Di kertas putih kusulam bayangmu, Â
Garis demi garis, kutuangkan rindu, Â
Kau lahir dari pensil, dari tinta imaji, Â
Ketika dunia tak ramah, kau satu-satunya yang mengerti.
Di sekolah, mereka tertawa, mencibir, Â
Setiap ejekan seperti luka yang tak terhitung, Â
Namun di dunia yang kuciptakan sendiri, Â
Kau selalu ada, menemani sepi.
Tiap detik di sana, terasa lebih damai, Â
Tak ada ejekan, tak ada rasa sakit yang terurai, Â
Hanya kau, dengan sayap-sayap mimpi, Â
Mengangkatku jauh dari kenyataan yang sunyi.
Aku ingin kau nyata, tak sekadar goresan, Â
Menemani di sini, dalam setiap kesendirian, Â
Seperti di dunia fiksi yang kubuat di benakku, Â
Kau, sahabat sejati yang tak pernah melukaiku.
Mereka tak tahu, dalam setiap tarikan garis, Â
Aku mencipta pelindung dari hati yang terkikis, Â
Dan jika suatu hari kau bisa bernapas, Â
Aku tak lagi takut, tak lagi merasa terkekang di batas.
Jadi tetaplah di sini, dalam coretan yang kusemat, Â
Suatu saat, mungkin, kau kan keluar dari imajinasi penat, Â
Menjadi nyata, menjadi teman yang selalu kutunggu, Â
Karena bersamamu, dunia ini tak lagi kelabu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H