Beberapa hari yang lalu, beredar sebuah video kekerasan yang terjadi pada sebuah Pondok Pesantren di daerah Jombang Jawa Timur. Dalam video itu beredar kekerasan yaitu pemberian hukum cambuk pada kalangan santri yang melanggar aturan karena meminum-minuman keras.
“Video berisi santri dihukum cambuk yang diunggah di YouTube menghebohkan netizen dan warga Jombang, Jawa Timur. Belakangan diketahui, video itu berlatarbelakang pondok pesantren di daerah itu.Kepolisian Jombang langsung menyelidiki identitas pondok pesantren (ponpes) yang menerapkan hukuman cambuk tersebut. Ponpes tersebut adalah Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqo atau lebih dikenal sebagai PPUW, di Desa Bulurejo, Kecamatan Diwek, Jombang, sekitar 15 kilometer arah selatan Kota Jombang. Kapolres Jombang AKBP Ahmad Yusep Gunawan pun langsung mendatangi lokasi pondok dan menemui Pengasuh PPUW, KH Mohammad Qoyim, Senin (8/12/2014). Kapolres usai pertemuan mengungkapkan, pengakuan dari pihak pondok, peristiwa hukuman cambuk kepada tiga santri yang terekam dalam video tersebut terjadi pada tahun 2010.” (:http://regional.kompas.com/read/2014/12/08/23365741/Polisi.Selidiki.Penerapan.Hukum.Cambuk.di.Sebuah.Pesantren.Jombang)
Kekerasan didunia pendidikan kembali terjadi, apakah hukum cambuk sendiri sudah sesuai dengan prosedur punishment menurut teori konseling behavioural? Bagaimanadampak psikologis bagi yang mendapat punishment hukum cambuk tersebut? Dan apakah dalam agama hukum cambuk diperbolehkan bagi yang melanggar aturan selain pezina?
Dalam teori konseling behavioral, penerapan hukuman (punishment) memang diperbolehkan. Disebutkan dalam buku teori dan teknik konseling bahwa hukuman atau punishment merupakan intevensi operant-conditioning yang digunakan konselor untuk mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan. Hukuman terdiri dari stimulus yang tidak menyenangkan sebagai konsekuensi dari tingkah laku. Skinner berkeyakinan bahwa hukuman kerap kali digunakan bukan untuk menghilangkan tingkah laku yang tidak diinginkan tetapi hanya mengurangi kecenderungan tingkah laku. Ketika hukuman dihilangkan maka tingkah laku tersebut akan muncul kembali.
Hukuman terdiri dari 4 jenis hukuman yang diberikan dalam punishment menurut Skinner, yakni :
1.Hukuman Fisik
Bentuknya bisa stimlus aversif, hukuman aversif, aversif sederhana. Jenis hukuman aversif yaitu kejut listrik (electric shock), suara keras, diberi amoniak, ditarik rambutnya, dan cubit yang disebut unconditioned punishers.
2.Time-Out
3.Reprimands
4.Response Out
Hukuman memiliki efek samping, seperti :
1.efek emosional yang negatif seperti kemarahan dan depresi
2.Tingkah laku yang tidak diinginkan hanya ditekan saat ada hukuman.
3.Jika tingkah laku alternatif tidak muncul, konseli akan menarik diri.
4.Pengaruh hukuman bisa jadi digeneralisasi pada tingkah laku lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum. Misal anak dihukum karena terlambat, jadi tidak suka sekolah, semua pelajaran, semua guru, dsb.
Bagi sebuah pondok pesantren adalah hal yang lumrah ketika hukuman diterapkan kepada santrinya, bagi yang parah melanggar aturan dikenai sanksi cukur gundul, bagi yang tidak izin keluar pondok akan dikenai hukuman dikurung semalaman dikamar mandi, dsb. Dan bagaimana ketika sebuah pondok mengenai hukum cambuk bagi para santri yang melangga raturan ditengah negara-negara yang memiliki hukum konvensional. Bagi negara-negara yang menegakkan hukum islam seperti Arab Saudi mungkin hal yang biasa ketika ada pezina dan dihukum cambuk.
Dalil dari al-Quran mengenai syariat cambuk / dera adalah QS. AN-NUR AYAT 2 :
الزَّانِيَةُوَالزَّانِيفَاجْلِدُواكُلَّوَاحِدٍمِّنْهُمَامِئَةَجَلْدَةٍوَلاَتَأْخُذْكُمبِهِمَارَأْفَةٌفِيدِينِاللَّهِإِنكُنتُمْ
تُؤْمِنُونَبِاللَّهِوَالْيَوْمِالآخِرِوَلْيَشْهَدْعَذَابَهُمَاطَائِفَةٌمِّنَالْمُؤْمِنِينَ
Artinya :
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.”
Lalu bagaimana dengan hukum cambuk bagi anak-anak dan remaja yang melanggar aturan meminum-minuman keras. Dan sementara di dalam Al-Qur’an sendiri disebutkan bahwa cambuk untuk pezina. Apakah hukum cambuk baik diterapkan disemua kalangan tanpa memandang tingkah laku apa yang telah diperbuat. Hukum Cambuk tentu akan menimbulkan dampak psikologis yang sangat mendalam bagi yang pernah mendapatnya, apalagi anak-anak dan remaja dihukum didepan-depan santri teman-teman mereka lainnya. Untuk itu perlu diperhatikan , pertimbangan antara manfaaat hukum cambuk sendiri dan efek jangka panjang dibelakangnya. Punishment memang penting agar tingkah laku yang negatif dapat dikurangi, namun perhatikan langkah-langkahpunishment, butuh pendampingan bagi para korban hukum cambuk itu sendiri agar trauma tidak terjadi kepada mereka terutama anak-anak dan remaja. Psikolog sepertinya sangat dibutuhkan juga pada lembaga-lembaga Islam seperti Pondok pesantren ini.
Masa remaja adalah masa dimana mereka sedang giat-giatnya mencari siapakah aku sebenarnya, sedang mencari jati dirinya. Mereka masih ingin tau tentang hal-hal baru yang ada disekitarnya. Punismhment lain yang bisa diberikan dengan mengasosiasikan efek negatif dari Miras misalnya, hingga mereka tau apa yang mereka lakukan adalah salah dengan mengkonsumsi Miras.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H