Mohon tunggu...
Aulia Rachmawati
Aulia Rachmawati Mohon Tunggu... -

Not perfect person just ordinary :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Akhir Cintaku

15 Desember 2013   13:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:54 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kini aku telah memantapkan hatiku sepenuhnya untuk memilih jalan terbaik ini. Aku telah memilih Doni dan memutuskan untuk hidup bersamanya. Ya, aku pergi dengan Doni tanpa izin dari orangtuaku. Aku dan Doni melakukan hal ini karena orangtuaku tidak menyetujui hubungan kami. Sebenarnya Doni tak menginginkan hal ini terjadi pada hubungan kami. Namun apa daya, orangtuaku tetap tak menyetujui hubungan ini meskipun telah beribu-ribu kali aku meyakinkan mereka bahwa Doni adalah pilihan terbaikku. Aku tak tahu mengapa mereka tak menyetujui hubungan ini. Mereka tak pernah sedikitpun memberikan alasannya kepadaku.

Aku tak tahu bagaimana jadinya perasaan kedua orangtuaku bilamana mereka mengetahui bahwa aku telah pergi jauh bersama Doni. Aku merasa sedih. Aku merasa bingung. Perasaan ini tak bisa dibohongi. Aku telah memilih Doni sebagai pendamping hidupku untuk selamanya. Namun disisi lain aku merasa berdosa karena telah mengecewakan kedua orangtuaku.

Siang ini aku berniat untuk membuatkan makanan kesukaan Doni. Harus ku akui, kini aku telah menikah dengan Doni. Walaupun kami belum dikaruniai seorang anak, namun aku merasa bersyukur atas semua ini. Orangtuaku belum mengetahui hal ini. Aku rasa ini belum saatnya untuk mengungkapkan semuanya pada kedua orangtuaku. Berjam--jam aku tunggu kedatangan Doni. Namun gelagat Doni belum nampak jua lewat daun pintu. Lama ku menunggu Doni saat itu. Akhirnya rasa kantuklah yang datang mendahului Doni dan menyergapku siang itu. Samar-samar ku dengar suara seseorang di balik pintu. Aku segera bangkit dari kursi yang sedari tadi menopang tubuhku yang sedang tertidur. Kubuka gagang pintu itu dan ternyata orang yang kutunggu-tunggu pun tiba.

“Alhamdulillah suamiku sudah pulang” kataku sembari menunjukkan senyum manisku. Namun reaksi Doni saat itu biasa saja terhadapku. Bahkan dia langsung saja masuk ke dalam rumah tanpa menanggapi perkataanku tadi. Ada apakah gerangan? Apa aku telah salah mengatakan sesuatu? Aku heran terhadap sikap Doni saat itu. Telah ku coba beberapa kali untuk mencairkan suasana yang terasa beku ini. Namun tetap saja Doni tak bergeming. “Astri, mungkin kamu heran melihat sikapku ini. Ini semua aku lakukan karena pagi tadi sewaktu aku sedang bekerja, aku bertemu dengan ayahmu. Aku tak tahu mengapa aku bisa bertemu dengan beliau. Namun satu hal yang pasti, beliau menanyakan keberadaanmu padaku” kata Doni.

Bingung kembali menyerang pikiranku ini. Aku tak tahu harus berkata apa. Akankah orang tuaku memisahkan aku dengan Doni? Aku tak mau hal ini terjadi apalagi disaat aku telah resmi menjadi istri Doni dan menjadi ibu dari anak – anak Doni kelak. “Lalu apa yang Mas Doni katakan kepada ayah?” tanyaku. “Aku telah menjelaskan semuanya kepada ayahmu, Astri” jawab Doni.

Aku kembali teringat masa – masa silam ketika aku masih berada dalam masa pacaran bersama Doni. Kala itu Doni hendak bertamu ke rumahku seraya ingin memperkenalkan dirinya kepada kedua orangtuaku. Namun tanpa diduga, ayahku langsung mengusir Doni begitu mengetahui bahwa Doni adalah pacarku. Sejak itu aku dan Doni memutuskan untuk bertemu di luar rumah. Kami menjalani backstreet selama satu tahun dan di akhir tahun itulah aku memutuskan untuk pergi bersama Doni dan mengikat janji suci satu untuk selamanya. “Aku ingin mempersuntingmu tuk yang pertama dan terakhir”. Begitulah candaan Doni setiap kali kami bertemu dan akhirnya tepat di umurku yang ke 20, aku telah resmi menjadi pendamping Doni begitu pun sebaliknya.

Setelah menikah dengan Doni, aku tidak pernah mengetahui keadaan orangtuaku lagi. Aku merasa sudah tak berguna lagi untuk mereka, yang ada aku hanya membuat malu kedua orangtuaku. Dan kini ketika orangtuaku telah mengetahui semuanya, akankah mereka akan terus memisahkan aku dengan Doni? Aku takut dengan hal itu. Aku tetap optimis dengan pilihanku saat ini.

Pada suatu hari kudengar pintu rumahku diketuk oleh seseorang. Rasanya ini belum waktunya Mas Doni pulang bekerja, pikirku. Betapa terkejutnya aku saat kubuka pintu itu dan ternyata kini dihadapanku Ayah berdiri dengar raut muka beliau yang serius. Aku bingung setengah mati. “Astri, akhirnya ayah menemukanmu nak” kata ayah. “Ayah kenapa bisa tahu kalau Astri ada disini?” tanyaku. Ayah tak segera menjawab pertanyaanku saat itu. Kulihat beliau tengah berpikir keras untuk menjawab pertanyaanku saat itu. Aku pun tengah gundah berpikir bagaimana aku menceritakan semua ini dengan Mas Doni perihal kedatangan Ayah. “Ayah ingin sekali bertemu denganmu dan perlu kamu ketahui bahwa Ibumu sedang sakit keras” kata Ayah. Bak disambar petir, aku terkejut mendengar kabar buruk tentang keadaan Ibu.

Ku lihat saat itu wajah Ayah terlihat lelah, lelah menghadapi hidup ini. Tak kuasa aku menahan air mata kali ini. Sudah tak terbendung kiranya, aku bersimpuh di kaki Ayah sembari menangis memohon maaf atas semua salahku. Akhirnya Ayah mengajakku untuk kembali ke rumah melihat keadaan Ibu. Aku pun segera menyanggupi permintaan Ayah. Segera ku kirimkan pesan singkat kepada Mas Doni perihal kepergianku bersama Ayah ke rumah.

Ketika ku lihat keadaan Ibu saat itu, aku menangis sejadi-jadinya. Ibu terlihat lemah tak berdaya. Ibu juga berbicara padaku bahwa ia ingin aku dan Doni tinggal bersama di rumah orang tuaku. Aku bimbang mengetahuinya. Malamnya saat aku sudah kembali ke rumah, ku ceritakan permintaan Ibu ini kepada Mas Doni. Tanpa banyak kata, Mas Doni pun menyanggupinya. Hatiku senang mendengar ini semua. Aku merasa dinding es yang dulu kokoh membatasi antara kehidupanku dengan orang tuaku kini mulai mencair.

Kini genap dua bulan sudah aku dan Mas Doni tinggal bersama dengan kedua orang tuaku. Akhirnya aku mengetahui semua bahwa saat orang tuaku tak menyetujui hubungan dengan Doni karena Doni adalah anak dari rekan bisnis Ayah yang saat itu ketahuan telah menipu Ayah dengan melarikan uang ratusan juta. Perusahaan Ayah pun gulung tikar dan saat mereka mengetahui hubunganku dengan Doni yang merupakan anak dari rekan bisnis Ayah, mereka pun tak menyetujuinnya. Namun kini mereka mengaku telah memaafkan kesalahan dari orang tua Doni. Mereka tidak ingin semuanya berlarut-larut.

Aku bahagia melihat kenyataan bahwa kini hubunganku dengan Doni telah direstui. Aku juga bahagia melihat sikap orang tuaku yang telah memaafkan kejadian yang telah berlalu. Rasa bahagiaku pun semakin lengkap karena kini aku tengah mengandung anak pertamaku dengan Doni. Semoga bahagia ini tak akan pernah hilang lagi dari kehidupanku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun