Skylark dan Rumput Liar
Bisikan mengalun lembut di telingaku dengan penuh cinta, tapi entah mengapa saat kita bertemu, akhirnya kita harus menyangkalnya. Dengan memegang bilah pisau di pelukanku, seperti fajar yang menyengat malam.
Apa yang tertulis di kertas itu terasa dangkal, akan tetapi tulisannya sangat pahit dan sulit diungkapkan. Tawa itu sangat kontradiktif, membuatku terlalu mencintai dan membenci, tapi keduanya tetap ada di hatiku.
Semakin siang semakin terasa hangat. Pelukan itu lebih dingin dari angin dan hujan. Mengapa kita bersanding? Seperti kunang-kunang yang saling bertemu di malam hari, namun hati kita menangkapnya sebagai nyala api.
Hal yang paling sulit untuk ditulis dengan pena dan tinta adalah kata cinta, aku rela melakukannya selamanya setiap malam demi melihat kunang-kunang, Aku tidak akan berbicara lebih, tetapi aku memohon untuk pertemuan terakhir.
Kamu mungkin tidak akan menoleh ke belakang, tapi aku masih menunggu di tempat terakhir kali kita bertemu. jadi aku memeluk pedang itu agar merasa sedikit hangat. Sungguh menyedihkan dan sangat menyedihkan, sekarang aku hanya bisa menyalahkan dunia karena malam ini masih gelap dan terasa panjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H