Mohon tunggu...
Aulia Nur Rachmi
Aulia Nur Rachmi Mohon Tunggu... -

Active, critical, clever, and knowleadgeable

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bad Culture, Bad Law Enforcement

20 Mei 2011   16:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:25 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negeri dengan salah satu penduduk terbanyak di dunia. Indonesia memiliki beragam bahasa, budaya, dan tempat-tempat indah. Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa.

Meskipun angka kemiskinan di Indonesia masih tinggi, namun pada dasarnya orang Indonesia adalah orang-orang yang cerdas. Jika saja orang-orang yang kurang beruntung itu mendapat kesempatan untuk mengeyam pendidikan yang lengkap, maka tidak akan ada perbedaan yang terlalu menonjol antara si kaya dan si miskin. Saat ini pun, sebenarnya para manusia gagah yang duduk di gedung mewah sana, yang (katanya) mewakili rakyat, tidak dijamin lebih pintar atau lebih bermartabat daripada mereka yang tinggal di kolong jembatan, pinggir rel kereta, dan di trotoar jalan. Dan orang-orang ini, adalah korban dari suatu kebiasaan lama sebuah kehidupan mewah pihak tertentu.

Apakah kebiasaan itu?

Seperti kata Friedman, dalam penegakkan hukum di suatu negara  ada tiga hal yang memegang peran penting, yaitu Structure, Substance, dan Culture. Mari kita kupas bersama-sama.

Structure adalah para pejabat yang berwenang. Mereka bukan hanya aparat penegak hukum, tapi mereka yang juga berpengaruh terhadap penegakkan hukum. Jaksa, hakim, polisi, politisi, dan para legislator adalah contohnya. Orang-orang yang saya sebutkan barusan, yang ada di Indonesia,tak diragukan pengalaman pendidikannya. Mereka sarjana, doktor, bahkan mungkin banyak yang profesor. Sayang, culture mereka sangat buruk, culture yang menjadi penyakit hati para penguasa saat ini, yaitu korupsi. Saking "membudayanya" tindak pidana ini, sampailah kita mendengar istilah, "absolute power, corruption absolutely". Tidak perlu saya seebutkan satu persatu kasus korupsi apa yang melanda negeri ini, namun isu hangat mengenai renovasi gedung "parlemen" kita telah bisa menjadi permulaan pelaksanaan awal subyektif dari usaha korupsi ini. Dana yang mencapai puluhan milyar rupiah, sangat tidak manusiawi mengingat kondisi negeri tercinta ini.

Substance, atau peraturan, atau perundang-undangan. Tak diragukan lagi, para legislator adalah pembuat Undang-Undang yang sangat cerdas. Mereka mengatur hal-hal yang sangat detail, namun, substance yang baik, sangat berbahaya apabila dipegang 0leh structure yang ber-culture buruk. Mengapa itu buruk? Karena subtance yang fungsi murninya adalah untuk melindungi, menertibkan, dan menyejahterakan rakyat dan negeri, malah akan beralih fungsi menjadi alat pencapai kepentingan para structure tersebut. Substance akan dipermainkan, hierarkisitas tidak akan lagi menjadi pedoman, apakah itu Undang-Undang, Perpu, maupun Perda. Selain itu, di tingkat peradilan, keadilan saat ini adalah barang komersil, putusan hakim dapat dibeli, keadilan dapat dinegosiasi, dan tuntutan jaksa bisa ditawar.

Presiden mempunyai peran yang sangat besar untuk menahan laju keserakahan structure korup, namun kemampuan satu orang Presiden tidak akan mampu mengalahkan demikian banyak legislator korup yang berkomplot satu sama lain. Penegakkan hukum tak lepas dari kepentingan politik. Namun sekiranya janganlah sampai Presiden, orang nomor satu di dunia ini, juga merupakan structure yang berculture korup, karena jika iya, habislah negeri ini. Maka, di atas presiden, siapakah pihak yang paling berpengaruh dalam melakukan proses check and balances? Mereka adalah kita, rakyat, kami, mahasiswa. Jangan jadi rakyat atau mahasiswa apatis, kita memang bukan malaikat yang suci dan dapat secara sempurna menumpas kebusukan structure negara kita, tapi setidaknya kita memberikan perlawanan, mempersempit celah sesempit-sempitnya, membuktikan bahwa tak semudah itu membodohi rakyat Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun