Pendikan memiliki kontribusi yang besar dalam kemajuan bangsa. Melalui pendidikan, kualitas sumber daya dapat meningkat. Dalam Islam akses pendidikan dan hak belajar merupakan hal yang mendasar dan dijamin sesuai dengan hadits Nabi, “Mencari pengetahuan diwajibkan atas setiap muslim” Kata setiap muslim menunjukkan bahwa yang memperoleh akses pendidikan dan hak belajar adalah laki-laki dan perempuan.
Dalam Undang-Undang 1945 BAB XIII, Pasal 31 ayat 1, menyatakan bahwa. “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.” Dalam Sabda Rosulullah dan Undang-undang ini, secara tertulis hak pendidikan dimiliki oleh seluruh elemen manusia, baik laki-laki maupun perempuan, juga muda maupun tua.
Meskipun pendidikan merupakan hak seluruh umat dan rakyat, dalam kenyataannya tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan perempuan masih cukup rendah. Tidak sedikit perempuan yang memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Menurut Nur Syam dalam lamannya, ada beberapa faktor penyebab perempuan tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu;
- Pandangan teologis. Bahwa perempuan adalah bagian dari laki-laki. Perempuan adalah tulang rusuk lelaki, sehingga posisinya dalam relasi antara lelaki dan perempuan adalah relasi yang tidak seimbang. Sementara dalam Islam pun, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal akses pendidikan dan berperan dalam ranah sosial.
- Pandangan sosiologis. Bahwa dalam banyak hal perempuan lebih banyak diposisikan dalam ranah domestik ketimbang ranah publik.
- Dalam perspektif sosiologis dinyatakan bahwa perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi. Relasi antara laki-laki dan perempuan berada di ruang rumah tangga, sehingga perempuan lebih banyak berada di ruang domestik.
- Pandangan psikologis. Bahwa karena posisinya lebih banyak menjadi isteri, maka perempuan dianggap tidak penting untuk berpendidikan. Di dalam tradisi kita, masih banyak anggapan bahwa perempuan harus cepat dikawinkan. Kawin muda jauh lebih baik ketimbang menjadi perawan tua.
- Pandangan budaya. Yang menganggap bahwa perempuan merupakan sosok manusia yang secara budaya memang tidak memerlukan pendidikan tinggi. Dalam hal ini, posisi perempuan hanya menjadi pelengkap saja.
- Pandangan ekonomi. Bahwa perempuan banyak yang tidak melanjutkan pendidikannya karena ketidakmampuan ekonomi orang tuanya. Namun, kalaupun orang tua memiliki keterbatasan ekonomi, tetapi jika misalnya orang tua tersebut memiliki dua anak, yakni laki-laki dan perempuan, maka yang diminta untuk melanjutkan adalah yang laki-laki, sementara yang perempuan sesegera mungkin dikawinkan agar terlepas dari beban ekonomi keluarga.
Stereotipe seperti inilah yang mengakibatkan angka statistik pendidikan perempuan masih rendah. Tidak sedikit perempuan yang memilih untuk berhenti sekolah, dan menganggap bahwa bisa membaca saja sudah cukup.
Dalam Catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan dalam memperoleh pendidikan pada perempuan dan laki-laki. Sebesar 16,09% perempuan berusia 15 tahun ke atas tidak memiliki ijazah, sementara laki-laki hanya sebesar 11,65%. Selain itu, sebesar 5,35% perempuan berusia 15 tahun ke atas buta huruf, sementara laki-laki sebesar 2,57%.
Selama ini mungkin dalam pandangan umum bahwa tugas untuk membangun bangsa adalah dibebankan kepada para elit intelektual, dan umumnya adalah dibebankan kepada laki-laki karena dianggap lebih memiliki kekuatan.
Laki-laki lebih mendominasi peran-peran strategis dalam ranah publik dari pada perempuan, sehingga terkadang ide-ide perempuan kurang terdengar dan belum begitu terlihat memberikan sumbangsih nyata bagi peradaban bangsa. Namun, dalam kenyataannya perempuan memiliki andil yang besar dalam membangun bangsa.
Secara eksplisit, dalam paragraf diatas bisa kita uraikan mengapa pendidikan perempuan sangatlah penting. Pertama, karena perempuan adalah warga negara yang memiliki hak yang sama juga dapat memberi kontribusi dalam pembangunan bangsa, Akan banyak potensi perempuan yang bisa dimaksimalkan.
Dengan bersama-sama, pendidikan dan kemajuan bangsa akan lebih cepat dan efektif. Kedua, perempuan merupakan tiang peradaban. Perempuan yang menjadi pencetak juga pendidik generasi setelahnya. Lantas, bagimana mungkin mereka memenuhi kewajibannya untuk menjadi pendidik bagi anak-anaknya jika tidak memperoleh kesempatan pendidikan tinggi? karena generasi yang baik lahir dari ibu yang hebat dan cerdas.
Jadi, untuk penyelesaiannya. Stereotipe dan sisi pandang tentang perempuan tidak harus berpendidikan tinggi harus diubah. Sudah banyak beasiswa terbuka, dengan di iringi niat juga usaha jalan akan selalu dimudahkan. Karena, dalam kenyataannya perempuan memiliki kontribusi besar dalam membangun bangsa yang lebih maju. Mari sama-sama meningkatkan kualitas generasi dengan meningkatkan pendidikan perempuan.