Mohon tunggu...
Aulia Rahma
Aulia Rahma Mohon Tunggu... -

mahasiswa Psikologi 2012

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Sindrom Sangkar Burung, Dibalik Kecemasan Seorang Ibu

8 Oktober 2014   01:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:59 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sindrom Sangkar Burung adalah hal yang mungkin belum menyeruak kepermukaan. Ya sindrom Sangkar Burung ini biasa dialami oleh para Ibu, Mama, Bunda, Emak, Bundo,Mother dan untuk wanita-wanita HEBAT yang sudah melahirkan anak-anak HEBAT kedunia ini. Sindrom ini terjadi kepadam para Ibu yang diibaratkan Burung yang menjaga sarangnya, yang awalnya diisi oleh burung dan pasangannya, lalu hadirlah anak-anak burung yang mendiami sarang itu. Sarang itu menjadi bukti bahwa anak-anak burung dirawat dengan penuh kasing sayang oleh sang induk hingga kini telah menjadi dewasa dan siap berkelana mengitari dunia dan “mungkin” akan meninggalkan sarang itu. Ya sindrom ini seperti sebuah ungkapan kesepian bagi seorang Ibu yang merasa rumahnya tak lagi ada suara-suara anak mereka yang biasanya menghiasi sudut rumahnya. Sang anak telah tumbuh dewasa dan siap untuk berkelana mengitari dunia.

Pernahkah kalian berfikir ketika saat-saat seperti kita sebagai mahasiswa bagaimana ibu kita “mencemaskan”kita yang berada ditanah rantau tengah menimba ilmu, kesepiankah mereka?cemaskah mereka dengan apa yang kita lakukan. Mereka tak perna tidak memikirkan kita. Mungkin bisa jadi bahan renungan, pernahkah kita memikirkan-Nya ketika kita asyik bercengkrama dengan para teman dipusat perbelanjaan?pernahkah kita memikirkan ibu kita, sudah makankah beliau disana?, makan apa beliau disana. Namamu ada selalu dalam Doanya di setiap sujud-Nya. Tanyakan pada pemilik Alam semesta ketika dirimu mempertanyakan nama siapa yang ada didalam Doa Ibumu!!.

Tak pernah terbayangkan, ketika seorang Ibu mengamati perubahan anak-Nya tahap demi tahap. Ketika kamu didalam kandungan, ia mengamati gerakan tubuhmu didalam rahimnya, ia bahagia atas Anugerah Terindah yang diberikan Tuhan kepada-Nya. Lalu ketika ia memberikan Nama terbaik untukmu, dia merasakan senyuman bahagia ketika nama itu telah menjadi milikmu, hingga ketika kamu telah bisa memanggil namanya “ ma-ma”, ia masih terus memeprhatikanmu. Kamulah prioritasnya. Lalu ketika kamu sudah bisa berlarikencang dan pertama kali masuk sekolah. Ia masih mengamatimu ketika kamu sudah masuk SMA dan masih tetap mengamatimu ketika kamu telah menemui cinta monyetmu. Ketika dirimu masuk bangku kuliah dia masih mengamatimu, walaupun hatinya “cemas”, takut tak lagi bisa lama memandang wajahmu yang akan pergi ke tanah rantau, ia tetap mengamatimu dalam setiap doa-Nya. Hingga tetap mengamatimu ketika kelak kau akan menggalkan rumah selamanya menuju rumah mertuamu. Ia masih mengamatimu. Ia cemas tak lagi bisa melihat wajah buah hatinya lagi dirumah ia membesarkannya dengan pernuh kasih sayang.

“Kecemasan” dalam perspektif Psikologi adalah kekhawatiran akan terjadinya hal buruk yang sebentar lagi terjadi. Dalam hal ini kekhawatiran seorang Ibu yang anaknya tak akan lagi ada dirumahnya.

“Maka dari itu jangnlah hanya Ibumu yang mencemaskanmu, tapi mulailah Cemaskan Ibu hari ini dan seterusnya. Karena tidak ada Kecemasan yang tiada berharga kecuali Kecemasan Seorang Ibu kepada Anaknya”

Salam Psikologi!!!

By : Aulia Rahma

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun