Aku membaca pesan itu berulang-ulang, mencoba memastikan bahwa aku tidak sedang bermimpi.
Malam itu, aku memutuskan untuk percaya. Percaya bahwa mungkin, untuk sekali ini saja, cinta tidak perlu terburu-buru. Dan mungkin, untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku bisa bahagia karena menjadi diri sendiri---bersamanya.
Hubunganku dengan Rayyan perlahan terasa lebih serius. Kami tidak pernah benar-benar mengumumkan apa yang terjadi di antara kami, tapi teman-teman terdekat mulai menyadari kedekatan kami. Semua berjalan baik---setidaknya hingga suatu malam ketika aku sedang bersantai di kamar, sebuah pesan masuk dari Rayyan.
"Besok ada hal yang mau aku bicarakan"
Aku mengerutkan dahi, bingung dia mau ngomongin tentang apa. Tapi sebelum aku sempat membalas, pesan lain masuk:
 "Ini menyangkut Aiza."
Hatiku langsung berdegup kencang. Aku menatap layar ponsel, tak tahu harus berkata apa.
Keesokan harinya, Rayyan terlihat canggung saat kami bertemu. "Ada apa?" tanyaku, curiga dengan sikapnya.
Dia menghela napas. "Aiza tahu tentang kita."
"Tahu dari mana?" tanyaku panik.
Dia menggaruk kepalanya. "Sepertinya dari aplikasi."