SEMARANG (29/07)-Telah dilaksanakan Sosialisasi terkait Pentingnya Edukasi Pra-Nikah di SMAN 14 Semarang yang bertempat di wilayah Kelurahan Panggung Lor, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah oleh Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tim II Universitas Diponegoro. Kegiatan sosialisasi ini bertujuan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya pernikahan dini di kawasan Kelurahan Panggung Lor, dimana hal ini nantinya juga dapat mengurangi dan menekan kasus stunting dan kekerasan pada perempuan di kelurahan tersebut.
Menurut United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) yang kemudian dikaji oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke-37 mengenai presentase pernikahan usia dini di dunia, dan menempati posisi kedua di ASEAN. Pernikahan Usia Dini merupakan ikatan yang dilakukan oleh pasangan yang masih tergolong dalam usia mudan pubertas. Sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 Ayat 1 tercantum bahwa usia yang sudah diperbolehkan menikah adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan. Namun kemudian, sejak tanggal 16 September 2019, DPR telah mengesahkan revisi terhadap undang-undang tersebut. Berdasarkan revisi tersebut, batas usia menikah baik pria maupun wanita adalah 19 tahun. Dengan ini maka pelaksanaan pernikahan dibawah usia 19 tahun termasuk pernikahan usia dini.
Pemilihan usia 19 tahun sebagai batas minimal melaksanakan pernikahan ini didasarkan oleh beberapa alasan. Pertama berhubungan dengan kesiapan fisik, kesiapan ini dalam berbagai faktor yang komplit, mulai dari kematangan usia, kesehatan, hingga kesehatan alat reproduksinya. Persiapan ini tentu akan memberikan dampak pada hubungan yang harmonis bagi seseorang. Karena ketika seseorang tersebut akan menikah, maka terdapat banyak faktor fisik yang akan menjadi penunjangnya.
Kedua, usia 19 tahun dianggap telah memiliki kesiapan mental yang lebih stabil. Kesiapan mental menjadi faktor penting bagi seseorang yang harus tertata sebelum mengarungi sebuah ikatan resmi berupa pernikahan. Mental akan erat berhubungan dengan kondisi batin seseorang, ataupun sesuatu hal yang tidak terlihat dari kondisi seseorang. Mentalitas dalam pernikahan akan menjadi sesuatu yang sangat penting yang mampu memberikan dampak kepada pola pikir seseorang. Kondisi mental seseorang akan menentukan kelangsungan sebuah hubungan, karena akan menjadikan seseorang lebih tenang dalam menghadapi berbagai persoalan yang terjadi.
Dan ketiga, berkaitan dengan kesiapan ekonomi. Kesiapan ekonomi menjadi faktor yang penting dalam sebuah hubungan rumah tangga, kondisi ekonomi akan memberikan berbagai faktor, khususnya dalam aspek pemenuhan kebutuhan. Tidak jarang karena gangguan kondisi ekonomi yang tidak siap memberikan dampak kepada keharmonisan dalam rumah tangga, sehingga penting bagi seseorang untuk memahami aspek kesiapan ekonomi sebelum melangsungkan pernikahan atau menjalin ikatan yang resmi.
Kondisi ekonomi meskipun tidak secara langsung berhubungan dengan internal seseorang, namun kondisi ekonomi dapat memberikan pengaruh kepada kondisi atau keadaan dalam menjalani sebuah hubungan. Pemenuhan kebutuhan yang tidak tercukupi dengan baik akan menjadi pemicu ketidakpuasan, sehingga penting disadari bahwa salah satu faktor terpenting yang harus disiapkan sebelum atau ketika telah menjalin ikatan yang resmi dalam pernikahan adalah kondisi ekonomi. Meskipun kondisi ekonomi bukan merupakan hal yang mutlak dan menjadi sebuah keharusan atas kebahagiaan seseorang, namun juga ditemukan banyak kasus perceraian yang bermula dari kondisi ekonomi yang tidak mapan. Banyaknya kasus tersebut kemudian menjadi sebuah indikasi penting mengenai ekonomi dan kasus perceraian. Kondisi ekonomi sangat berpengaruh dan menjadi pemicu tingginya kasus perceraian yang terjadi.
Tak hanya perkara memenuhi persyaratan umur, seorang lelaki dan perempuan harus lulus program kursus pra-nikah telah memperoleh dukungan dari Kemenag. Calon pengantin diwajibkan mengikuti kelas atau bimbingan pra-nikah untuk mendapatkan sertifikat yang dijadikan sebagai syarat perkawinan. Sertifikasi ini penting untuk bekal pasangan yang hendak menikah. Hal tersebut agar calon suami istri memiliki pengetahuan seputar kesehatan alat reproduksi. Selain itu, keikutsertaan calon pengantin dalam program kursus pra-nikah bertujuan agar mereka mengetahui penyakit-penyakit berbahaya yang mungkin terjadi pada pasangan suami istri, hingga masalah stunting pada anak.
Dengan terpenuhinya syarat umur dan lulus dalam program kursus pra-nikah, diharapkan calon pengantin dapat memahami tugas, tanggung jawab, dan kewajiban mereka ketika telah menikah, sehingga diharapkan calon pengantin nantinya tidak saling menuntut hak dan mengurangi resiko adanya kekerasan dalam rumah tangga mereka nantinya yang ditakutkannya dapat berujung pada perceraian. Kemudian, diharapkan juga kehidupan anak yang dihasilkan dalam perkawinan tersebut dapat terjamin pendidikan dan kesehatannya.