Yogyakarta - Di balik tabir kelir yang menyita fokus para pendatang dalam sebuah pentas wayang, sang dalang duduk bersila sembari bersuara lantang. Lelakonnya mumpuni, memeragakan tokoh dengan ahli seakan jiwa dan raganya sudah diberkati. Ia mendongeng, menghidupkan kembali kisah yang telah tercipta sejak ratusan tahun silam. Gymna Cahyo Nugroho namanya, seorang dalang muda yang berdedikasi tinggi untuk menjaga seni tradisi di tengah godaan modernisasi.
Bagi Gymna, wayang bukan hanya sekedar tradisi, melainkan wadah untuk mengekspresikan diri. Sejak umur belia, ia sudah memandang wayang sebagai seni yang berdaya tarik tinggi. Hal ini kemudian mendorongnya untuk pindah dari Lombok ke Jogja untuk mengembangkan bakat serta melanjutkan pendidikan. Saat menginjak umur 5 tahun, ia masuk sanggar pedhalangan pengalasan untuk lebih mendalami dunia dalang.
Sebagai mahasiswa Jurusan Manajemen dan Penilaian Properti dari Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, Gymna mengaku mendapat tantangan yang berbeda dibanding sebelum memasuki dunia perkuliahan.
"Tantangan selalu ada dalam setiap proses, dan tentunya tantangan saat dulu masih kecil dan sekarang berbeda. Apabila dulu tantangannya adalah ketika belajar materi baru seperti suluk ataupun adegan baru. Kemudian dalam menghafalkan naskah untuk lomba pedhalangan," ungkap Gymna, "apabila saat ini, tantangannya lebih ke pembagian waktu dan skala prioritas antara perkuliahan dan juga sebagai dalang."Â
Karir Gymna sebagai dalang muda menuai banyak perhatian dari publik. Pada tahun 2015 silam, ia diundang untuk unjuk bakat di KBRI Washington DC dan KJRI New York. Mahasiswa Vokasi UGM ini mengaku bahwa penampilannya di kesempatan tersebut merupakan pengalaman yang paling berkesan selama ia terjun ke dunia pedalangan.
"Hal tersebut merupakan kesempatan sekali seumur hidup yang tidak mungkin saya lupakan. Setelah itu, saya diundang di beberapa acara TV seperti Trio Lestari dan Hitam Putih," jelasnya.
Dari banyaknya cerita wayang yang pernah dalang muda ini pentaskan, Bhisma parwa adalah tahta tertinggi lakon favorite-nya. Sebuah karya dari Juang Perkasa ini berhasil membawanya menjadi juara 1 di festival pedhalangan Kabupaten Gunungkidul 2020 dan festival pedhalangan Tingkat provinsi tahun 2021.Â
"Lakon tersebut menurut saya bisa membawa saya ke dimensi kisah seorang bisma. Sehingga saya seperti bisa merasakan apa yang bisma rasakan," ujar Gymna.
Keadiluhungan budaya Jawa tentu menjadi tantangan bagi masyarakat di zaman yang serba modern ini. Maraknya kebudayaan yang diadopsi dari luar negeri tidak lantas membenarkan masyarakat untuk mengesampingkan eksistensi wayang sebagai budaya lokal.
Salah satu cara bagi para dalang untuk menjaga budaya wayang agar tetap relevan di masa kini, yaitu dengan menghadirkan konsep baru dalam dunia pewayangan. Gymna sendiri memiliki pendapat bahwa saat ini ada banyak sekali pementasan dengan konsep wayang yang baru dan telah disesuaikan dengan perkembangan zaman.Â