Mohon tunggu...
Aulia Zahra
Aulia Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Manajemen UIN MALIKI MALANG

Fashionable, berwawasan, terpenting mandiri.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Aksi Terorisme di Tengah Pandemi

9 April 2021   07:18 Diperbarui: 9 April 2021   07:39 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo teman-teman semua...

Bagaimana kabar kalian?

Semoga sehat selalu ya. Jangan lupa agar selalu menjaga kesehatan di era new normal seperti saat ini. Tetap Semangat ! walaupun tidak ada yang menyemangati J. Tetap gunakan masker dan jangan lupa untuk selalu mempraktekkan 3M dalam kehidupan sehari-hari. Pakai masker, mencuci tangan atau gunakan hand sanitizer, dan menjaga jarak (sosial distancing). Jika sakit siapa lagi yang menanggung kalau bukan diri kita sendiri.

Teman-teman masih ingatkah kalian mengenai aksi teror yang terjadi pada bulan Maret lalu. Aksi teror tersebut dilakukan dengan waktu berdekatan hanya berselang 2 hari tetapi di wilayah yang berbeda. Aksi ini baru-baru saja terjadi, dan menggemparkan masyarakat Indonesia, sebab pada masa pandemi seperti saat ini, tidak disangka akan muncul aksi teror.

Kronologi Aksi teror

Aksi teror yang pertama, terjadi di wilayah Makassar Sulawesi Selatan pada hari Minggu, 28 Maret 2021. Aksi tersebut dilakukan di depan Gereja Katedral Makassar dan terjadi pada pukul 10.28 WITA.

Pastor Wilhelmus dari Gereja Katedral Makassar menyebutkan bahwa aksi tersebut dilakukan oleh dua orang pelaku yang datang mendekati pintu masuk gereja dengan sepeda motor. Beruntung aksi tersebut diketahui dan berhasil dihentikan karena dilihat gerak-gerik pelaku sudah dicurigai oleh pihak petugas keamanan gereja. Dua orang pelaku ditahan di pintu gerbang dan disitulah letak terjadinya ledakan.

Usut punya usut dan pada akhirnya aksi teror bom tersebut dinyatakan oleh pihak kepolisian sebagai bom bunuh diri. Teror dilakukan oleh pasangan suami istri yang meledakkan bom kemudian meninggal di tempat.

Berselang 2 hari kemudian, pada hari Rabu, 31 Maret 2021 terjadi aksi teror di Mabes Polri. Dalam video CCTV yang disiarkan di berita, memperlihatkan bahwa sang pelaku yang masih muda, menggunakan pakaian muslimah, masuk dari pintu umum Mabes Polri. Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menuturkan kejadian tersebut pada mulanya, sang pelaku datang ingin menanyakan dimana letak kantor pos terdekat kepada petugas polisi yang sedang berjaga. Kemudian diberikan pelayanan oleh anggota dan ditunjukkanlah arah kantor pos tersebut. Setelah itu, pelaku meninggalkan tempat tersebut. Berselang beberapa menit, sang pelaku kembali dan melakukan penyerangan menggunakan tembakan. Pelaku menyerang anggota yang sedang berjaga ditempat.

Menurut kesaksian para anggota yang sedang berjaga di pos, bahwa pelaku mengeluarkan tembakan sebanyak enam kali, dua tembakan kearah pos gerbang utama, dua kali tembakan di luar pos, dan menembak kearah anggota yang dibelakangnya. Untuk memberhentikan tindakan tersebut, pihak kepolisian mengambil tindakan tegas dan akhirnya pelaku tewas di tempat. 

Mengapa Aksi teroris masih saja terjadi?

Aksi teroris tak henti-hentinya terjadi, terutama di Indonesia. Menurut saya, aksi ini terjadi karena masih banyaknya sekelompok masyarakat yang memiliki ideologi tertentu dan berlandaskan dengan perspektif kelompok yang mereka ikuti. Seperti jihadi, salafi dan lain-lain.

Aliran-aliran tersebut tidak lain tujuannya adalah mengajak masyarakat untuk menumbuhkan sikap radikalisme, kebencian, dendam, dan menjauhkan mereka dari nilai-nilai luhur ketuhanan yang sudah ditanamkan pada diri mereka sejak kecil. Kebanyakan teroris mengincar anak-anak remaja yang masih duduk di bangku SMA dan mereka mencari biasanya di pondok-pondok pesantren.

Orang-orang yang mengikuti aliran-aliran tersebut menurut saya kurang dalam ilmu dan iman yang dimiliki. Mereka merasa dengan mengikuti aliran tersebut sudah berada di jalan yang benar, aliran yang mereka anut merasa paling benar dan sesuai ajaran Allah SWT. Kita ketahui bersama, bahwa terorisme ini tidak sesuai dengan ajaran agama manapun, apalagi ajaran-ajaran yang tercantum dalam Al-Quran.

Seperti salah satu keyakinan yang dimiliki para teroris pada saat diwawancari oleh pihak kepolisian dan diadakan konferensi pers di berita-berita, yang kala itu tengah gemparnya penangkapan-penangkapan anggota terorisme. Salah satu anggota terorisme menyampaikan, jika mereka melakukan jihad dengan cara mengebom diri di tempat ibadah agama lain selain agama Islam, maka mereka di jaminkan akan memasuki surganya Allah. Kemudian, jika mengebom diri beserta anak dan istri, maka mereka akan bersama-sama masuk surganya Allah. Menurut mereka itu adalah ajaran jihad. Sedangkan ajaran tersebut sama sekali tidak diajarkan di Al-Quran.

Dari uraian tersebut bisa dilihat, bahwa tidak ada satupun agama di Indonesia yang mengajarkan ajaran seperti itu terutama agama Islam. Dalam Al-Quran sudah dipaparkan dan dijelaskan bahwa Islam tidak memperbolehkan umatnya untuk melakukan bunuh diri. Bunuh diri berarti sama saja mereka tidak mengakui adanya Allah SWT.  Bunuh diri dengan cara di bom apalagi di tempat ibadah agama lain, sama saja seperti tindakan rasisme.

Pak Presiden Joko Widodo juga menekankan dengan tegas bahwa terorisme adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak berkaitan dengan agama apapun.

"Semua ajaran agama menolak terorisme, apa pun alasannya." Ujar Pak Jokowi.

Pak Jokowi juga menegaskan bahwa tidak ada tempat terorisme di Indonesia.

Wakil ketua DPR Fadli Zon mengatakan aksi terorisme ini tidak bisa hanya dengan pencegahan, tetapi juga dengan cara pemberantasan. Fadli Zon mengungkapkan bahwa ada tiga hal yang menyebabkan suburnya jaringan terorisme.

Pertama. Faktor domestik. Misalnya, kemiskinan terus membayangi masyarakat menjadi pemicu terjadinya aksi terorisme. Begitu pula dengan pendidikan yang rendah. Seseorang dengan pendidikan yang rendah dapat dengan mudah dibujuk menjadi pelaku bom bunuh diri karena minim pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki.

Kedua, faktor internasional. Menurut Fadli, jaringan terorisme tidak lepas dari keterlibatan pihak luar. Jaringan terorisme internasional cukup kuat dalam memberikan dukungan logistic bagi setiap jaringan teroris di berbagai wilayah.

Ketiga, faktor kultural. Menurut Fadli, masih banyak ditemukan orang memiliki pemahaman sempit dalam menerjemahkan nilai-nilai agama yang berkembang tengah masyarakat. Akibatnya, pelaku mudah terpengaruh untuk melakukan teror kepada masyarakat.

Kemudian, bagaimana cara agar memberantaskan aksi ini? 

Pak presiden Joko Widodo mengatakan dan berharap masyarakat bersama-sama memerangi tindakan terorisme dan radikalisme. Pak Jokowi menegaskan kepada seluruh masyarakat untuk bekerja sama dalam memerangi terorisme, radikalisme yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, nilai-nilai luhur kita sebagai masyarakat berbangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan dan Kebhinekaan Tunggal Ika.

"Saya mengajak semua anggota masyarakat untuk bersama-sama memerangi terorisme, radikalisme yang bertentangan dengan nilai-nilai agama,nilai-nilai luhur kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan dan Kebhinekaan," imbuhya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun