Mohon tunggu...
Aulia Febrianti Wardani
Aulia Febrianti Wardani Mohon Tunggu... -

i'm smiling girls :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sarmini dan Pangeran Wortelono

26 Juni 2013   18:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:23 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sarmini & Fantasi Pangeran Wortelono

Ini adalah kampung yang indah, kampung yang asri dengan rimbunnya pohon-pohon yang berjajar dipinggir jalan, serta keindahan bunga yang sedang bermekaran dipekarangan rumah-rumah warga yang sangat sederhana namun tetap terlihat luar biasa. Rumah mereka masih terbuat dari sulaman bambu yang biasa kita sebut dengan bilik, lantai-lantai rumah mereka tidak terbuat dari keramik maupun semen, lantai rumah mereka terbuat dari papan dan lantainya tinggi, rumah mereka memiliki kolong yang biasa dijadikan sebagai kandang ayam. Rumah tersebut biasa disebut rumah panggung, ya itulah rumah khas jawa barat.

Kampung tersebut bernama kampung Cau galek. Warga kampung tersebut kebanyakan berprofesi sebagai petani dan pedagang. Namun warga yang berprofesi sebagai pedagang biasanya mereka jarang pulang ke kampung, tetapi mereka menetap dikota,  mereka hanya pulang satu tahun sekali, walaupun rumah mereka ada dikampung tetapi mereka lebih memilih menyewa kontrakan dari pada harus pulang-pergi dari kota ke kampung Caugalek, karena jaraknya yang sangat jauh. Sedangkan yang berprofesi sebagai petani mereka tetap tinggal dikampung memelihara sawah dan lahan kebun yang mereka garap, jika sudah tiba saat untuk panen, barulah hasil dari sawah atau kebun mereka itu dijual ke kota.

Di kampung itu, setiap pagi saat matahari mulai memancarkan sinarnya dari balik gunung, sarmini pergi  ke kebun. Setiap pagi, tubuh kecilnya yang seperti bambu kuning itu menapaki jalanan kampung Cau galek yang terletak diantara gunung geulis dan gunung putri itu. Tubuhnya yang seperti kerangka dibalut sedikit daging  itu, terlihat terbang seperti kapas yang tertiup angin, memang dia sering memakai baju putih bila dia berangkat ke kebun, baju yang dia pakai baju itu-itu saja, baju besar yang menutupi tubuh kecilnya,dan rok berwarna putih kusam yang benar-benar panjang sehingga kakinya terlihat seperti tidak  menapak pada jalan. Orang-orang yang melihatnya sekilas mungkin tidak akan mengira bahwa dia adalah manusia, karena setiap melihat dia bulukuduk selalu berdiri, mungkin karena wajahnya yang pucat dan sorot matanya yang tajam dan rambutnya yang tak pernah ia rapihkan sehingga terurai panjang begitu saja, membuat kita yang melihatnya pun merasa takut. Sarmini sangat sering ke kebun, namun Sarmini tidak pernah terlihat lelah padahal jarak antara rumah dan kebunnya itu amat jauh, dia harus melewati jalan yang panjang yang jalannya masih tanah merah, dari kampung Cau galek sampai kampung Ranca belut, menyeberang sungai yang deras yang bila musim hujan tiba-bisa saja orang yang menyebrang banyak yang terjerat arus sungai dan Sarmini tanpa lelahnya terus menanjak hampir ke puncak  untukdapat sampai ke kebunnya itu.

Kebunnya sangat luas, isinya bermacam-macam ada tanaman kol, jagung, brokoli dan wortel. Hampir semua warga kampung Cau galek menanam semuanya tetapi tidak dengan tanaman wortel tidak ada satupun warga yang menanamnya,jauh sebelum skrang dulu mereka pernah menanam wortel, menurut mereka wortel tidak terlalu bagus ditanam di daerah kebun mereka, karena hasil tanaman wortel yang ditanam di daerah itu hasilnya selalu tidak memuaskan. Ukuran mereka selalu kecil padahal telah diberi pupuk dan perawatan yang ekstra lebih dari tanaman-tanaman lain.

Namun berbeda dengan Sarmini, justru sebagian besar kebun yang dia garap di tanami wortel, entahapa yang dia pikirkan, padahal dengan memelihara wortel di daerah itu hanya akan ada kerugian, pernah suatu saat dia ditanya oleh tetanggannya. “Sarmini, kamu menanam wortel? Apakah tanaman itu sudah bagus ditanam di kebun kita yang tanahnya tidak bisa menggemukkan tanaman wortel? “ dan dia hanya menjawab “ tanamanku masih bayi pasti nanti mereka akan tumbuh dewasa”. Jawaban yang sangat aneh, terdengar oleh tetangganya, terkadang orang disekitar Sarmini merasa Sarmini ini gila, tetapi dia tidak gila hanya dia tidak seperti manusia biasa saja. Banyak hal yang janggal pada dirinya,terkadang ada yang berkata bahwa dia bukannlah anak manusia, karena dandanan dan sikapnya yang tidak seperti manusia. Apalagi jika kita melihat postur tubuhnya yang sangat aneh, mirip bambu kuning yang terlihat hanya tulang yang dulapisi sedikit daging dan berjalan melayang seperti tertiup angin.

Hari itu hujan datang  sangat lebat dan terdengar gemuruh dan kilat menyambar-nyambar dimana-mana, hari begitu gelap, kelam dan sangat menyedihkan bila ada seseorang yang dalam keadaan seperti itu masih saja berjalan dalam kehampaan dan kekosongan hatipastilah kita takut, tetapi tidak dengan sarmini disaat hujan besar dan halilinar menyambar-nyambar disekitarnya dia tetap berjalan tenang tanpamemperdulikan yang ada disekitarnya, ini benar-benar tidak masuk akal.

Setelah perjalanan yang sangat jauh sampailah Sarmini dikebunnya tersebut, Sarmini melakukan hal yang biasa dia kerjakan seperti mencabuti tanaman yang mengganggu tanaman wortelnya, dia melakukan hal itu disaat hujan benar-benar turun dengan derasnya dan halilintar sedang ganas-ganasnya mencari mangsa untuk disentuhnya, dan suara menggelegar gemuruh yang mengaung-ngaung membuat kita ingin berselimut saja dikamar tanpa ingin keluar melihat kejadian disekitar. Entah apa yang ada dalam diri Sarmini, semua kehidupan dan tingkah laku serta sifatnya tidak pernah ada yang dimengerti oleh orang-orang yang ada disekitarnya,.

Saat dia sedang membersihkan tanaman liar dari sekitar tanaman wortelnya, tiba-tiba halilintar menyambar dihadapan dia begitu dekat, begitu dasyat dan begitu sangat menakutkan manun dia tetap tidak menunjukan rasa takut, wajahnya tetap pucat tanpa sedikitpun berubah ekspresinya. Lalu dia lihat apa yang disambar halilintar tersebut, ternyata yang di sambar itu adalah tanaman wortelnya, hanya satu tanaman wortelnya yang tersambar halilintar namun bekas dari sambaran itu bukanlah hangus ataupun tanamannya menjadi kering, justru tanaman itu seperti bersinar, cahanya bagaikan matahari kedua dibumi yang tertanam dalam tanah. Sarmini dengan tenangnya pula mendekati cahaya itu lalu dia mencongkel tanaman wortel yang bersinar itu, saat dia cabut wortel itu dan wortel itu terlepas dari tanah, terdengar teriakkan yang sangat kencang “Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa daunku, kau apakan daun dikepalaku, itu sangat sakit” suaranya terdengar sangat dekat dan sangat nyaring. Sarmini akhirnya menunjukan wajah yang sedikit kebingungan dengan melihat kekanan dan kekiri dengan gerakan yang sangat lambat, untungnya dia tidak memutar kepalanya 180 derajat, jika itu dia lakukan nyatalah sudah kalau dia bukan manusia karena manusia tidak mungkin melakukan hal itu. Akhirnya dia melihat tangannya yang memegang sebuah wortel kecil, saat dibaliknya wotel kecil tersebut ternyata wortel itu memiliki sepasang bola mata yang benar-benar bulat, sebuah hidung yang tidak terlalu bagus untuk ukuran hidung yang terbuat dari daging wortel serta satu mulut yang bisa bicara. Dengan bingungnya Sarmini mendekatkan wortel bernyawa itu lebih dekat dengan matanya, dan saat itu pula wortel itu terus berteriak-teriak “Lepaskan aku, hai kau raksasa, apa maumu?” Sambil ingin melepaskan dirinya dari cekramanan Sarmini. Akhirnya wortel bernyawa itu pun lepas dari tangannya dan jatuh kebawah disaat itulah hujan berhenti dan sinar mentari pun muncul dengan sangat cerahnya seolah menyambut kedatangan wortel yang bernyawa itu.

Dia menghampiri lagi wortel bernyawa itu, lalu dia mengambilnya kembali, lalu bertanya “Siapa kau?” dan wortel bernyawa itupun menjawab “Aku wortelono, pangeran wortelono. Sarmini menunjukan kembali ekspresi bingung yang sempat dia tunjukan untuk yang kedua kalinya itu. Lalu dia melihat sisi-sisi dari wortel tersebut, tapi jika dilihat dari sudut lain dia seperti wortel biasa lalu dia bertanya “Apa yang bisa kamu lakukan wortelono? Oya pangeran wortelono?” dan jawaban wortel yang bernyawa yang bernama wortelono “Carikan aku tempat berteduh dahulu panas matahari begitu sangat mengganggu kepalaku”. Akhirnya Sarmini pun membawanya kebawah pohon yang sedikit jauh dari tempat itu namun karena Sarmini berjalan seperti dituip angin, seolah-olah jalannya itu seperti kilat. Lalu diamengulang kembali prtanyaannya tadi, “Apa yang bisa kamu lakukan wortelono? Oya pangeran wortelono?” dan wortelono pun menjawab “Kau begitu ingin tau tentangku, mengapakah sedemikiannya, engkau begitu ingin mengetahui kemampuanku apa?” dengan memperlihatkan rasa kesalnya wortelono memainkan matanya kekiri dan kekanan. Akhirnya Sarmini meletakkan wortelono di bawah pohon itu agar dia dapat lebih jelas melihat bentuk dari wortel bernyawa tersebut dan Sarmini pun menjawab “ Kau begitu berbeda dengan yang lainnya, kau begitu luar biasa, kau bisa berbicara, mempunyai, mata, hidung, mulut bahkan kau mendengar, jadi aku ingin mengetahui tentang mu pangeran wortelono” dia pun menjawab “Baiklah, aku akan menjawabnya tapi dengan satu syarat, hanya kau yang boleh tau, tidak orang lain, walaupun aku tau kau tidak akan memberitahu ini kepada siapa-siapa tapi aku ingin mengatakan itu”, Sarmini pun menjawab “Baiklah” namun tetap dengan wajah yang dingin, pucat seperti mayat hidup.  Mulailah disana pangeran dari wortel bernyawa itu bercerita tentang semua yang dia tahu tentang dirinya sendiri, dia menceritakan perjalanan hidupnya yang panjang dan terdengar seperti petualangan yang tiada hentinya. Aneh bukan padahal Sarmini baru menanam wortel-wortel itu sekitar enam bulan saja namun cerita dari pangeran wortelono yang di tanamnya sendiri itu begitu banyak dan semuanya sangat menakjubkan, walaupun ekspresi wajah Sarmini tidak berubah namun jauh dalam dirinya dia merasa sangat takjub dengan semua cerita wortelnya yang bernama pangeran wortelono itu. Namun dari ketakjuban itu sendiri, sebenarnya Sarmini merasa bingung dengan nama wortel bernyawa itu, namanya pangeran wortelono memang namanya pangeran atau memang dia ini keluarga kerajaan wortel, pertanyaan dalam hatinya tidak dia keluarkan terlebih dahulu karena wortelono sangat asik dengan semuanya. Namun tiba-tiba wortelono menangis dengan sangat kencangnya “heuuuuuuuuuuu, tapi tetap saja dengan semua pengalamanku itu aku tetap merasa iri padamu Sarmini” , Sarmini semakin aneh dengan wortel bernyawa ini. “Memang apa yang membuatmu iri denganku?” “Yang membuatku iri adalah kau mempunya tangan dan kaki dan hati, itulah mimpiku Sartini”.

Saat itu mendung tanpa disangka-sangka kembali datang, dunia gelap gulita hujan deras turun kembali, halilintar mulai berkejaran kembali saling mendahului untuk memangsa sesuatu dibumi, dan “Duaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrr” halilintar menyambar pangeran wortelono yang ada disebelah Sarmini begitu dekat halilitar itu, namun halilintar itu hanya menyambar wortelono,wortelono terjatuh, dia tidak menjadi hangus maupun gosong oleh halilintar tersebut, namun saat Sarmini membalikkan wortelono ternyata wortelono sudah menjadi wortel biasa kembali, dia tidak mempunyai mata, hidung, mulut bahkan dia tidak bisa berbicara lagi.

Sarmini tertegun melihat semua yang terjadi di depan matanya tersebut, banyak sekali yang ia pikirkan, tentang ribuan pertanyaan yang ingin dia tanyakan kepada pangeran wortelono, tentang bagaimana semua perjalanan yang begitu hebat bisa dia lakukan sementara dia bercerita kalau dia merasa iri dengan dirinya yang mempunyai tangan dan kaki, Sarmini masih tidak habis pikir bagaimana bisa dia melalukan perjalanan tanpa ada yang membatu dia untuk berjalan. Apakah dia melompat seperti pocong ? Sarmini tidak tau karena dia hanya menyenderkan wortelono di bawah pohon.

Sarmini lalu membawa kembali wortelono ketempat semula dia ditanam, lalu Sarmini menanam kembali wortelono di tempat itu. Dia membersihkan semua tanah yang tercecer ke wortel-wortel lain saat dia mencabut wortelono. Hujan pun reda kembali langit cerah, tak nampak tadi bekas halilintar yang sangat menyeramkan pernah terjadi, matahari tersenyum begitu indah.

Sarmini melanjutkan pekerjaannya kembali sampai kebunnya itu bersih dari tanaman pengganggu, menjelang sore dia menyudahi pekerjaanya itu dan kembali pulang kerumah.

Keesokan harinya, di kampung Cau galek yang arsi itu tidak ada yang berubah semua orang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, begitu pula Sarmini dia memakai baju putih untuk berangkat ke kebun, baju yang itu-itu saja, baju besar yang menutupi tubuh kecilnya,dan rok berwarna putih kusam yang benar-benar panjang sehingga kakinya terlihat seperti tidak  menapak pada jalan. Itulah dia Sarmini...

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun