bertujuan untuk membersihkan sisa kotoran yang masih menempel, selanjutnya proses pengapuran (liming) yaitu direndam dalam larutan kapur tohor Ca(OH)2 selama 24 jam yang bertujuan agar kulit membengkak sehingga lapisan epidermis dan bulu mudah dihilangkan serta untuk meningkatkan daya kembang dan kerenyahan kerupuk rambak), lalu proses pembuangan kapur (deliming) dengan air mengalir dan dilanjukan proses pencabutan dan pengerokan bulu (terutama dari kulit sapi, kerbau dan kelinci), kemudian proses perebusan (boiling) pada suhu dan waktu tertentu dengan ukuran pemotongan kulit sesuai selera, serta perendaman dalam bumbu (umumnya adalah garam dan bawang putih).Â
Selanjutnya dilakukan proses pengeringan menggunakan oven selama 24 jam pada suhu 70oC dan dilanjutkan dengan penggorengan (dilakukan 2 tahap, yaitu dengan minyak yang tidak terlalu panas (suhu 80oC) kemudian dimasukkan dalam minyak yang panas (suhu 100oC) sampai kerupuk rambak kulit mengembang dengan sempurna. Proses selanjutnya yaitu pengemasan dalam kantong plastik serta pemasaran.
Penambahan bumbu seperti bawang putih dan garam dalam pembuatan kerupuk rambak berperan sebagai penambah cita rasa, menghilangkan aroma anyir dan penambah kelezatan pada kerupuk. Bawang putih digunakan sebagai pelengkap bumbu yang mampu memberikan rasa sedap dan gurih pada kerupuk. Penambahan garam dilakukan untuk memberikan rasa gurih dan rasa asin, selain itu juga berperan dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Menurut Winarno (1992) rasa gurih yang terdapat pada kerupuk kulit dapat disebabkan adanya kandungan protein yang terdapat pada kerupuk tersebut sehingga pada saat proses pengukusan, protein akan terhidrolisis menjadi asam amino dan salah satu asam amino yaitu asam glutamat yang dapat menimbulkan rasa yang lezat.
Tekstur renyah dan tidak keras yang dihasilkan rambak disebabkan karena adanya proses pengeringan yang bertujuan menghilangkan jumlah air dari material sehingga pada saat digoreng, kerupuk mentah akan mengalami pemanasan pada suhu tinggi sehingga menghasilkan tekanan uap yang mengembangkan struktur kerupuk dan menjadikan tekstur kerupuk renyah.
Daftar Pustaka
Amertaningtyas, D. (2011). Mini review: Pengolahan kerupuk "Rambak" kulit di Indonesia. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan (Indonesian Journal of Animal Science). 21(3): 18-29.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. (1996). Cara uji mutu kerupuk kulit. SNI 01-4308-1996. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Sudarminto, S. (2000) Pengaruh Lama Perebusan pada Pembuatan Rambak Sapi. Jurnal Makanan Tradisional Indonesia. Jakarta.