Judul yang aneh ya? Percaya atau enggak, memang seperti itulah yang terjadi padaku.
Mengapa bisa terjadi begitu? Aku pun tak tahu. Meski awalnya terasa aneh, namun seiring waktu keanehan itu berubah jadi biasa. Karena memang diharuskan terbiasa dengan kondisi seperti itu, agar bisa ikhlas juga menjalaninya.
Yang terjadi sesungguhnya, dan baru aku tahu belakangan ini setelah lebih 13 tahun berlalu. Penyebabnya adalah FOP, suatu penyakit kelainan genetik yang salah satu akibatnya adalah persendian kaku bagai tulang di seluruh persendian, termasuk rahang.
Rahang yang kaku itu tidak langsung tiba-tiba mengatup dan terkunci begitu saja. Ada beberapa tenggat waktu dan kondisi yang membuatnya berakhir dengan 'sama sekali tidak bisa dibuka'.
Saat itu usiaku baru menginjak 12 tahun. Pada awalnya aku hanya merasakan sakit pada gigi gerahamku, hingga pipi bengkak sebelah, dan membuatku menangis hampir tiap malam saking tersiksanya. Yah, sekalipun aku tahu tangisan itu tidak berarti apa-apa, bahkan hanya bisa menambah rasa sakitnya saja. Bagaimana lagi? Yang bisa kulakukan saat itu memang hanya menangis, meski aku pun tahu itu bukan pilihan yang tepat.
Beberapa waktu kemudian setelah rasa sakit itu mulai memudar, sempat terasa ada yang aneh saat aku kesulitan untuk membuka mulut dan menganga sambil mendongak ke atas. Rasanya seperti ketarik, dan rahangku hanya bisa tertutup saat kukembalikan posisi kepalaku menghadap ke depan.
Beberapa hari kemudian, secara bertahap ketidakmampuan untuk membuka rahang itupun muncul, meski aku nyaris tak pernah merasa kejanggalan itu merupakan hal yang serius.
Seperti saat mulai sulit memasukkan sikat gigi kecil ke dalam mulut, sampai hanya bisa makan pakai sendok kecil yang ujungnya tidak tajam a.k.a sendok bayi. :D
Soal gigiku, mungkin sudah bisa ditebak. Meski cukup rajin menyikat gigi, namun yang bisa mencakup untuk disikat hanya bagian depan dan sampingnya saja, sementara bagian dalam tidak mampu disikat akibat rahang yang sudah tertutup.
Merasa aneh? Awalnya mungkin iya. Marah, sedih, kesal karena tidak bisa menikmati semua makanan yang sebelumnya aku suka dan jadi favoritku. Yang ukurannya besar, keras, dan butuh mulut terbuka lebar untuk mengunyahnya, semuanya tak bisa lagi kunikmati secara normal. Harus dipotong kecil-kecil, atau tipis-tipis agar bisa masuk ke dalam mulut melalui sela-sela gigiku.
Seringkali, daripada memaksa untuk tetap makan sampai kesulitan, lebih baik aku menghindarinya dan memilih makanan lain yang setidaknya masih bisa kumakan dan kunikmati.