AULIA SITI FARIHAH/191241095
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITASAIRLANGGA
Demam Berdarah Dengue (DBD), penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan telah menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Gejala yang dialami penderita demam berdarah diantaranya yaitu demam tinggi mendadak bisa mencapai 40C, nyeri perut seperti ditekan, sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri otot dan sendi, muncul ruam 3-4 hari setelah demam, mual dan muntah hingga pendarahan di hidung, gusi berdarah, muntah darah, atau darah dalam tinja. Selain itu, terjadi pembengkakan pada kelenjar getah bening serta kulit mudah memar. Hal yang perlu diwaspadai yaitu gejala biasanya muncul 4-10 hari setelah infeksi dan berlangsung 2-7 hari. Meski banyak yang sembuh sendiri, demam berdarah parah bisa mengancam jiwa. Oleh karena itu, segera konsultasikan ke dokter jika mengalami gejala-gejala tersebut.
Dilansir dari laman resmi Sehat Negeriku Kementerian Kesehatan, pada tahun 2023 dan awal tahun 2024, kasus DBD berhasil diturunkan sekitar 35%. Namun pada minggu ke-17 2024, tercatat 88.593 kasus DBD dengan 621 kasus kematian di Indonesia. Wabah penyakit ini tidak hanya merenggut nyawa, namun juga membebani sistem kesehatan dan perekonomian. Dalam menghadapi tantangan ini, peran tenaga kesehatan masyarakat menjadi semakin krusial.
Tenaga kesehatan masyarakat khususnya di wilayah Indonesia berperan sebagai pendidik, pengawas, dan pelaksana program pencegahan. Mulai dari memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, mengajarkan cara melakukan 3M (menguras, menutup, dan mengubur) tempat penampungan air, hingga melakukan surveilans untuk menemukan sarang nyamuk. Selain itu, tenaga kesehatan masyarakat juga bertugas melakukan fogging atau pengasapan di daerah yang terindikasi adanya kasus demam berdarah. Semua upaya ini bertujuan untuk memutus rantai penularan penyakit dan melindungi masyarakat dari ancaman demam berdarah.
Selain itu, terkait pedoman Kementerian Kesehatan mengenai fumigasi untuk pencegahan dan pengendalian demam berdarah, petugas penyemprot disarankan untuk melakukan penyemprotan di luar ruangan, terutama pada semak belukar dan saluran air dalam radius tertentu yang menjadi tempat peristirahatan nyamuk. Keterlambatan dalam sistem ini seringkali disebabkan oleh perbedaan perilaku masyarakat dalam mencari layanan kesehatan, seperti ketergantungan pada pengobatan tradisional atau kurangnya kesadaran akan pentingnya deteksi dini. Selain itu, kurang optimalnya sistem pelaporan, seperti keterlambatan pelaporan kasus oleh petugas kesehatan di lapangan, juga menjadi kendala. Komunikasi yang kurang efektif antara berbagai pihak, seperti rumah sakit dan puskesmas, dinas kesehatan, petugas kesehatan di tingkat kabupaten, petugas penyemprot, dan masyarakat di daerah endemis juga dapat memperlambat penanganan kasus demam berdarah.
Tantangan dalam pencegahan demam berdarah sangat kompleks dan memerlukan solusi yang inovatif. Tenaga kesehatan masyarakat berperan penting dalam mengkoordinasikan kegiatan ini dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Perubahan iklim, resistensi nyamuk terhadap insektisida, dan urbanisasi merupakan beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu, kolaborasi antara tenaga kesehatan, pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta sangat penting untuk mencapai keberhasilan dalam pengendalian demam berdarah.
KATA KUNCI: Dengue, Kesehatan, Masyarakat, Nyamuk
Â
DAFTAR PUSTAKA