Surimi merupakan daging lumat yang telah dicuci dan disajikan dalam bentuk setengah jadi. Surimi merupakan salah satu produk olahan hasil perikanan  yang telah mengalami proses pencucian, pengepresan, dan pembekuan. Jepang adalah salah satu negara yang sudah memanfaatkan surimi sejak abad ketujuh. Kini surimi sudah banyak dikenal di kalangan masyarakat Indonesai. Surimi dapat diolah lebih lanjut menjadi produk berbasis gel. Surimi banyak ditemukan di pasar modern maupun tradisional.
Kualitas surimi dapat diketahui melalui konsentrasi protein dan kekuatan gel dari surimi tersebut. Kekuatan surimi dapat berkurang apabila surimi mengalami proses pemanasan. Proses pemanasan menghambat struktur dan komponen dari protein myofibril, sehingga pembentukan gel surimi dapat terhambat. Untuk mengetahui kekuatan gel surimi, terdapat beberapa uji yang digunakan. Uji tersebut diantaranya, uji gigit, dan uji lipat,. Uji gigit dan uji lipat merupakan uji sederhana yang secara langsung dapat dilakukan oleh konsumen. Uji gigit adalah uji yang secara subjektif untuk mengetahui tingkat kekuatan gel produk pasta ikan. Metode uji gigit ini dilakukan dengan teknik menggigit atau memotong sampel surimi menggunakan gigi seri atas dan gigi seri bawah . Tingkat elastisitas sangat mempengaruhi nilai uji gigit. Protein yang terdapat di dalam daging memiliki peranan penting dalam proses pembentukan elastisitas gel. Uji lipat (folding test) dilakukan dengan cara mengiris sampel surimi dengan ketebalan 4-5 mm. Surimi dilipat menjadi seperdua dan seperempat lingkaran. Penilaian uji lipat dan uji gigit secara terukur dilakukan dengan pengisian lembar score sheet uji yang disediakan. Uji lipat dapat dipengaruhi oleh proses pencucian surimi. Semakin lama proses pencucian maka nilai uji lipat akan semakin meningkat. Dimana, surimi yang semakin sukar retak menandakan bahwa mutu gel pada surimi tersebut semakin baik. Menurut Saliada et al., (2017) uji lipat ini dapat digunakan untuk membedakan antara surimi yang berkualitas tinggi dan berkualitas rendah.
Dalam melakukan penilaian terhadap bahan baku berupa surimi tidak boleh dilakukan secara sembarangan, prosedur yang dilakukan harus mengikuti standar acuan. Acuan yang digunakan berasal dari Badan Standar Nasional Indonesia (SNI 2694:2013). Dengan demikian, kualitas dan mutu dari surimi dapat diketahui dan sebagai tolok ukur, apakah surimi yang diproduksi bermutu tinggi dan dapat diterima oleh konsumen.
REFERENSI
1) Djunaidah, I. S. (2017). Tingkat Konsumsi Ikan di Indonesia: Ironi di Negeri Bahari. Jurnal Penyuluhan Perikanan Dan Kelautan, 11(1).
2) Radityo, C., Darmanto, Y., & Romadhon, R. (2014). Pengaruh Penambahan Egg White Powder Dengan Konsentrasi 3% Terhadap Kemampuan Pembentukan Gel Surimi Dari Berbagai Jenis Ikan. Jurnal Pengolahan Dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(4).
3) Samsudin, M. (2021). Pengaruh Jumlah Nelayan dan Jumlah Kapal Terhadap Produksi Perikanan di Provinsi Bengkulu. Jurnal Akuatek, 2(1).
4) Saliada, F., Onibala, H., Taher, N., Harikedua, S. D., & Pandey, E. V. (2017). Karakteristik Surimi yang dibuat dari Hasil Pencucian DagiNG ikAN Cakalang (Katsuwonus Pelamis L) dengan Air Dingin ( 4oC). Media Teknologi Hasil Perikanan, 5(2).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H